"Mau apa lagi?" Muak sekali rasanya, Rian selalu saja muncul padahal Inez sama sekali tidak mengharapkan kedatangan cowok itu. Untuk sekarang ini ia tidak mau diganggu oleh siapapun. Dan sudah jelas, kedatangan Rian hanya akan membuat suasana hatinya memburuk saja.
Inez mengembuskan napas berat, ia lalu menatap malas ke arah Rian. "Sebaiknya lo pergi, gue lagi pengin sendiri."
Posisi Inez kali ini sedang berada di rooftop sekolah, hanya ia sendiri yang berada di tempat ini sebelum Rian tiba-tiba muncul, berdiri disampingnya.
"Ada yang mau gue omongin sama lo."
"Omongan lo nggak penting," tandas Inez cepat. "Gue nggak mau dengerin apa yang mau lo bicarakan." Inez berkata ketus, menatap tajam kepada Rian.
Rian hanya tersenyum kecil. Ia tidak merasa tersinggung ataupun kesal, lebih-lebih lagi ia marah. Tidak, Rian sudah kebal. Inez memang berlaku sinis kepadanya, tapi Rian tidak pernah ambil hati. Anggap saja Rian sudah kebal.
"Bentar aja Nez."
Inez mendesah pendek. "Lima menit."
Senyuman Rian langsung mengembang lebar menghiasi wajahnya. Cowok itu lantas menyuarakan tujuannya. Namun sebelum ia berucap, mulutnya kembali menutup ketika Inez sudah terlebih dahulu berkata.
"Tunggu dulu." Inez mengangkat tangannya. "Dari mana lo tau gue di sini?"
"Ghea."
Inez memutar bola matanya, tatapannya kembali beralih ke arah depan. "Anak itu."
"Udah boleh ngomong gue?"
"Ya udah buruan."
"Kalo boleh tau lo beneran pacaran sama Cakra?"
Inez langsung menolehkan wajahnya ke arah Rian lagi, matanya melotot tajam. "Apa yang lo bahas selalu tentang itu. Bosen tau gue, kayak nggak ada pertanyaan lain aja Lo!" Inez menggeram kesal. Matanya memutar malas lagi, untuk yang kedua kalinya.
"Pertanyaan gue cuma itu."
"Maunya sih gue pacaran." Inez menjawab.
"Berarti beneran enggak pacaran?" Raut wajah Rian terlihat berbinar, rupanya Cakra tidak berbohong. Cowok itu berkata jujur kepadanya. Namun Rian tidak terlalu menaruh harapan lebih, bisa jadi ini cuma permainan Cakra saja.
"Kenapa lo senyam-senyum gitu? Jangan seneng dulu, belum tentu gue mau sama lo."
"Tapi gue masih punya peluang."
"Peluang apanya? Sampai kapanpun gue juga nggak mau sama lo kali, jangan ngimpi terus, bangun dan cari cewek lain."
"Tapi gue maunya cuma elo doang, gimana dong?"
"Gue akui lo kuat karena bertahan, tapi jangan harap dengan itu gue bakal luluh. Gue nggak akan pernah ya jatuh cinta sama lo. Ingat itu!" Inez berkata cepat dalam satu tarikan napas, jarinya menunjuk wajah Rian.
Rian hanya tersenyum. "Segitunya banget Nez lo nggak mau sama gue?"
"Jangan bahas lagi, gue nggak mau ngerasa bersalah sama lo," ujar Inez. "Waktu lo udah habis, gue mau lo tinggalin gue sendiri di sini."
"Masih ada lagi Nez, bentar dulu."
"Apa lagi sih?"
"Ingat satu hal Nez." Rian menatap Inez lekat-lekat, ekspresinya terlihat serius. "Cakra juga nggak pernah mau sama lo Nez, jadi pikirin baik-baik."
Inez tersenyum masam. "Gue bakal berjuang seperti lo, gue yakin dia bakal tertarik sama gue. Entah itu kapan, bukannya mengejar sesuatu yang sulit itu rasanya begitu menantang? Itu yang bakal gue lakuin."

KAMU SEDANG MEMBACA
Overdramatic (END)
Teen Fiction"Kamu minum berapa gelas sih? Mulut kamu bau banget tau nggak?" Cakra bertanya dengan satu tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Dahinya berkenyit bingung. "Jalan sama gue dulu, baru gue bakal jawab gue minum berapa," jawab Inez ngawur. Hal itu...