Thirty Six

346 33 4
                                    

Air mata Zhiro mengalir deras menatap kepergian istri dan anaknya. Gio dan Oxy hanya menatapnya dengan kaku. Betapa hancurnya perasaan Zhiro kini.

"Kalian... Kalian akan menerima karma dari semua ini!" ancam Zhiro dengan meronta untuk menggapai istrinya.

"Lihat, lelaki ini mengamuk," kekeh lelaki itu.

Sekumpulan asap mengebul. "Apa-apaan ini!" makinya dengan sesuka hati.

"Maaf bos, ada kebocoran, tapi tenang obat bius tidak disebar," sahut salah satu dari pasukan mereka. Mereka membuat asap beserta obat bius bercampur menjadi satu.

"Bagaimana?" tanya lelaki itu dengan raut wajah yang sombong.

"Kau akan mati!" sergah Zhiro lagi. Air matanya berlinang jernih terjejak pada bumi.

"Aku atau kau? Baiklah aku akan memberikanmu kesempatan untuk mencoba menghabisiku. Tetapi.... Bakar jasad Lidya!"

Oxy dan Gio begencar untuk melepas ikatan namun ikatannya sangat kuat. Sedangkan Zhiro tengah membabi buta, ia meronta dengan segala arah.

Laila menyaksikan kisah cinta yang baginya rumit untuk ia jalankan. Setiap kali mereka saling menjaga. Lalu akan jadi apa dia? Seseorang yang selalu dilindungi oleh Oxy.

Mereka menutup jasad Lidya dengan dedaunan kering lalu menyiramnya dengan suatu cairan. Api pun tersulut dan berkobar.

"Lidya!!"

"Kau akan mati dalam kesengsaraan Zhiro!" kekeh lelaki yang lainnya dengan sangat lantang.

"Lidya?" gumam Farhan dengan berjalan gontai. Ia menatap kobaran api dengan sangat tajam.

"Berani-beraninya kau..." Al mengacungkan samurai yang ia bawa. Jauh lebih pendek namun ujungnya meruncing.

"Kau yang akan mati," susul Bobby, Pandu, El, dan Aditya.

"Zhiro!" teriak Restu yang baru saja datang. Farhan dan lainnya menyerang dengan membawa sebagian pasukan Lidya yang berada di depan.

Restu dan Dimas membuka ikatan Zhiro dan para karyawan. Mereka memberikan komando kepada para karyawan untuk segera meninggalkan lokasi dan membuka jalan.

Zhiro mendekati jasad Lidya yang terbakar, semuanya telah habis beserta kayu yang mereka timpa secara perlahan. Ia hanya melihat senjata yang bisa Lidya pakai masih saja utuh. Hanya itu yang tersisa.

Oxy dan Gio berlari mendekati Zhiro, namun hal yang teramat sakit tertancap pada hati mereka. "Lidya..."

Zhiro duduk bersimpuh, tubuhnya melemas secara tiba-tiba. Ia menatap abu pembakaran Lidya, tidak seharusnya ia diperlakukan seperti ini. Tangannya yang biasa ia genggam kini telah hilang.

"Lidya... Sayangku, tunggu aku...." Zhiro langsung berdiri dan mengambil samurai Lidya lalu menyerang mereka dengan membabi buta. Pasukan musuh itu terpukul mundur.

"Kumpulkan abu Lidya, besok kita akan menguburnya," sesak Oxy mengatakan hal itu. Seharusnya ia akan mendengar ledekan dari Lidya atas kelakuannya hari ini dengan menyatakan cinta, tentu saja Zhiro akan memberitahukan hal itu kepada istrinya. Namun kata seharusnya hanya tinggal seharusnya.

"Pasukanku akan mengantarmu," ujar Restu ketika menangkap sosok Laila berada di antara mereka. Laila hanya mengangguk pasrah dan Mila telah meninggalkannya.

"Kita pulang?" tawar Restu kepada Zhiro. Zhiro masih memeluk samurai Lidya. "Tunggu aku sayang, kita tidak akan tinggal dengan perbedaan dunia sekalipun."

Gio dan Oxy hanya menatap tanah bekas pembakaran Lidya. Lulu mendekati suaminya setelah mendapatkan penjagaan ketat, Lulu memeluk kuat suaminya agar pilunya berkurang. Sedangkan Oxy hanya memeluk sengatan matahari yang mulai membakar hatinya.

***

Zhiro menatap jalanan. Pandangannya kosong, ia telah dihukum tanpa tau sebabnya. Mereka tidak pernah menganggu sebelum mengganggu, mengapa tidak dia saja yang hilang? Yang lenyap dari permukaan bumi? Namun pasti itu jauh lebih pahit ketika mendengar tangisan Lidya di segala penjuru. Tidak, itu jauh lebih baik, ia bisa mendengar suara lembut Lidya yang menangisinya. Kini ia hanya menyimpan bayangan, kenangan lembut yang telah mereka buat.

Sebuah tekad mengobar dalam semangatnya, namun ia tidak bersemangat lagi. Asanya telah patah. "Kapan kau akan menguburku?"

Jantung Restu berdecak kencang ketika mendengar pertanyaan dari Zhiro. "Mengapa kau berkata seperti itu?"

"Kau tidak sedih? Aku mengerti Lidya bukan istrimu," gumam Zhiro sembari menyandarkan kepalanya. Ia meneteskan air mata, mobil ini seakan sesak dengan kenangan.

"Baru saja hampir satu tahun kami menikah, hampir. Belum sempat aku mendengar suara tangisan anakku dan baru saja kemarin aku menghadapi amarah dari Lidya sekarang amarah itu takkan mungkin muncul. Rapat sialan! Harusnya aku mengajak Lidya tadi tapi itu sia-sia, harusnya aku tetap di rumah dan menjaganya. Jika saja Oxy yang tertangkap, aku akan mengunci kamarku dan mengurung Lidya. Istriku memang sempurna, lalu bagaimana denganku? Yang masih bisa bernafas karena nyawa istriku," lirih Zhiro seakan menghembuskan kesedihannya.

Restu tidak menanggapi apapun, ia tidak ingin kesedihan Zhiro semakin membuatnya bersikukuh untuk meninggalkan dunia dengan cepat.

Sementara itu, Lulu harus mengambil alih mobil Gio. Lelaki itu kini terjerat dalam masa yang begitu terpuruk, ia tidak ingin mereka semua juga lenyap karena pikiran Gio terganggu.

"Aku bodoh!" harusnya aku menjaga Lidya dengan benar seperti yang dikatakan Zhiro. Aku harusnya menjaganya bukan menawarimu untuk melihat aksi Oxy. Wanita itu... Dia meninggalkan kita," ujar Gio terasa pahit. Ia seperti seseorang yang menghempaskan Lidya dalam kematian yang ia alami kini.

"Ini bukan salahmu, semua takdir telah digariskan dan tergantung bagaimana kita menyikapinya." Hanya kalimat itu yang bisa ia katakan.

"Tetapi itu semua tidak akan terjadi jika saja aku becus menjaga adikku sendiri!" kilah Gio tetap berkobar. Ia merasa kejadian hari ini terjadi karena dirinya sendiri.

Lulu membelokkan mobilnya masuk ke dalam rumah Lathfierg. Ia melihat ke sekelilingnya, para manusia yang menjelma sebagai pasukan Lidya kini tengah murung.

Mereka turun secara bergantian. Zhiro berjalan setengah lemah, ia menatap redup pada dunia.

Mereka memasuki rumah dan duduk di sembarang tepat, mereka meneteskan air matanya lagi. Zhiro melewati masa itu, ia menaiki tangga dan memasuki kamarnya. Ia mengambil sebuah foto pernikahannya yang berukuran besar dipajang di dalam kamarnya.

Ia memeluk erat potret Lidya dan berusaha menyentuhnya namun ia tau kulit mereka tidak dapat bersentuhan lagi.

"Lidya.. Nama terindah yang pernah hidup bersama Louizhi," gumam Zhiro dengan nafas yang terputus-putus.

***

Oxy menelpon Aluna, rasanya sendinya lepas dari beberapa tempatnya. Kematian Lidya menjadi gas beracun yang melumpuhkan dirinya terutama Zhiro.

"Mengapa nafasmu tersengal-sengal?" tanya Aluna dari seberang panggilan.

"Lidya..." Oxy mengambil nafasnya, ia meringis penuh sakit dalam hatinya.

"Kak Lidya? Ada apa dengan kak Lidya? Apa yang terjadi?" tanya Aluna dengan gencar.

"Ia telah tiada, ia dibunuh dan lenyap dalam kondisi yang mengenaskan, ia dibakar."

"Tidak.. Kau jangan bergurau! Tindakanmu ini! Lidya tidak akan mati dengan kondisi seperti itu! Ia wanita yang kuat.."

Panggilan terputus.

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang