Thirty Seven

337 30 2
                                    

Oxy dan Gio berada dalam satu lirikan yang bertemu. Mereka beranjak menaiki tangga. Lulu merasa kebingungan dan memilih menyusul mereka.

Oxy membuka pintu dan melihat Zhiro yang tengah berdiri di balkon. "Kau baik-baik saja?"

Zhiro menoleh dan menaikkan satu alisnya. "Siapa? Aku atau kau?"

Oxy tidak menjawab apapun, ia diam. "Apa urusanmu masuk ke kamarku?"

Zhiro membawa samurai milik Lidya dan berhadapan dengan mereka bertiga. "Jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja."

"Mau ke mana kau?" selidik Oxy ketika Zhiro melangkah ke luar kamar.

"Mengambil semua jasad Lidya," ujarnya terkesan lebih dingin.

"Ah!!" teriak seseorang yang menggema dari luar rumah megah itu.

"Ada apa itu?" desis Oxy sembari menatap Gio.

"Mengapa kau melirikku seperti itu? Aku tidak tau apa-apa," tukas Gio dengan sedikit datar.

"Apalagi yang Restu perbuat, kau liat Lidya.. Lelaki itu memang..." Zhiro hanya menghela nafasnya ketika sosok yang dia ajak bicara kini lenyap dari lengan kokohnya.

Gio dan Oxy hanya menunduk lemas, semuanya pasti terasa berat untuk Zhiro hadapi. Kenangan bersama Lidya benar-benar membuatnya tetap hidup dan selanjutnya akan mati.

Zhiro melangkah turun menuju teras rumah, semuanya menyusul lelaki itu. Samurai Lidya tidak lepas dia genggam, hanya itu yang tertinggal baginya.

Bayangan jasad Lidya yang terbakar kobaran api tetap saja merasuki pikiran Zhiro dan terhanyut dalam mimpi untuk menyelamatkan wanita itu.

"Ada apa?" tanya Zhiro menatap dingin ke arah Restu.

Restu hanya melirik ke arah Rian dan Rozi yang tengah mengadu tangan dengan beberapa orang lalu orang-orang itu pergi ketika melihat Zhiro datang dengan samurainya.

"Mengapa kau menghajar mereka?" tanya Zhiro dengan sangat murka.

"Mereka adalah pengkhianat! Secara tidak langsung mereka juga yang merencanakan pembunuhan kakakku!" sergah Rian tidak mau kalah, air matanya berlimpah ruah. Lelaki muda itu berlari ke arah motornya dan meninggalkan rumah Lathfierg dengan tergesa-gesa.

"Aku akan menjaga rumahmu lagi, aku lebih berduka lebih darimu. Kami akan mendoakan Lidya di rumahmu, kau tenangkan saja Zhiro," lirih Rozi dengan lemas. Ia seperti telah kehilangan semangat untuk hidup, ia berbalik ke arah motor yang ia bawa.

"Tunggu!" henti Zhiro membuat lelaki itu berbalik untuk menoleh.

"Ada apa?" tanya Gio berusaha menginterogasi. Zhiro hanya tersenyum dan menatap Restu.

"Siapkan pemakaman kami berdua untuk besok," pesan Zhiro berhasil membuat kerongkongan Oxy kering. Lulu hanya meneteskan air matanya di ujung matanya.

"Apa yang kau katakan?" tanya Rozi sembari berjalan kembali ke hadapan Zhiro.

"Aku lebih berduka dari semua yang berduka. Cerita Zhiro dan Lidya akan kami tamatkan berdua," jawab Zhiro dengan mantap.

"Bawa aku ke perusahaan Lathfierg. Tentunya kalian tidak mau aku mati konyol di jalanan," gumam Zhiro sembari mengambil helm dan kembali melangkah mendekati Rozi.

Mau tidak mau Rozi terpaksa mengangguk dan mengiyakan permintaan Zhiro. Ia melangkah ke motornya dan menghantar suami dari wanita yang telah ia anggap sebagai adiknya.

***

Mereka telah sampai ke area belakang perusahaan Lathfierg. Dia melirik ke areanya, berharap akan menemukan seseorang untuk dia balas atas kematian  Lidya.

Zhiro menatap ke arah tanah bekas pembakaran tubuh Lidya. Kini, tubuh istrinya tidak bisa lagi ia peluk. Menyalurkan kehangatan pada titik dingin atas perlakuan angin malam.

"Aku sangat berduka," lirih Rozi tidak dapat mengatakan kalimat lain dalam benaknya.

Zhiro menghiraukan pertanyaan lelaki bertubuh besar itu dan tetap fokus dengan suatu hal yang ia lakukan kini.

"Mengapa kau terlalu cepat meninggalkanku? Apakah aku bukan suami yang baik bagimu? Sehingga kau lebih cepat menghantar kematianmu," gumam Zhiro dengan nada serak serta mata penuh sesak akan air yang jernih.

"Rozi?" panggil Zhiro.

"Ada apa Zhir?" tanya Rozi dengan siap siaga.

Zhir, nama singkat penuh makna. Biasanya istrinya akan merayunya dengan panggilan itu dan mata yang berkaca, sangat lucu. Jika keinginannya tidak dipenuhi, dia menjadi sedikit lebih manja dengan mengikuti ke mana pun Zhiro melangkah. Hal itulah yang membuat Zhiro selalu merasa bahagia.

"Siapkan pembakaranku, bunuh aku seperti yang Lidya rasakan. Cekik leherku sampai aku mati lalu bakar jasadku sampai tidak ada satupun yang tersisa. Lalu, biarkan fotoku bersama Lidya tetap abadi," lirih Zhiro sembari mengumpulkan abu-abu yang mulai berterbangan dan menjauh.

"Kau gila!" sergah Rozi melepas amarahnya.

"Tidak ada yang gila ataupun semua gila karena cinta itu sama saja. Hal yang dialami istriku teramat menyakitkan," gumam Zhiro. Rozi tidak berani membantah, lagipula kemampuan seorang suami yang berada dalam lingkaran sedih dan amarah lebih kuat daripada preman yang telah membunuh banyak orang.

"Ayo kita pulang, semakin lama aku hidup maka nafasku semakin sesak," gumam Zhiro seraya berdiri setelah mengumpulkan jasad Lidya yang berbentuk abu.

"Kau tertangkap!" sergap banyak orang sembari menutup wajah Zhiro dan Rozi dengan karung dari belakang.

"Dan kau adalah pengecut."

***

Karung itu dibuka setelah Zhiro dan Rozi sadar ia telah dipukul oleh sesuatu benda yang lumayan keras.

Ia berada dalam sebuah gubuk dengan dinding dari anyaman jemari, seperti gubuk sementara.

Dia melihat seseorang yang sama yang menjadi dalang pembakaran Lidya di gudang. "Kau?"

"Tentu, bukannya kau ingin mengalami kematian seperti yang telah Lidya rasakan? Lihat! Aku telah membuatkannya untukmu. Dan setelah itu aku akan membunuh keluarga Lathfierg satu persatu, dimulai dari Lulu," kekeh lelaki itu sembari menyiramkan cairan ke sekeliling gubuk.

"Jangan lakukan itu!" murka Zhiro.

"Protes saja setelah kau di akhirat," kekeh lelaki itu lalu menyulut api dan api itu mulai menjalar. Ia meninggalkan Zhiro dan Rozi berada dalam kebingungan.

"Kita harus keluar!"

Mereka bekerja sama membuka ikatannya. Ikatan itupun akhirnya lepas dari mereka. Zhiro teramat sangat murka karena lelaki itu selalu mengincar orang yang tidak berdaya di dalam keluarganya.

Mereka menembus api dan berhasil keluar dari kobaran api yang akan memisahkan raga dan nyawa mereka.

"Sial! Kita di hutan," gumam Zhiro setelah mengamati sekelilingnya.

"Kau benar Zhir, arah mana yang akan kita ambil?" bingung Rozi.

"Hey kalian! Jangan mencoba untuk kabur!" teriak seseorang dari belakang mereka.

Mereka langsung berlari sekuat tenaga untuk menghindar. Namun, sekelompok orang menghadang mereka.

"Mau berlari ke mana kalian? Sama saja, kalian akan mati."

Kepala Zhiro dan Rozi merasa sakit setelah terhujam benda yang teramat keras. Matanya menjadi berkunang-kunang hingga mereka harus memegangi kepala belakang mereka walaupun terkesan sia-sia.

Pandangan Zhiro perlahan mengabur. "Semoga kau segera berjumpa Lidya dan selamat menunggu kedatangan Lulu di alam kematian."

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang