Rutinitas Cakra diakhir pekan lebih melelahkan daripada hari-hari biasanya. Cowok itu harus bangun pagi-pagi sekali untuk membersihkan rumahnya. Walaupun nenek memang seringkali melakukan aktivitas itu, tapi Cakra sama sekali tidak tega jika harus neneknya yang melakukan setiap harinya.
Cakra pergi ke kamar mandi dan mencuci mukanya. Setelah selesai, ia mengambil handuk dan mengelap wajahnya. Hal pertama kali yang Cakra lakukan sehabis keluar dari kamar mandi ada pergi untuk mencuci piring dan alat-alat dapur lainnya.
Setelah berkutat dengan spons, sabun, dan alat-alat makan, Cakra akhirnya sudah berhasil menyelesaikan semuanya. Cowok itu menghela napas panjang, berjalan menuju kamar neneknya.
Sekarang masih pukul setengah enam pagi, dan Cakra melihat neneknya UI masih tertidur pulas. Senyuman Cakra naik ke atas, ia bergerak maju lalu mengusap tangan neneknya.
Wajah neneknya terlihat semakin keriput, Cakra merasa kasihan jika membayangkan neneknya yang kelelahan setiap hari. Cakra tidak ada niatan untuk membangunkan neneknya. Cowok itu kemudian kembali bangkit dari kasur dan keluar dari kamar neneknya.
Cakra menghela napas panjang, menimang kegiatan apa yang harus ia lakukan setelah ini. Setelah dipikir beberapa saat, ia memutuskan untuk menyapu dan mengepel lantai. Terus dilanjut untuk membersihkan halaman belakang rumah yang pasti sudah sangat kotor dan penuh dengan dedaunan kering.
Pekerjaan Cakra selesai pada pukul delapan pagi. Cowok itu menghempaskan tubuhnya di kursi, lalu menenggak segelas air putih. Helaan napas berat keluar dari lubang hidung dan mulutnya secara bersamaan. Keringat sudah bercucuran keluar lewat kening dan lehernya. Tubuhnya juga sudah terasa lengket.
Berniat untuk mandi, Cakra hendak mengangkat bokongnya dari kursi, namun pergerakannya terhenti ketika bahunya diusap dengan gerakan pelan, yang beberapa saat membuka Cakra merasa nyaman.
Cakra mendongak ke atas, lalu memutar kepalanya ke belakang. Detik itu juga ia melihat neneknya yang baru bangun tidur.
"Le, udah bangun toh?" tanya neneknya sambil tersenyum. Wanita yang tidak lagi muda itu menarik kursi disebelah Cakra, lalu duduk di sana.
"Udah nek," sahut Cakra sopan.
"Lantai udah bersih, tadi kamu nyapu sama ngepel?"
"Iya nek, sesekali aja. Cakra kasihan sama nenek, pasti tiap hari nenek kecapekan." Cakra terkekeh pelan sambil menggenggam tangan neneknya.
Nenek tersenyum. "Kamu itu loh, kerjaan kamu itu cuma belajar aja yang rajin. Biar nenek bangga, kamu juga kerja toh? Daripada nenek, kamu lebih capek."
"Ya elah nek, nggak pa-pa kali." Cakra mengibaskan tangannya di depan wajahnya. Berdehem pelan, ia pun melanjutkan. "Cakra masih muda, masih banyak energi, masih kuat juga. Kerjaan gini doang mah nggak ada apa-apanya nek. Nenek tenang aja, ya?"
"Kamu capek sekarang Le?"
"Sedikit hehe ..."
Neneknya mengusap puncak kepala Cakra sembari berusaha untuk berdiri dari duduknya. Wanita tua ringkih itu kini berdiri di belakang Cakra.
Bingung dengan gerak-gerik neneknya, Cakra akhirnya mengajukan pertanyaan. "Nenek mau ngapain?" ujarnya ingin tahu.
"Nenek mau pijitin dulu biar kamu nggak pegel."
"Eh Nek, tap—
Belum sempat menyelesaikan ucapannya, nenek sudah terlebih dahulu memberikan pijitin kecil di pundak Cakra. Cakra beberapa kali menggeliat sambil meringis.
"Aduh nek, geli nih," ujar Cakra merasa tak nyaman. "Udah nek stop, Cakra nggak capek sama sekali kok."
"Baru juga mulai, sudah minta udahan?" Nenek menggeleng-gelengkan kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Overdramatic (END)
Teen Fiction"Kamu minum berapa gelas sih? Mulut kamu bau banget tau nggak?" Cakra bertanya dengan satu tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Dahinya berkenyit bingung. "Jalan sama gue dulu, baru gue bakal jawab gue minum berapa," jawab Inez ngawur. Hal itu...