Fourty Five

282 32 9
                                    

Dengan pergerakan Oxy yang tiba-tiba, Rivan yang menahan lehernya pun terlepas dan sedikit terpental di belakang.

Laila membuka sesuatu dan asap pun menyebar dari benda itu. "Ayo kita pergi.

Mereka langsung menghindar dari Rivan dan Gino yang menyergap mereka. Rasanya mudah bagi seorang panglima untuk melawan mereka, namun melawan pasukan yang bersenjata hanya menghantarkan nyawa.

Mereka tiba dan sebuah mobil telah terparkir di tepi jalan itu. "Kita naik itu," tunjuk Laila dengan cepat. Mereka berlarian ke arah mobil dan membuka pintu.

Ada seseorang yang duduk di salah satu kursi dan langsung meninggalkan secarik kertas. Ia tetap menunduk sampai ia memutuskan untuk turun dengan pintu yang lain dan berjalan ke arah hutan. Dengan cepat Gio mengambil kertas itu.

'Jaga diri kalian dengan baik. Kita akan saling menjaga.'

Dengan cepat Aluna mengambil alih kemudi, kemampuan mengemudinya yang dapat dikatakan 'gila' sangat dibutuhkan kali ini.

"Ke mana kita?" tanya Aluna sembari mengawasi sekirarnya dengan was-was.

"Lurus saja," jawab Laila lalu menghela nafas kasar.

"Apa yang kau lakukan? Kemarin saja kau membantu lalu menjadi pengkhianat dan sekarang kau ada di sini hanya untuk mengkhianati kami lagi? Dan Lidya, aku tidak menyangka wanita itu mengorbankan nyawa keluarganya sendiri," omel Lulu tanpa arah. Ia begitu frustasi sembari memegangi kepalanya yang terasa sakit.

"Gio, bisakah kau kendalikan istrimu itu?! Jika tidak aku akan menabrakkan mobil ini dan kita akan mati bersama! Aku benar-benar tidak suka jika kakakku disudutkan," ancam Aluna dengan gemuruh emosi yang dalam. Terlalu sulit untuk mensikronkam indera dengan hati saat ini.

"Memang itu kenyataannya, aku sangat yakin jika hal ini telah direncanakan oleh Lidya dari dulu dan memakai topeng pahlawannya hanya untuk menjebak kita," desis Lulu terdengar sinis.

"Kau punya telinga yang baik?! Sudah aku katakan diamlah dan jangan pernah menyudutkan kakakku!" sergah Aluna dengan tatapan mengintai yang tajam.

"Aluna benar," hela Laila yang sedari tadi diam dan merilekskan tubuhnya. Lulu menatap tajam ke arah Laila yang keluar dari kebungkamannya.

"Apa maksudmu? Kau sedari tadi diam dan kau langsung membenarkan Aluna walaupun kau tau secara tidak langsung kau menyalahkanku!" murka Lulu. Matanya berkedut dan mengepalkan tangannya.

"Apapun sifatmu aku menyukaimu, Laila!" riang Aluna setelah mendapatkan pembelaan. Baginya, ia tidak terlalu mempedulikan siapa yang telah mengkhianatinya. Pentingnya ia masih tetap bernafas walaupun jika kenyataan pahit bahwa dalang dari semua ini adalah kakaknya sendiri.

"Sebenarnya dulu aku hanya memahami jika kau itu wanita yang polos. Namun, aku sadar jika polos dan bodoh hampir tidak ada bedanya," hela Laila sembari melipat kedua tangannya dan menghela nafas.

"Apa?!"

Gio hampir saja menutup telinganya jika saja dia tidak mengerti kemarahan Lulu yang akan berbalik kepadanya.

"Berhenti mengikuti pembicaraan kami, kau tetaplah pengkhianat!" desis Oxy terdengar mengancam.

"Memang itulah kenyataannya," hela Laila memutar bola matanya.

"Aluna, jangan perlambat gerak mobil ini," ingat Laila ketika Aluna kini tengah memperlambat percepatan dan memfokuskan telinganya untuk mendengar.

"Baiklah."

"Apa maksudmu?" tanya Oxy yang mulai mengabaikan perasaannya dan lebih mempedulikan kebenaran yang tidak bisa dia lihat.

"Pengkhianat itu adalah Rivano," gumam Laila sembari menatap ke luar mobil. Pepohonan semakin tumbuh dengan jarak yang sedikit lebar.

"Rivano pernah menjadi anggota dari pasukan Lidya. Akupun juga namun aku menyamar seperti karyawan biasa di perusahaan yang dikelola oleh Dimas dan Restu. Namun, aku juga aktif bekerja di suatu toko Laundry. Tentu saja aku mengenal Lidya dan mengetahui asal usulnya. Aku memang bermusuhan dengan Gino dan suatu saat tanpa sengaja aku bertemu dengan Rivan. Ia mengancamku dan untuk menjadi mata-matanya namun aku menolak hingga orang tuaku terbunuh. Aku mendiskusikan ini dengan Lidya dan Zhiro lalu kedua orang sebagai kaki tangan mereka. Mereka mengamanatiku menjadi mata-mata, jika mereka mengatakan telah mengirimkan mata-mata maka akulah orang itu. Aku sangat yakin, kalian tidak mengetahui tujuan mereka berdua atas kekuasaan yang mereka miliki? Tentu kalian tidak mengetahuinya," jelas Laila namun srdikit terjeda. Dia mengambil nafasnya.

"Tujuan yang tidak pernah terbesit di pikiran kalian, sayang mereka memintaku agar tetap merahasiakannya dari siapapun termasuk kalian. Aku terpaksa juga menjadi mata-mata bagi Gino, dia juga memaksa Mila untuk menerimaku dan menghantarku kepada Lidya. Aku terpaksa dengan begitu polosnya tidak mengenal Lidya sebab aku diintai dari jauh, aku berkomunikasi hanya dengan melewati chat," jelas Laila sembari menghela nafasnya. Matanya menjadi sendu.

"Lalu kejadian di proyek itu?" tanya Oxy menyela.

"Itu benar-benar di luar dugaanku," hela Laila sembari tersenyum miris.

"Bagaimana dengan kejadian kemarin?"

"Aku harus mengubah rencana dengan cepat agar keselamatan Lidya dan kalian aman. Namun, sepasang gelang peledak terikat pada lengan Zhiro dan Lidya yang akan meledak kapanpun ketika mereka mengkhianati Gino, karena itulah mereka terlihat seperti tadi," jelas Laila. Ia begitu sadar jika dia harus mendapatkan ribuan pertanyaan.

"Lalu bagaimana dengan nasib adikku?" tanya Gio yang mulai berbicara dengan nada khawatir.

"Jalan yang mereka ambil kali ini ialah jalan yang berbahaya. Mereka ingin membakar gudang itu dan alasan itulah yang menghantarku membawa kalian pergi. Aku yakin mereka kini tengah bertaruh nyawa," hela Laila lagi. Ia harus terbiasa menghela, rasanya teramat sesak ketika ia tidak dapat berbuat apapun.

"Lelaki tadi?" tanya Aluna tanpa memperlambat sedikitpun percepatannya.

"Dimas, Radimas de Groye. Dia dan Restu telah datang tentunya atas permintaan Zhiro dan Lidya. Aku dengar mereka mengerahkan segala pasukan dan tambahan dari pasukan Arman," jelas Laila dengan penuh penekanan.

"Ada mobil dari depan, itu mobil Arman," ungkap Laila sembari menunjuk mobil yang datang dari arah yang berlawanan.

"Sial! Ada mobil yang mengintai dari belakang," lapor Aluna sembari melihat kaca spionnya.

"Aluna! Buka kaca jendelamu!" Tanpa membantah, Aluna langsung membuka kaca jendelanya.

Mobil itu diisi oleh Lidya dan Zhiro, hal itulah yang terlihat kala mobil itu membuka kaca jendelanya. Mobil itu sedikit memepet.

Lidya menoleh, wajahnya penuh luka dan  lehernya sedikit terbuka karena sebuah bilahan benda tajam.

"Kakak..."

Dengan tangan gemetar Lidya memberikan sebuah map lalu melemparnya sedikit. Lidya tersenyum singkat dengan darah yang menetes, ia melambaikan tangan. "Selamat tinggal dan percepat mobilnya."

Mobil Zhiro tiba-tiba terhenti dan sebuah mobil menabrakkan diri ke mobil Zhiro hingga mobil itu melesat jatuh ke jurang.

"Kakak!!"

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang