"Inez, ada yang cariin lo tuh di depan."
Ucapan teman kelasnya yang baru saja masuk dari luar kelas seketika saja membuat pergerakan Inez yang sedang memoles wajahnya dengan berbagai macam alat-alat make up terhenti begitu saja.
Kening Inez menyerngit. Ia langsung menatap teman kelasnya itu. Pikirannya entah kenapa melayang kepada Rian. Siapa yang sering mencarinya ke kelas kalau bukan cowok yang tergila-gila padanya itu?
"Siapa Mel?" tanya Inez setengah malas.
"Lo bakal tau sendiri entar, buruan keluar sana. Udah ditunggu tuh," sahut Imel sembari menunjuk pintu dengan gerakan dagunya, sebelum akhirnya ia mendudukkan dirinya di bangkunya.
Inez mendesah lelah, ia menolehkan wajahnya ke samping, memperhatikan Ghea yang sedang fokus kepada latar ponselnya.
"Menurut lo siapa Ghe yang nyari gue?" tanya Inez, meminta pendapat kepada sahabatnya itu.
"Nggak tau, gue bukan cenayang," jawab Ghea asal tanpa menatap Inez.
Berdecak kecil, Inez pun akhirnya berdirinya dari duduknya. Sepenuhnya malas, ia menyeret kakinya untuk keluar dari dalam kelas, menemui siapapun itu yang sudah mengganggu waktunya untuk ber-make up.
Begitu tubuhnya sudah berada di luar kelas, mata Inez membulat ketika melihat Cakra, bukan Rian seperti apa yang ada dibenaknya. Benar-benar diluar dugaan Inez.
Sudut bibir Inez langsung tertarik ke atas, menciptakan senyuman yang teramat lebar. "Elo?"
Cakra yang sebelumnya belum menyadari jika Inez sudah berdiri di sampingnya, seketika ia tergelak kecil. Cowok itu menoleh sambil mendekat ke arah Inez dengan gerakan kikuk dan canggung.
"Kenapa lo cari gue?" tanya Inez sambil mengangkat alisnya. Tangannya terlipat di depan dadaanya.
Cakra berdehem. "Aku mau ngomong soal itu."
"Soal apa?" tanya Inez cepat. Ia menatap Cakra yang terlihat gugup dan salah tingkah, beberapa kali cowok itu kedapatan menghindar kontak mata dengannya dan terlihat tidak tenang.
Sebenernya Inez paham topik apa yang sedang Cakra beberkan saat ini, hanya saja Inez sengaja untuk memancingnya sekaligus ingin berlama-lama berduaan dengan Cakra. Lagipula saat ini juga jam kosong karena para guru mengadakan rapat dengan kepala sekolah.
"Hei, kenapa malah bengong," ujar Inez lagi, melambaikan tangannya tepat di depan wajah Cakra. Membuat cowok itu tiba-tiba saja mengerjapkan matanya dan berdehem.
"Aku ...."
"Iya?" Inez merasa tidak sabar.
Cakra memejamkan matanya, lalu ia mengeluarkan napas panjangnya. "Gini ... Aku nggak mau pacaran sama kamu." Cakra berbicara menunduk, terlalu gugup saat ini. Entah kenapa itu. Mungkin saja topik pembicaraan saat ini yang membuatnya tidak nyaman.
Inez tersenyum kecut. "Coba ngomong sekali lagi sambil natap mata gue."
Cakra buru-buru mendongak. "Kamu nggak denger aku ngomong apa barusan?"
"Iya gue nggak denger lo ngomong apa," jawab Inez berbohong. "Lagian lo nggak pernah diajari kalo ngomong sama orang lain itu harus natap matanya?"
Cakra mengangguk mengiyakan. Kalau soal itu, ia sudah tahu. Hanya saja saat ini Cakra sedang gugup. Jantungnya berulang jali berdebar kencang meskipun ia sudah berusaha untuk tetap tenang. Tangannya juga berkeringat.
Membasahi bibirnya yang kering, Cakra pun menguatkan diri. Ia menarik napas banyak-banyak dan menatap wajah Inez lurus-lurus.
"Aku nggak mau pacaran sama kamu," ucap Cakra mantap dalam satu tarikan napas. Berhasil, ia tidak ada kendala mengucapkan kalimat tersebut. Perasaannya sedikit membaik. Rasa gugupnya juga mulai berkurang walaupun saat ini debaran itu masih saja terasa lebih cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Overdramatic (END)
Teen Fiction"Kamu minum berapa gelas sih? Mulut kamu bau banget tau nggak?" Cakra bertanya dengan satu tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Dahinya berkenyit bingung. "Jalan sama gue dulu, baru gue bakal jawab gue minum berapa," jawab Inez ngawur. Hal itu...