Thirty Five

339 33 2
                                    

Oxy hanya tersenyum kecut menerima kenyataan yang ia dapat. "Apakah aku seburuk itu?"
"Ya, kau terlalu buruk karena kau mencintai gadis sepertiku," lirih Laila yang bimbang terhadap perasaannya sendiri.

"Apa yang salah dengan dirimu? Kau berbeda. Kau bisa menerimaku dan keluargaku. Lidya, Aluna, Zhiro dan Gio benar-benar membuat orang lain menyeganiku. Dan kau? Kau bersikap biasa saja walaupun kau tau jika aku adalah pimpinanmu di perusahaan ini. Sepertinya aku memang lelaki yang buruk." Oxy tidak mempunyai kalimat lain yang mengungkapkan kesedihannya.

"Tidak Pak," cegah Laila langsung. Ia tidak ingin lelaki itu berhasil bersedih di hadapannya.

"Lalu?" Oxy menatap Laila yang kembali merunduk. "Mengapa kau harus merunduk setiap kali aku mengatakan sesuatu kini?"

"Aku... Mencintaimu," jelas Laila yang membuat Oxy berhasil mengembangkan senyumannya.

"Tapi aku.. aku bukan wanita yang pantas untuk menjadi kekasihmu," gumam Laila dengan lirih.

"Jika tidak pantas untuk menjadi kekasihku maka aku ingin memintamu untuk menjadi istriku," ucap Oxy dengan senyum yang teramat riang.

Mata Laila melotot lebar, ia menatap Oxy seakan ingin menelannya mentah-mentah.

Oxy hanya terkekeh mendapati sikap Laila, "Masih ingin menolak?"

Laila merunduk dan menyembunyikan senyumnya. Ia terlihat bahagia. Oxy kembali memegang dagu Laila. "Jangan menunduk, tunjukkan senyum manismu itu kepadaku."

"Bagaimana calon adek ipar?" gumam Lulu sembari masuk ke dalam ruangan. Oxy melirik Zhiro yang berada di belakang Lulu.

"Mengapa kau menatapku seperti itu? Dia memaksaku," gumam Zhiro tanpa rasa bersalah.

Tidak lama setelah itu, Gio berlari masuk menyusul Lulu.  "Kau?"

Langkah Gio kemudian terhenti dengan melirik Zhiro.  "Ada apa?"

"Kau di sini? Bagaimana dengan istriku? Bukankah dia bersamamu?" selidik Zhiro dengan lengkap.

"Istrimu? Aku telah membujuknya untuk ikut namun dia masih berlatih pedang dengan Restu lagipula aku lihat mereka semua menjaga Lidya dan para The~D tadi baru sampai ke rumah Oxy," gumam Gio menjelaskan.

"Aku... Aku harus mencari untuk bahan persentasi kita nanti," ujar Laila sembari duduk di kursinya dan mulai menatap layar laptopnya. Rasa malu mulai menghantam wajahnya.

"Kau dan istrimu mengacaukannya," ujar Oxy berdecak kesal tepat di telinga Gio.

"Apa yang tadi kau katakan? The~D datang ke rumah? Dalam agenda apa? Aku tidak mendapat kabar apapun dan Lidya tidak mengatakan apapun," gumam Zhiro dengan berbagai pertanyaan.

"Aku juga tidak tau. Mereka sepertinya datang dengan tergesa-gesa. Aku juga dengar mereka sampai membatalkan acara yang akan mereka adakan hari ini di Air Intan. Aku rasa semuanya berkumpul termasuk Carla, lengkap kecuali kau," jelas Gio dengan raut wajah yang serius.

"Lalu Lidya? Mengapa kau tidak ikut mengajaknya? Dia tengah hamil dan bagaimana jika kejadian malam itu terulang lagi?" decak Zhiro sedikit kesal. Rasa gelisah menyelimuti hati Zhiro.

Gio sedikit merasa bersalah, Lulu mengelus pundak Gio ketika air muka suaminya telah sedikit berubah. "Tadi aku telah mengajaknya tetapi ia menolaknya. Dia mengatakan ingin beristirahat di rumah, aku tidak berhak memaksanya."

Zhiro memegang dahinya, ia mencemaskan keadaan Lidya. "Dan Cakra? Lelaki itu benar-benar."

Zhiro merogoh handphonenya dan menelepon seseorang. "Halo..."

"Maaf Pak, para tamu kita telah menunggu," ujar Erick yang datang tiba-tiba dan mendapat tatapan tajam Zhiro. Erick hanya menunduk dan tidak berani membantah.

"Tak bisa kah suruh mereka menunggu," protes Zhiro. Ia harus memutuskan panggilannya bersama Cakra, ia sangat paham jika istrinya tidak memegang handphone dan meninggalkan benda itu di kamar.

"Mereka mengatakan jika kalian tidak datang maka perjanjian akan dibatalkan," ujar Erick menegaskan. Ia sangat memperhatikan kalimatnya, sebuah ancaman jika Zhiro berada dalam amarah.

"Sialan!" umpat Zhiro lalu bergerak menuju ruang rapat.

"Kami akan menyusul," gumam Oxy memerintahkan Erick untuk segera meninggalkan ruangan.

"Harusnya aku menjadi kakak yang baik," lirih Gio sedikit lemah dengan hati yang berkecamuk.

"Jangan bersedih. Lidya paham," gumam Lulu lalu memberikan senyuman terindah yang ia punya.

"Kalian mau ikut?" tawar Oxy. Bagaimanapun Gio juga pimpinan di perusahaan ini, walaupun ia seringkali tidak bertindak andil dalam keputusan apapun yang terjadi.

"Kami akan menunggu di sini," gumam Gio menolak dengan halus lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa diikuti oleh Lulu.

Laila dan Oxy bergerak meninggalkan ruangan dan menuju ruang rapat.

***

Zhiro kini bukanlah tengah menjadi pimpinan di Lathfierg's Group tapi ia kini sebagai tamu rapat yang memimpin LathGroye dan Mastu Group.

"Sampai di mana rapat kita kemarin?" tanya Oxy mengawali pembicaraan.

"Sampai..."

Tiba-tiba asap mengebul dan mengaburkan mata mereka lalu pandanganpun menjadi gelap.

Zhiro mengerjapkan matanya dan kini ia tengah terikat bersama Oxy dan yang lainnya serta para karyawan dan satpam.

Ia menatap ke seseorang yang tengah memakai penutup muka dan tudung jaket, ia tengah menengadahkan samurai menantang langit.

"Apa-apaan ini? Mengapa kau mengikat seluruh karyawanku," protes Oxy dengan begitu murka.

"Untuk memberikan mereka kesempatan untuk melihat para pimpinannya akan mati hari ini," desisnya dengan pelan. Seseorang datang dari belakang dan menatap Zhiro dengan sinis.

"Dan satu lagi, Lidya? Wanita itu kini hampir tiba di sini. Kau memang lelaki yang beruntung karena mendapatkan istri yang penurut seperti itu. Kau tau? Mereka menjamin nyawanya demi nyawamu," gumamnya dengan menunjuk Zhiro dengan miris.

Mata Zhiro melotot lebar. "Kau jangan berharap bisa mencelakai Lidya! Kau akan berhadapan denganku! Dan kau akan menyesal sampai kematianmu! Buka ikatanku dan lawan aku saja! Siksa aku jangan siksa istriku!" racau Zhiro kehabisan jalan keluar ia sangat mencemaskan keadaan istrinya.

"Tenanglah, kau akan mendapatkan giliran dan lagipula aku tidak akan melukai istrimu terlebih dahulu melainkan calon anakmu," sinis lelaki itu.

"Jangan!" teriak Zhiro penuh pilu.

"Lepaskan mereka!" teriak seorang wanita. Hal yang ditakuti Zhiro benar-benar terjadi, suara wanita itu mirip Lidya dan samurai yang ia genggam adalah samurai Lidya dan cat rambutnya yang tergerai benar-benar milik Lidya.

"Pergi dari sini! Ini jebakan!" teriak Zhiro penuh pilu.

Kabut menyerbak menutup tabir pandang Zhiro kepada Lidya. "Lidya!" teriaknya terdengar memilukan ketika para musuhnya mulai menyergap dan mengikat Lidya bersama pasukannya.

"Lihat! Kalian akan melihat pimpinan agung kalian akan lenyap hari ini! Lidya Vanessa Lathfierg Groye akan lenyap di tanganku! Lidya akan mati di dalam tudung jaketnya, mungkin itu penghormatan terbaik," kekeh lelaki itu.

"Tidak!!''

"Lepaskan aku!" berontak Lidya dengan segala kekuatan.

"Diamlah! Atau kau akan melihat suamimu akan mati sebelum dirimu!"

Lidya mulai melemas, Lelaki itu mencekiknya dengan kuat dan membuat tubuh Lidya tiba-tiba ambruk. Ia menaruh telunjuknya di depan hidung Lidya dan hembusan nafas tidak ada lagi. Lelaki itu berada dalam kebahagiaannya, ia tertawa dengan kejam.

"Kisah cinta Lidya dan Zhiro telah berakhir."

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang