"Aduh Kra, kan apa gue bilang. Nggak usah neko-neko mau ikut basket segala, apalagi sih Rian ketuanya. Habis juga kan lo ditangan dia." Zidan mengomel panjang lebar seperti biasanya sesaat setelah Cakra berhasil menceritakan semuanya tentang pengalaman pertama kalinya di ekstrakulikuler basket kemarin sore.
Cakra berdecak pelan. "Buktinya aku nggak pa-pa sekarang. Rian emang sengaja ngerjain aku biar aku nyerah dan nggak jadi ikut. Tapi aku nggak mau kalah, aku terjang aja walaupun emang capek banget sih. Jujur aja Dan, lebih capek daripada kerja."
"Maka dari itu keluar aja gih, kerja capek dapat duit, lah lo ikut basket capek nggak dapet apa-apa." Zidan mengibaskan tangannya di depan wajahnya. "Nih ya Kra, lagian lo aneh banget tau nggak tiba-tiba pengin masuk basket."
"Aneh apanya?" Sambil menulis dibuku, Cakra menyahut cuek.
Zidan mencondongkan tubuhnya ke depan, kemudian berbicara dengan volume suara lebih pelan daripada sebelumnya. "Sekarang jujur sama gue, ada apa sebenarnya sampai lo tiba-tiba ngotot pengin gabung ekskul basket?"
Cakra menggantungkan tangannya yang memegang sebuah pulpen. Kemudian ia mendongak, memperhatikan wajah Zidan yang lebih dekat ke arahnya. Kedua alisnya yang tebal nyaris bersentuhan.
"Ya aku cuma pengin aja. Apanya yang aneh?" Dengan kening yang berkerut menandakan apabila ia bingung, Cakra mendesah pelan sembari geleng-geleng kepala. "Kamu yang aneh Dan."
"Nggak, gue yakin ada yang lo sembunyiin." Zidan masih menaruh rasa curiga.
"Jangan bahas yang enggak-enggak, mending kerjain sekarang bagian kamu. Bentar lagi waktunya habis, buruan." Cakra memperingati. Membuat Zidan memutar bola matanya sembari mendengkus kesal.
Saat ini keduanya sedang berada di perpustakaan untuk mengerjakan tugas kelompok yang terdiri dari dua orang. Tugas diberikan karena guru pengajar tidak masuk. Oleh karena itu, Cakra dan Zidan sepakat untuk mengerjakan di perpustakaan. Karena menurutnya tempat ini begitu tenang dan tidak berisik, membuat mereka lebih bisa fokus.
"Lo ngalihin pembicaraan, nggak salah kalo gue curiga sama lo."
Cakra meletakkan pulpennya di atas meja, ia berdecak jengkel. "Dan, kamu harus fokus, jangan bahas masalah ini dulu. Bentar lagi waktunya habis, entar aku bakal ceritain semuanya."
"Nah kan ada apa-apanya." Zidan menyipitkan matanya. Lalu ia tersenyum jahil. "Janji ya lo harus cerita. Gue tagih deh entar."
"Iya iya, kerjain dulu buruan."
"Siap kapten!" Zidan hormat menghadap Cakra dengan khidmat, sesaat kemudian ia terkekeh pelan. Cakra hanya mencibir kecil. Keduanya kemudian mulai mengerjakan tugas bersama.
Keadaan kembali hening seperti semula. Tidak ada yang bersuara, siswa lain yang kebetulan berada di perpustakaan juga fokus terhadap kegiatan masing-masing.
Tidak lama setelah itu, Cakra dikejutkan oleh sesuatu diluar perkiraannya. Membuat ia terkejut dan sedikit tersentak, begitupun dengan Zidan yang duduk dihadapannya.
"Halo pacar gue yang ganteng dan jago main basket." Inez tiba-tiba muncul di samping Cakra seraya tersenyum lebar. Cewek itu kemudian mengambil duduk disamping Cakra.
"Aku bukan pacar kamu."
"Oh salah ya?" Inez pura-pura terkejut, ia menutup mulutnya dengan dramatis. "Gue ulang deh dari awal."
Cewek itu bangkit berdiri dari duduknya. Sesaat setelah itu ia kembali menyeletuk tepat di samping wajah Cakra.
"Halo calon pacar gue yang ganteng dan jago main basket." Inez terkekeh pelan. Sementara Cakra hanya mendengkus kesal. Dihadapannya, Zidan hanya menahan tawanya agar tidak menyembur keluar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Overdramatic (END)
Novela Juvenil"Kamu minum berapa gelas sih? Mulut kamu bau banget tau nggak?" Cakra bertanya dengan satu tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Dahinya berkenyit bingung. "Jalan sama gue dulu, baru gue bakal jawab gue minum berapa," jawab Inez ngawur. Hal itu...