Four

607 43 1
                                    

Oxy memegangi kepalanya, rasa pusing atas tugas-tugasnya semakin menghantui pikirannya. Ia baru saja berbalik arah meninggalkan perbatasan kota menghantar kepergian adiknya. Ia sedikit kecewa karena adiknya begitu cepat meninggalkannya tanpa menawarkan bantuan untuknya ataupun merelakannya untuk tinggal menginap di Air Intan. Ia diusir mentah-mentah di daerah perbatasan.

Tidak ia sangka, hanya beberapa saat ia diberikan kesempatan untuk memanjakan Lidya, namun sekarang ia telah bermanja riang dengan suaminya. Sejenak ia berpikir, apakah menjadi seorang saudara laki-laki akan sesulit ini?

Sebuah rencana merasuki pikirannya. Bukan untuk menikah, tetapi menahan Aluna untuk tidak segera menikah. Lagipula siapa yang bisa menerima kepala batu Aluna? Kepalanya dan kepribadiannya seakan se-identik. Oxy kini menebak-nebak tentang siapa yang dapat membungkam mulut dan mengikat tangan gadis itu untuk memegang pisau. Ia terkekeh memikirkannya.

Sebuah panggilan masuk dari Erick berhasil mengacaukan ramalan liarnya. Ia sedikit kesal dan mengangkat panggilan tersebut.

"Oxy, kau ada di mana?"

"Apa urusanmu?"

Suara helaan nafas terdengar dari seberang. Telah bertahun lamanya ia masih sabar menghadapi pimpinannya.

"Aku tidak ada urusan tentang keberadaanmu. Tetapi, Laila telah menunggumu selama setengah jam."

"Laila? Aku tidak mengenalnya. Dia telah membuat janji padaku?"

"Astaga Oxy, yang jadi pertanyaanku kali ini. Berapa usiamu sekarang? 4 dekade atau setengah abad? Kau masih 2 dekade dan kau telah bersifat setua ini?"

"Diamlah!"

"Laila, sepupunya Mila telah berada di kantor. Cepatlah ke sini!"

"Kau siapa?"

"Aku? Siapa aku? Tentu saja aku adalah Erick."

"Aku ulangi, siapa kau?"

"Erick, orang yang telah setia bekerja denganmu."

"Kau karyawanku dan kau berani membentakku?"

"Oh, maaf soal itu. Aku tidak ingin membentak orang tua sepertimu, aku hanya bergurau."

"Kau sepertinya pandai bergurau."

"Tentu saja, aku tidak ingin hidup seseriua dirimu yang akan membuatku menua lebih cepat."

"Bagus, nanti aku akan meminta Aluna untuk datang ke kantor dan bergurau denganmu."

"Kau sadar apa yang telah kau lakukan? Aku mohon padamu jangan lakukan itu, kau akan membuatku mengalami demam tinggi."

"Tanpa penolakan."

"Tidak...."

Oxy langsung memutus sambungan telepon secara sepihak dan melaju kencang menuju Lathfierg's Group.

***

Akhirnya, perjalanan tanpa hambatan kini membuatnya tiba lebih cepat. Ia memarkirkan mobil mewahnya.

Semua karyawan memberi hormat padanya. Erick datang dengan tergesa-gesa ke hadapannya dan menarik lengannya seperti anak kecil.

Oxy mengamati fisik Erick kini, wajahnya sedikit memucat. Entah monster mana yang membuat kulit lelaki itu menjadi lebih putih secara alami.

"Maafkanlah aku, aku tidak bersungguh-sungguh," bujuk Erick dengan penuh harap. Mendengar nama Aluna telah membuatnya gelagap pusing, tingkahnya sembari memainkan samurai ataupun belati pun terbayang di pikirannya.

"Aku lihat kau tengah berusaha menawar," lirih Oxy sembari menepis keras tangan Erick dari lengannya.

"Tentu saja, aku belajar semuanya darimu. Apa yang tidak ada padamu? Kepribadian yang baik? Kecerdasan yang teramat tinggi? Kekayaan yang melimpah dan kegigihan semangatmu dalam berusaha? Semuanya ada padamu. Jadi, maafkanlah aku," harap Erick terlihat sangat menderita.

"Lalu, apa yang tidak ada padamu?"

"Apa yang bisa aku katakan? Semuanya yang kau punya tidak ada padaku," hela Erick berusaha membuat hati pimpinannya menjadi luluh, hanya sedikit luluh.

"Oh, seperti itu." Oxy mengangguk mengerti. "Baiklah, mulai hari ini kau dipecat dan kau tidak diperkenankan lagi untuk datang ke kantor," gumam Oxy mengambil kesimpulan.

Mata Erick membulat tidak percaya, berawal dari tekad mengubah niat Oxy untuk memanggil Aluna malah membuatnya dipecat. Ia benar-benar tidak terima.

"Ada apa ini Oxy? Jangan bilang kau hanya bergurau!" protes Erick benar-benar berharap ini hanyalah gurauan.

"Tentu saja ini nyata, aku memecatmu."

"Kau jangan melakukan itu! Apakah kau sedikitpun tidak mengiba dengan nasibku? Di saat aku mempunyai banyak uang karena bekerja denganmu tidak ada wanita yang menginginkanku, lalu kau akan memecatku? Mau jadi apa aku? Dan wanita mana yang akan menjadi istriku jika aku tidak punya hal untuk membuat seorang wanita pun tertarik. Aku mohon jangan pecat aku, aku rela kau memaggil Aluna  berpuluh-puluh kali. Tetapi jangan pecat aku? Kau tengah keliru," imbuh Erick sembari menggoncangkan lengan Oxy.

"Bagaimana aku bisa keliru? Kau sendiri yang secara tidak langsung meminta untuk dipecat.  Bagaimana kau bisa mengatakan aku tengah keliru? Aku tidak akan keliru karena kau sangat mengenal kecerdasanku, bukan?" Oxy menaikkan satu alisnya dan meminta Erick untuk segera sadar.

Erick hanya mengerutkan dahinya. "Maksudmu?"

"Apalagi yang aku maksud? Kau tadi mengatakan, kau tidak punya apapun yang aku punya. Maka disimpulkan, kau tidak punya otak. Lantas, bagaimana perusahaan besar ini dapat mencapai kesuksesan jika yang berlaku sebagai karyawan adalah orang sepertimu?" kekeh Oxy memberikan Erick kejutan.  Erick hanya ternganga lalu menatap Oxy datar.

"Gurauanmu sangat tidak lucu," gumam Erick mengomentari.

"Tentu saja tidak lucu. Karena aku seorang pembisnis hebat bukan pelawak tingkat dewa sepertimu," gumam Oxy menatap Erick dengan tatapan datar.

"Laila telah menunggu satu jam di ruanganmu," gumam Erick lalu berbalik arah masuk ke kantor dan meninggalkan Oxy berdiri menatapnya di parkiran. "Mungkin saja Aluna membentur kepala Oxy di salah satu dinding rumah hingga lelaki kaku itu kini belajar membuat gurauan garing seperti itu."

Oxy hanya tersenyum aneh mendengar gumaman Erick. "Bukan Aluna, tetapi Lidya. Wanita itu telah membuat banyak perubahan padaku."

Oxy melangkah masuk menuju ruangannya. Di depan ruangan tengah berdiri Erick bersama seorang wanita.

"Pak, ini Laila. Laila, dia adalah Oxyvier Lathfierg salah satu pimpinan di perusahaan ini. Selamat melakukan wawancaramu," gumam Erick. Oxy merupakan tipekal orang yang malas mendengar kalimat sambutan seperti itu, ia masuk ke dalam ruangan dan meninggalkan mereka berdua.

Tidak lama Oxy masuk dan duduk dengan rileks sembari menandatangani dokumen yang telah berdemo untuk ditandatangani. Seseorang memecahkan fokusnya dengan mengetuk pintu. "Masuk!"

Pintu sedikit dibuka dan menampilkan Laila, calon sekretaris sekaligus asistennya. Ia berjalan dengan penuh hormat agar ia tidak melakukan kesalahan.

"Silahkan duduk dan berikan berkasmu," gumam Oxy tanpa melirik sedikitpun.

Laila meletakkan berkasnya dan duduk. "Kau diterima."

Laila tercengang hebat mendengar pernyataan itu, bukannya merasa senang. Emosinya naik sampai ke ubun-ubun. Ia telah menunggu sekitar satu jam dan hanya memberikan berkas, ia langsung diterima tanpa sesi wawancara. Lalu untuk apa dia datang?

"Mau apa lagi kau masih ada di sini? Besok kau akan bekerja bukan hari ini. Jadi, keluar dari ruanganku sekarang dan jangan bertanya sedikitpun!" perintah Oxy membuat Laila tersenyum kecut dan mengepalkan tangannya. Ia berbalik tanpa pamit dan keluar dari ruangan.

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang