Inez hanya bisa pasrah ketika semua make up miliknya dirampas oleh Bu Siti dan tidak bisa diambil lagi. Ia menggeram kesal dan memutar bola matanya malas. Jika saja ia tahu bakal berujung seperti ini, Inez pasti akan meninggalkan semua alat make up itu di kamarnya.
Kalau saja Inez tahu bahwa barang-barang miliknya itu sampai di pakai Bu Siti untuk kepentingan pribadinya, Inez sudah mempersiapkan diri untuk mengamuk.
Sekarang Inez bisa duduk dengan tenang tanpa ada gangguan dari pak Sultan maupun Bu Siti. Kini gantian Cakra yang harus disidang. Ngomong-ngomong soal Cakra, Inez jadi merasa kepo sendiri. Setahu Inez, Cakra adalah seorang cowok baik dan tidak suka neko-neko, tapi kenapa bisa cowok itu masuk ke ruangan ini?
Dilihat dari wajahnya saja, Inez tidak melihat tampang wajah cowok nakal dan brutal. Jadi, Inez bingung kenapa Cakra bisa di ruang BK bersamanya.
"Kamu murid yang belum lama pindah ke sini, kan?" Pak Sultan melempar pertanyaan untuk Cakra, yang segera dibalas cowok itu dengan anggukan kepala dan gumaman tidak jelas.
"Kamu ngerokok?"
Cakra menggeleng pelan sambil menatap guru BK dihadapannya ini dengan pandangan malas. "Saya nggak ngerokok pak."
"Nggak ada gunanya buat ngelak, buktinya ada rokok di tas kamu."
Cakra mendengus lelah. Seberapa pun ia menyangkal hal itu, apapun yang keluar dari mulutnya tidak akan dipercayai. Rokok itu memang ada di dalam tasnya, tapi Cakra tidak tahu siapa yang memasukan ke dalamnya. Cakra awalnya juga terkejut dan tidak percaya jika benda itu ada di sana sewaktu gurunya memeriksa. Tapi ia tidak bisa mengelak lagi karena bukti memang sudah ada di depan mata.
"Terserah bapak mau percaya sama saya atau enggak, tapi saya beneran nggak ngerokok." Cakra berucap dengan nada suara yang sudah lelah menjelaskan. Ia sudah pasrah untuk menerima konsekuensi yang akan diterimanya.
Pak Sultan mengembuskan napas panjang, kemudian mengambil rokok dari dalam tas Cakra. "Mau nyangkal apa lagi? Ini bukti udah saya pegang."
Cakra tidak lagi berkata. Ia menunduk dalam diam. Mau bagaimana lagi? Percuma ia terus berkata dan membela diri untuk menyangkal semua tuduhan tersebut. Tidak ada bukti yang kuat bahwa dirinya tidak bersalah.
Sementara itu, Inez yang duduk disampingnya menatap tidak percaya rokok yang berada di tangan pak Sultan. Inez memperhatikan Cakra dengan mulut setengah terbuka. Ini pasti ada kesalahpahaman, Inez bisa bertaruh akan hal itu. Walaupun dirinya belum mengenal Cakra lebih lama, namun Inez percaya bahwa Cakra sama sekali tidak bersalah.
"Baik, sekarang saya akan buatkan surat buat kalian berdua. Jangan lupa disampaikan kepada wali kalian masing-masing untuk datang ke sini besok pagi pukul sembilan."
Secara kompak, mereka berdua membulatkan matanya. Cakra menelan ludahnya, tiba-tiba saja perasaanya menjadi tidak keruan. Apa yang bakal neneknya lakukan ketika Cakra menyampaikan informasi ini? Cakra sungguh merasa bersalah, ia sudah mengecewakan neneknya.
Cakra gagal untuk membuat neneknya bangga dengan dirinya.
Mendengar seruan itu, Inez segera menjawab. Ia sungguh keberatan dengan keputusan yang diambil gurunya itu. "Pak, saya mau protes!" ucapnya tegas. "Kenapa saya nggak dihukum aja daripada orangtua saya dipanggil ke sini? Orang tua saya orang sibuk pak, jadi kemungkinan mereka akan datang menemui bapak itu kecil."
Pak Sultan menghela napas, menatap Inez dan Cakra secara bergantian. "Orang tua kalian harus tahu apa yang udah dilakukan sama anaknya. Kalian salah, harus bisa tanggung jawab sama konsekuensinya. Sampai sini paham?"
"Tapi Kan—
"Nggak ada tapi-tapian," final pak Sultan. Membuat Inez memalingkan wajahnya dan menggeram marah. Sedangkan Cakra hanya pasrah menerima keadaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Overdramatic (END)
Teen Fiction"Kamu minum berapa gelas sih? Mulut kamu bau banget tau nggak?" Cakra bertanya dengan satu tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Dahinya berkenyit bingung. "Jalan sama gue dulu, baru gue bakal jawab gue minum berapa," jawab Inez ngawur. Hal itu...