Thirteen

432 35 1
                                    

"Emang enak banget keknya jadi Bos," gerutu Laila tanpa henti dengan tetap mengulang kalimat tersebut sedari bangun tidur.

"Lo itu kenapa sih?" omel Mila yang telah merasa pusing mendengar ocehan Laila yang tidak berujung.

"Lo tau sendiri, kan? Bos lo yang teramat agung itu gak masuk selama dua hari, lalu dengan baik hatinya Aluna dan atasan gue yang namanya Erick itu memberikan seluruh pekerjaan tuh orang ke gue! Capek gue duduk mulu di kursi!"

"Lo kira gue peduli? Enggak, sedikitpun enggak peduli. Kalo lo capek duduk di kursi lo tinggal duduk di meja ato enggak di lantai. Mudah, kan?" gumam Mila tidak kalah sengit.

"Gue gak mau masuk kerja," gumam Laila dengan menyilangkan tangannya lalu terbaring lagi ke tempat tidur.

"Lo yakin? Gimana kalo Oxy masuk hari ini?" bujuk Mila dengan tersirat.

"Kagak bakalan tuh orang masuk. Dah gue pengen rebahan, nikmati masa-masa remaja gue yang akan berakhir. Dan satu lagi, kalo lo mau keluar tutup pintu karena gue mau tidur," pesan Laila sebelum akhirnya ia menutup rapat matanya.

"Lo beneran yakin mau gak masuk?" tanya Mila sekali lagi. Namun, ia tidak merespon apa-apa. Ia telah terlelap dalam kemalasan yang telah mengakar pada dirinya.

Mila hanya bisa mendengus kesal lalu beranjak untuk bersiap-siap, membangunkan Laila dari tidurnya sama saja seperti membangunkan orang mati, sia-sia.

"Gue pergi ya," pamit Mila lalu mendengus kesal ketika menyadari jika Laila kini tengah bersantai di alam mimpinya.

Tidak butuh waktu banyak bagi Mila untuk sampai ke Lathfierg's Group. Ia duduk bersantai sebentar di mejanya lalu mulai bertarung dengan pekerjaannya yang menumpuk.

***

Oxy dan Aluna kini telah kembali ke rumah mereka. Mereka duduk dan melepas lelah.

"Oxy..." Aluna sedikit melirih dan berhasil membuat lelaki itu menoleh.

"Ada apa?" tanyanya sembari menaikkan satu alisnya.

"Mengapa Lidya melakukan ini semua?"

Oxy sedikit tersentak setelah mendengar pernyataan tersebut. "Apa yang ia lakukan?"

"Membawa perusahaannya ke posisi utama," gumam Aluna berusaha mengingatkan Oxy.

"Kita adalah empat saudara, kita mempunyai banyak persamaan dalam sifat dan sikap. Sayangnya, pemikiran kita yang sedikit berbeda, dan gerak-gerik kita. Jika kau mengetahui keluarga kita berada di dalam posisi terancam, apa yang akan kau lakukan?"

"Tentu saja aku akan menyelesaikannya sendiri, semampu yang aku bisa seperti masalah sebelumnya," jawab Aluna dengan penuh penekanan.

"Itulah yang dilakukan Lidya," cetus Oxy seakan menemukan titik terang.

"Apa yang membuatmu dapat menyimpulkan jika keluarga kita berada di dalam bahaya?" tanya Aluna mencari kebenaran. Ia bertanya lagi, "apakah kau tau sesuatu?"

"Aku tidak tau apapun, tetapi aku yakin kini keluarga kita berada di dalam masalah yang begitu mengancam. Kau ingat gerak-gerik Lidya dengan melakukan sumpah kala itu, kau tidak melihat matanya? Di balik sikapnya yang tenang dalam pergerakan bola matanya ia bersikeras untuk berpikir. Aku tau alasannya meningkatkan kekuasaan yang ia punya, itu semua demi kebaikan kita," terang Oxy dengan sedikit tersenyum kecut.

"Bagaimana jika dia menjadi korban dari permainan ini?"

"Suasananya berbeda. Kini ada Zhiro di sampingnya, lelaki itu tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada Lidya. Kau ingat kejadian kemarin? Ia mendukung Lidya, mereka sama seperti ular dengan terlihat tetap bersikap tenang namun sangat mematikan. Seketika aku merasa iri dengan keharmonisan mereka yang tetap terjaga walaupun termakan waktu, suasana yang mencekam seperti biasanya. Mereka tidak seperti Gio dan Lulu yang berada dalam dua jalur yang berbeda," gumam Oxy seraya menghela nafasnya sedikit.

"Zhiro...." Aluna langsung menutup mulutnya dan tertawa kecil. Oxy hanya mengerenyitkan dahinya.

"Sepertinya aku akan memeriksakan kesehatanmu di rumah sakit jiwa."

Dering telepon berbunyi memecahkan kekehan Aluna. "Dari siapa?"

"Dari Zhiro," gumam Oxy lalu menekan opsi terima.

"Aktifkan speakernya, aku ingin mendengar percakapan kalian," pinta Aluna sangat bersemangat. Aluna beranjak untuk duduk mendekat Oxy.

"Halo, mengapa kau meneleponku? Apakah ada masalah di sana?"

"Masalah? Kau yang telah membuat masalahku di sini."

"Maksudmu?"

"Kau yang mengajar Lidya menyetir mobil, kan?"

"Tentu saja."

"Dan kau sangat menyusahkanku...."

"Aku menyusahkanmu?" suara Lidya menyahut ucapan Zhiro.

"Tentu.."

"Maaf... Aku tidak berniat untuk menyusahkanmu, aku hanya ingin menyetir. Tidak apa-apa jika kau tidak mengizinkanku.."

"Aku mengizinkanmu, tetapi hanya sebentar, kau mau? Aku tidak ingin membuatmu celaka."

"Mau...."

Oxy dan Aluna hanya bertugas mendengar percakapan mereka berdua yang terkesan manja. Lidya memang menjadi lebih lembut ketika hanya berdua dengan Zhiro, Aluna sangat mengetahui hal itu.

"Aku tidak dibayar untuk mendengar percakapan kalian. Lalu, jangan buat adikku bersedih di sana."

"Aku suaminya, mau apa kau? Jikapun aku membunuhnya, itu hakku." Oxy hanya membelalakkan mata mendengar jawaban Zhiro.

"Apa-apaan ini?!" murka Oxy tidak terima.

Aluna menyambungkan telepon ke Zhiro. "Hukuman yang tepat Kak Zhir...."

Oxy hanya melirik malas ketika ia mengetahui jika adiknya bekerja sama dengan lelaki itu. "Aku akan ke kantor."

"Aku ikut, aku libur sekolah hari ini," pinta Aluna langsung berlari ke mobil Oxy dengan semangat. Oxy menyunggingkan senyumnya.

"Keluarga yang indah," gumam Oxy lalu beranjak ke mobilnya dan bergerak ke Lathfierg's Group.

"Oxy, 3 jam lagi ada rapat penting bersama Devan," gumam Erick ketika masuk ke ruangan Oxy. Erick sedikit tersentak ketika melihat Aluna duduk di sofa dan menatap tajam dirinya.

"Devan? Devan Aryanartha?" tanya Oxy lagi.

"Bagaimana presentasi telah disiapkan?" tanya Oxy menambahkan.

"Semuanya telah aku serahkan kepada Laila, coba kau cek di komputernya."

"Siapa kau berani memerintah kakakku?" tanya Aluna dengan ketus. Erick hanya menggeleng dan memalingkan wajahnya.

Erick sadar jika di kondisi ini ada Aluna di samping Oxy, gadis itu tidak akan pernah terima. Erick mengecek pekerjaan Laila, ia sedikit membelalakkan mata. Tentu saja, Oxy melihatnya. "Ada apa?"

"Pekerjaannya belum selesai," gumam Erick dengan nada gemetar.

"Apa-apaan ini!" Oxy menggebrak dinding membuat sebuah lukisan abstrak terjatuh.

"Di mana dia?! Cepat suruh Mila ke sini!" sarkas Oxy.

"Tidak perlu! Erick yang ke tempat Mila! Dalam hitungan ke-20 kau harus kembali ke sini... Satu..."

Erick langsung ke luar dari ruangan dengan tergesa-gesa. Aluna langsung menghubungi staff pembersih. "Pinta seseorang untuk membersihkan serpihan kaca di ruangan Oxy, Aluna Lathfierg."

Aluna mengecek pekerjaan Laila, ia hanya mengerjakan tidak sampai setengah dari pekerjaannya. Ia menghela nafasnya kasar.

Erick telah kembali ke ruangan. "Dia tidak masuk hari ini!"

Oxy menjadi tambah murka. "Suruh dia masuk ke kantor!"

"Tidak perlu, aku ada di sini. Aku yang akan menangani situasi ini dan aku yang akan pergi rapat bersamamu. Urusan Laila kita urus nanti, waktu tiga jam cukup bagiku untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Dan kau Erick! Kau harus membantuku, kesalahan ini kau juga yang harus menanggungnya!"

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang