Apa yang Inez katakan rupanya tidak sesuai sama yang cewek itu lakukan. Bukannya berbelok ke kiri untuk ke toilet, Inez malah mengambil jalur lain. Ia berjalan di tengah koridor seorang diri karena kelas lain masih pelajaran. Sampai akhirnya, Inez memilih untuk pergi ke kantin. Mendadak saja perutnya kepengin makan pempek.
"Nggak ada salahnya kan pergi ke kantin?" Inez bergumam pelan, kakinya pun dengan cepat melangkah menuju tempat itu. Tentu saja kantin lagi sepi-sepinya! Inez tidak akan kesulitan hanya untuk memesan satu porsi pempek.
Inez pun akhirnya memilih bangku paling ujung ketika pesanannya sudah datang. Inez memakannya dengan lahap. Ia fokus pada pempek di mangkuknya, hingga tanpa sadar seseorang tengah duduk di hadapan Inez.
Cowok dihadapan Inez tersenyum melihat Inez yang sedang fokus makan. Inez yang akhirnya sadar jika didepannya ada seseorang, langsung mendongak dan sedikit terlonjak kaget.
Inez terbatuk pelan, ia buru-buru mengambil teh hangat miliknya dan meminumnya. Setelah selesai, Inez melotot lebar. "Lo kenapa bisa ada di sini?" Dengan suara yang nyaris serupa dengan teriakan, Inez pun mengedarkan pandangannya ke arah sekelilingnya. Ini belum waktunya istirahat.
"Emangnya gue dilarang pergi ke kantin Nez? Memangnya cuma lo doang yang diijinin?" Cowok dihadapan Inez tersebut terkekeh pelan.
Inez mendengkus kasar. "Bangku ada banyak kan? Tuh, lihat sekeliling lo. Lebih dari sepuluh ada bangku kosong. Kenapa duduk di sini?"
"Kan ada lo Nez, gue maunya duduk di sini. Bareng sama lo. Jangan marah-marah mulu sama gue. Gue nggak bakal ngapa-ngapain lo."
"Pergi dari sini atau gue yang pergi?" ujar Inez marah. Ia menyorot tajam, "dengerin gue ya Rian, gue nggak suka kehadiran lo disekitar gue. Ngerti sampai sini?
Rian justru malah tersenyum. "Jangan marah Nez, duduk aja. Gue bakal temenin lo makan."
"Gue nggak butuh! Gue sudah tahu gelagat lo kalau mau dekat sama gue."
"Memangnya apa Nez?" Rian memancing Inez sembari terkekeh pelan.
"Apalagi lagi selain maksa gue jadi pacar lo? Ingat ya, sampai kapanpun gue nggak bakal tertarik buat jadi pacar lo. Ngerti?" Inez menggertakkan giginya dengan gemas, sebelum akhirnya ia menggebrak meja dengan begitu kuatnya lantaran emosinya benar-benar keluar dengan sangat brutal. Napas Inez sudah memburu kencang.
Dengan langkah panjang, cewek dengan rambut tergerai indah itu keluar dari kantin.
"Selama ini lo memang nolak gue," ujar Rian tiba-tiba, membuat langkah Inez terhenti sejenak. Rian tersenyum karena sukses mencegah Inez diam di tempat. Rian menarik napas panjang, lalu melanjutkan. "Tapi Nez, lo nggak pernah ngasih alasan yang jelas kenapa lo nggak mau sama gue."
Detik itu juga Inez segera berbalik badan. Sorot matanya yang begitu tajam menusuk, menghunus tepat dimanik mata Rian. Inez yang posisinya belum terlalu jauh dari Rian, lantas menarik napas dalam-dalam, senyuman miringnya tercetak begitu jelas dibibirnya. "Alasan? Lo mau alasan gue kenapa nggak mau pacaran sama lo?"
"Iya, gue butuh itu." Rian mengangguk.
Inez tersenyum kecut. "Kara." Setelah mengucapkan satu kata tersebut, dapat Inez lihat bahwa raut wajah Rian sungguh kebingungan. Tanpa mengatakannya apapun lagi, Inez pun lantas pergi dari sana dengan langkah dipercepat, menghindar apabila Rian malah memborbardir dirinya dengan pertanyaan lain.
Inez tidak peduli dengan pempek dan teh hangatnya yang belum habis, selera makannya sudah hilang begitu saja, dan penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah Rian. Karena cowok itu, Inez jadi tidak sudi bertahan lama-lama di kantin. Dan Inez akhirnya memutuskan untuk balik ke kelas saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Overdramatic (END)
Teen Fiction"Kamu minum berapa gelas sih? Mulut kamu bau banget tau nggak?" Cakra bertanya dengan satu tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Dahinya berkenyit bingung. "Jalan sama gue dulu, baru gue bakal jawab gue minum berapa," jawab Inez ngawur. Hal itu...