46

1.3K 78 0
                                    

Bingung menanggapi pertanyaan tidak terduga yang terlontar dari bibir neneknya, dengan sigap Cakra langsung memutar otak untuk mencari sebuah alasan agar topik yang sedikit sensitif untuknya ini segera tergantikan. Beruntung, otaknya mau mendukung Cakra saat ini. Ia mempunyai ide yang bagus.

"Nek, Cakra baru pulang kerja. Perut Cakra laper banget, nenek masak apa hari ini?" tanya Cakra pada nenek, sangat berharap agar topik sebelumnya segera tertimbun. Cakra menatap nenek, menunggu jawaban.

Senyuman nenek perlahan terlihat. "Nenek udah masak sayur sup Le. Sama gorengan tempe tahu, ada sambalnya juga. Itu kesukaan kamu toh Le?"

Dalam hati Cakra berseru senang karena ia berhasil mengalihkan pembicaraan neneknya. Ia melirik Inez yang berada disamping neneknya. Inez menatap Cakra seraya mencebikkan bibirnya, lalu matanya memutar malas. Cakra tahu bahwa Inez pasti sadar jika dirinya berusaha memutar arah pembicaraan. Tapi Cakra tidak peduli dengan hal itu.

"Enak banget nek itu, kesukaan Cakra banget. Nenek udah makan?"

Kepala nenek menggeleng. "Belum Le, nenek kan nunggu kamu pulang dulu."

"Ya udah, yuk makan bareng. Inez boleh diajak nggak nek?" tanya Cakra.

Nenek melirik Inez sejenak. "Ya boleh, bagus itu malah. Nenek seneng banget malahan. Ayo, kita makan bareng-bareng."

Inez meringis pelan, merasa sangat tidak enak. "Memangnya boleh nek?" tanyanya dengan aksen suara lirih. Inez menyengir pelan setelah itu.

Nenek mengusap pelan bahu Inez. "Boleh banget cah ayu, nenek tambah seneng kalau Inez gabung bareng nenek sama Cakra. Kebetulan, nenek masak gorengan banyak. Mau ya nduk?"

Tidak ada alasan bagi Inez untuk menolak tawaran itu. Perutnya saat ini memang belum diisi, dan mendengar makanan yang disebutkan nenek barusan membuat Inez menelan ludahnya. Terdengar sangat enak. Inez sudah terlalu lama tidak mencicipi makanan seperti itu lagi. Rasa-rasanya, lidahnya pun lupa rasa makanan itu bagaimana. Inez sangat menginginkan hal ini.

"Ya udah, Inez juga belum makan. Kalau nenek nggak keberatan ya Inez bakal ikut makan." Inez tertawa pelan diujung kalimat yang ia katakan.

"Jangan sungkan sama nenek nduk," ujar nenek sambil mengelus pelan dan hati-hati rambut panjang Inez. "Ayo kita makan sekarang aja."

"Ayo nek!" Cakra berseru semangat. Ia terlebih dahulu berdiri dari duduknya, disusul oleh Inez. Melihat nenek yang sedikit kesulitan berdiri, dengan sigap Inez segera membantunya.

Setelahnya, Inez digiring pergi ke dapur oleh nenek. Dapurnya kecil dan sempit. Berbeda sekali dengan dapur Inez yang mewah. Cewek itu menatap sekelilingnya. Hanya ada satu lampu, itupun tidak terang.

"Ayo Nez, duduk." Cakra menepuk pundak Inez setelah menarik kursi. Inez mengangguk pelan, ia duduk tepat di samping Cakra.

Dengan segera nenek membuka tudung saji dihadapannya. Seketika bau harum sungguh menyerbak. Inez mengerjapkan matanya. Dihadapannya, tertera makanan yang sungguh membuat air liurnya nyaris saja tumpah. Inez tidak tahan, ia ingin makan segera.

"Cakra, ambilkan piring sama nasi buat Inez," perintah neneknya dengan suara pelan.

"Baik nek," sahut Cakra. Dengan segera cowok itu berdiri dari duduknya dan mengambil tiga piring, lalu mengisinya dengan nasi. Setelah selesai, Cakra membaginya kepada Inez dan nenek. Juga untuk dirinya sendiri.

"Segitu kurang atau kelebihan Nez?" Cakra duduk lebih menyamping, menatap Inez dengan satu alisnya yang terangkat. Menunggu jawaban dari Inez.

Inez tersenyum, lalu menjawab. "Nggak kok, ini udah pas. Nanti kalau kurang gue bisa ambil sendiri." Inez menyengir lebar seraya berbisik ke arah Cakra.

Overdramatic (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang