Twenty Three

376 33 0
                                    

Oxy memasuki kamar tamu. Ia melihat wanita itu kini tengah terbaring menantikan mimpi indahnya yang akan datang walaupun itu sangat sulit. Ia menarik kursi kecil lalu duduk di dekat sisi tempat tidurnya.

Ia memandang dengan lekat wajah wanita itu, sedikit membiru di sudut bibirnya. Ia memilih memejamkan mata, berharap ia tidak apa-apa. Walaupun pada kenyataannya dalam hati wanita itu kini tengah hancur berkeping-keping.

Ia beralih menuju sofa yang sengaja diletakkan di kamar tidur tersebut. Tubuhnya benar-benar istirahat di rumah megah tanpa suara manusia ini.

Menghentikan Aluna ataupun Lidya sama saja menghentikan gerak planet pada orbitnya sendiri. Mengeluarkan kedua wanita itu dari gadis edarnya sama saja membuat planet bertabrakan. Mereka mempunyai garis edar sendiri yang berbeda, dengan ribuan meteor yang menghujani.

Kepala Laila menoleh ke kanan dan ke kiri dengan cepat. Ia langsung terduduk dengan wajah yang pucat. Oxy berdiri dengan refleks.

"Tenang, kau telah aman..." Hanya kalimat seperti itu yang mampu Oxy ucapkan. Tidak ada tempat yang aman jika hati telah terusik.

"Aku takut...." gemetar merasuki Laila. Mungkin hanya kata itu yang tersisa.

Ia memperhatikan dirinya sendiri, kini berbeda di atas tempat tidur dan kamar yang luas seperti satu kontrakan yang ia tempati.

"Apa yang telah kau lakukan?" tanya Laila dengan tatapan sinis sekaligus mengintimidasi.

Oxy mengerenyitkan dahinya. "Aku menyelamatkanmu dan membawamu ke sini. Kau terlelap dan Aluna yang mengganti pakaianmu yang robek. Kau pikir aku akan melakukan itu? Aku bukan lelaki yang buruk."

Laila mengangguk paham, ia langsung memeluk Oxy tanpa izin darinya, terkesan agresif. Oxy hanya tersentak kaget tanpa memberikan perlawanan ataupun penolakan untuk pelukan itu. Ia hanya diam.

"Terima kasih, jika kau tidak ada kala itu. Maka, bagaimana nasibku kelak akupun tidak ingin membayangkannya," gumam Laila terkesan bahagia.

Oxy hanya menyiratkan senyum kecilnya. "Beristirahatlah, besok akan menjadi hari yang melelahkan."

Perlahan Laila melepas pelukannya. Ia hanya tersenyum seakan menyadari jika tingkahnya terlalu bodoh. Oxy beranjak pergi ke luar kamar dan beranjak ke kamarnya.

***

Matahari kini tersenyum riang dan menebarkan hangatnya kebahagiaan. Oxy bergegas untuk melakukan pertemuannya.

Ia menuruni tangga dan mendapati Laila tengah melihat-lihat foto-foto yang tengah terpajang. "Dari mana kau mendapatkan pakaian itu?"

"Aluna yang memberikannya kepadaku. Boleh aku tanya sesuatu?"

Oxy hanya mengangguk dan membawa tasnya. "Di mana foto Lidya? Di sini hanya terpampang wajahmu dan Aluna."

Oxy memutar bola matanya. "Berjajar di lantai atas."

"Bolehkah aku melihatnya?" tanya Laila terkesan riang. Ia begitu bersemangat untuk melihat salah satu pimpinannya yang terkesan penuh misteri.

"Tidak perlu, kita tidak punya banyak waktu." Oxy langsung meninggalkan Laila yang kini memilih untuk merasa kesal.

Apa salah hanya membuang waktu semenit untuk melihat potret pimpinannya? Tidak adil! Dalam satu perusahaan hanya dia yang tidak mengetahui wajah Lidya Vanessa Lathfierg Groye.

"Kau mau ikut aku atau memilih untuk jalan kaki?" teriak Oxy dari luar. Laila hanya bergerak keluar dengan tatapan datar, menatap bosnya dengan malas.

"Di mana Aluna?" gumam Oxy memperhatikan mobil Lykan milik adiknya tidak terpakir di sebelah mobilnya.

"Aku tidak tau, dia pergi begitu saja setelah memberikan pakaian ini," jawab Laila dengan malas.

"Memang kau tidak punya pengetahuan sedikitpun," gumam Oxy tanpa dosa. Laila hanya bisa berdecak kesal dan mengumpatinya.

"Apa yang terjadi saat ini? Aku hanya Laila bukan professor yang mengerti semuanya. Lagipula berdebat dengan bos seperti ini tidak ada gunanya sedikitpun," oceh Laila tanpa mempedulikan suaranya akan terdengar oleh Oxy.

***

Mobil itu kini telah sampai di Lathfierg's Group. Ia dan Laila memasuki perusahaan hingga menyita perhatian para karyawan. Tidak biasanya mereka datang bersama.

"Semuanya telah menunggu di ruangan," gumam Erick dengan singkat lalu berlalu keluar perusahaan tanpa dosa.

Laila dan Oxy bergerak ke lift. Namun seorang satpam langsung menghadangnya. "Maaf Pak Oxy, Lift sedang mengalami kerusakan dan kini tengah diperbaiki. Bapak bisa melewati tangga darurat," saran satpam tersebut.

"Rusak?"

"Iya pak," jawab satpam tersebut dengan tegas.

Tidak ada pilihan lain yang bisa Oxy ambil kini. Jika ia terlambat, sama saja reputasinya akan turun.

Ia dan Laila menaiki tangga darurat hingga ia sampai di depan ruang rapat namun ruangan itu terkunci.

"Apa-apaan ini?" kesal Oxy dengan keadaan yang menimpanya.

"Aku lupa memberitahumu jika ruangan dipindahkan ke ruangan Gioza. Peserta rapat kali ini lebih banyak dan kau tenang saja, ruangan itu telah dimodifikasi," gumam Erick yang berlalu di belakang Oxy. Oxy hanya menatap punggung Erick dengan datar, lama-kelamaan lelaki ini tidak menampilkan rasa hormatnya lagi.

"Mungkin kau yang tidak punya pengetahuan sama sekali," bisik Laila menyerang Oxy balik. Oxy tidak menghiraukannya.

Pintu terbuka dan menampilkan wajah yang tidak asing lagi di mata Oxy. Ada Lulu, Gio, Aluna, dan Cakra.

"Bagaimana kabarmu?" sambut Cakra sembari berdiri menyalami pemilik perusahaan yang telah ia tunggu.

"Seperti biasanya. Dan kau? Lama tidak berjumpa setelah pernikahan Lidya," gumam Oxy. Sama seperti Oxy dan Zhiro yang berteman baik, Oxy juga berteman baik dengan Cakra. Setidaknya, masa kecil mereka bertiga saling mengetahui.

"Tentu saja."

"Mengapa aku tidak melihatmu di pesta milik Daiva?" tanya Oxy sedikit menginterogasi.

"Aku ingin datang ke sana, tetapi hari itu bertepatan dengan wisuda S2ku. Itu pilihan yang teramat berat, tetapi dengan senang hati Gio mengundang seluruh anggota The~D untuk datang," gumam Cakra dengan berseri-seri.

"Apakah Lidya akan datang?" harap Oxy lagi. Cakra sedikit menundukkan kepalanya.

"Untuk sepasang suami istri itu, aku sedikit tidak yakin. Terlalu sulit menghubungi mereka," gumam Cakra sedikit menyesal.

"Minum-minum.. Siapa yang memesan minum?" pintu terbuka dan menampilkan Rudi dan Dimas membawa satu box minuman.

"Kalian?" heran Oxy dengan kedatangan mereka berdua. Mereka tidak hanya membawa satu kotak minuman, tetapi lebih dari itu. Mereka telah menyiapkan segalanya.

Mereka masuk satu persatu meletakkan kotak itu. Oxy menatap Erick dengan datar. "Ini yang kau sebut pertemuan?"

"Tentu saja, pertemuan sekaligus nostalgia," jawab Erick dengan sangat enteng.

"Baiklah. Laila perkenalkan ini Cakra, dia salah satu dokter terkemuka di kota ini. Ini Dimas, pasti kau telah mengetahuinya. Dan ini Rudi, pria yang membantu kita tadi malam," ujar Oxy sembari menunjuk mereka satu persatu.

Laila berdecak kagum dengan ketampanan dokter itu, ia berandai jika mempunyai pasangan seperti Itu. Memakan obat setiap hari pun dia rela.

Oxy berbalik membelakangi mereka semua. "Ini tidak bisa dikatakan nostalgia, pertemuan ini tidak lengkap."

Semuanya berbalik menatap Oxy rasanya lelaki itu berubah menjadi sendu di setiap harinya.

Matanya tertutup oleh kain hitam. "Pilih kenanganmu, hartamu, nyawamu atau aku?"

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang