Fourty Four

301 27 2
                                    

Sebuah jala selayaknya menangkap ikan kini  jatuh dari langit. Mereka menangkap keenam sosok yang dengan susah payahnya melarikan diri.

Lidya hanya tersenyum mendapati keadaannya yang hampir mirip seperti ikan.

"Pengkhianat tetaplah pengkhianat!" murka Oxy meluap-luap.

"Kau sangka Laila akan mengkhianatiku? Bodoh! Kau terlalu bodoh! Mungkin taktikku mirip dengan soal ulangan bahasa inggris yang tak pernah bisa kau kerjakan! Kau seperti anak kucing yang membutuhkan balas iba," decak Gino penuh kemenangan.

"Sudah selesai kau berpidato? Baguslah, setidaknya kau mempunyai sedikit kelebihan," kekeh Lidya dengan santai. Sebuah kabut menerpa mereka dan akhirnya menumbangkan mereka satu persatu.

"Aku bersumpah jika aku sangat membencimu, Laila NurFajah," lirih Oxy sebelum kesadarannya benar-benar hilang.

***

Oxy membuka matanya. Ia mengecek ke sekitarnya, ia tidak lagi berada di dalam hutan. Kini ia tengah berada di ruangan yang bercat hijau bersama Aluna, Gio dan Lulu.

"Ke mana Zhiro dan Lidya?" tanya Oxy sembari menatap ke arah lainnya. Mereka mengedikkan bahunya.

"Semuanya karena Lidya!" decak Lulu menatap ikatannya.

"Jaga mulutmu! Sekali lagi kau mengatakan itu maka kau akan binasa!" ancam Aluna dengan tiada sopan santun sedikitpun.

"Bela terus kakakmu seperti itu hingga dialah orang yang paling suci!" sergah Lulu yang melewati batas kesabarannya.

"Meskipun kakakku ada di pihak yang salah sedikitpun, kau jangan pernah menyalahkannya! Salahkan suamimu yang terbudak oleh dirimu sendiri!" tukas Aluna dengan amarah yang menguasai dirinya sendiri.

"Hei siapa kau?!" balas Gio murka. Ia tidak suka orang lain membawa namanya dalam pertengkaran apalagi pertengkaran itu dengan istrinya.

"Aku bukan siapa-siapa dan aku tidak pernah berminat menjadi bagian apapun dari hidupmu!" tukas Aluna dengan enteng.

"Bagus jika kau sadar diri! Kau itu hanya saudara tiri dan kau berani membentakku?!'' sergah Gio membuat suaranya menggema.

"Tinggikan lagi suaramu," kekeh Aluna tanpa dosa. Ia menatap Lulu dengan rasa kasihan yang berlebih.

"Kalian semua diam! Atas dasar apa kalian langsung beradu mulut seperti ini?!" lerai Oxy yang telah merasa lelah mendengar amukan tidak bermutu dari kedua saudaranya dan ditambah lagi saudara iparnya.

"Kecamkan pada adikmu itu agar mempelajari adab sopan santun sebelum berbicara!" Lulu menatap sinis ke arah Aluna. Oxy sangat yakin jika saja Aluna tidak terikat mungkin dia telah mengambil apapun yang bisa dia raih dan menghajar Gio setelah mengingat jika Lulu kini tengah mengandung.

"Dan kau Lulu! Jangan menyalahkan Lidya dalam masalah ini! Kalian tidak sadar?! Secara tidak langsung Lidya lah yang melakukan pembangunan di perusahaan kita dengan cepat dan akibat yang kita terima juga harus kita tanggung bersama. Kau tau bagaimana perusahaan Guarda jika Lidya tidak masuk ke dalam? Pasti perusahaan itu telah bangkrut!" geram Oxy yang tidak bisa menahan amarahnya lagi.

Lulu menghela nafasnya. Ia tidak dapat membantah hal yang telah dikatakan Oxy. Memang benar, semenjak Lulu mengandung anaknya bersama Gio, keaktifan Gio pada pembangunan investasi perusahaan menurun dan kembali meningkat kala Lidya yang turut bercampur tangan. "Maafkan aku."

"Sekarang di mana adikku," lirih Oxy. Ingin sekali ia memijat kepalanya namun ia sadar jika tangannya kini tengah terikat dengan kuat.

Pintu dibanting dari luar memperlihatkan Gino dan Rivan yang terlihat angkuh. Mereka membusungkan dada dan tersenyum sinis sembari menatap Gio dan Oxy.

"Mencari adikmu? Bagaimana jika ku katakan adikmu telah mati?" kekeh Gino dengan semena-mena.

"Jangan kau apa-apakan adikku! Kau akan lenyap," ancam Oxy berniat menggetarkan keberanian Gino. Namun itu sia-sia.

"Apa yang ingin kau lakukan? Tanganmu saja terikat," kekeh Gino berdecih keras.

Tidak lama dari itu Laila datang dengan cara berjalan yang sangat angkuh, ia mengamati tahanan Gino dengan tatapan yang sangat kasihan. "Lemah."

Gino menghampiri Laila dan memeluk pinggang gadis itu dengan sangat mesra. "Ada apa denganmu Oxy? Terasa panas? Sepertinya kau mulai berkeringat."

"Enyahlah kau!" sergah Oxy dengan menatap ke arah langit-langit ruangan.

"Kau mau melihat sesuatu?" tanya Gino tanpa hirauan sedikitpun dari mereka. Gino mengedikkan bahunya lalu menepukkan kedua tangannya.

Dua manusia datang dengan serentak dari belakang mereka. Tentu saja keempat orang itu sangat mengenal kedua manusia yang baru saja bergabung dengan mereka. Kedua manusia itu adalah Zhiro dan Lidya.

Zhiro kini tengah menggenggam sebuah pistol dengan erat dan Lidya bermain dengan kedua samurai yang melekat kuat di kedua tangannya. "Kalian telah sadar."

Senyum penuh maksud mengembang pada bibir Lidya. Lalu Zhiro mendampingi istrinya seakan mereka adalah pasangan paling romantis yang pernah ada.

"Kau?! Mengapa kau ada di sana?!" sergah Lulu mengikuti arah kemarahannya, telah runtuh batas kesabaran yang ia buat.

"Di mana restu?! Kau mengatakan jika kau menghubungi Restu!" timpal Lulu lagi.

Gino hanya berdecak iba dan terkekeh lagi. "Wanita yang sangat polos, bukan Restu tetapi Gino."

"Bukankah Aluna telah mengatakan jika aku adalah pengkhianat yang handal? Dan hal ini telah terbukti," kekeh Lidya sembari berbalik ke arah belakangnya bersama Zhiro yang mengunci senyumnya agar selalu terlihat.

"Kak... Jangan benarkan jika kalian melakukan tangisan karena sebuah skenario yang kalian buat," lirih Aluna tidak habis pikir.

"Memang itulah kenyataannya," tukas Zhiro dengan tenang lalu berlalu dan tidak terlihat lagi.

"Sangat miris, ketika di balik segala kejadian ternyata yang tengah menjadi pengkhianat adalah salah satu dari keluarga sendiri." Gino berdecak hebat dan melipat tangan di depan dadanya. Mereka bertiga keluar dari ruangan dan menutup pintu dengan keras.

***

Gio berusaha mencari jalan keluar untuk mereka namun ikatan yang mengikatnya tidak juga terlepas.

Pintu dibuka dengan perlahan dan memunculkan wajah seseorang. Gio sangat berharap jika wajah orang itu adalah adiknya, namun kenyataan tidak memihaknya.

Wajah itu milik Laila. Wanita itu berjalan mengendap-endap terlihat ia sangat terdesak dengan membawa pisau buah.

"Mengapa kau ke sini?!" desis Lulu terdengar sinis. Laila tetap melangkah mendekati Oxy.

"Kau ingin membunuhku? Bunuh saja jika kau mau, aku telah begitu muak untuk hidup dan melihat wajahmu," lirih Oxy dengan pasrah.

"Berhentilah berputus asa! Aku datang dengan tujuan menyelamatkan kalian!" decak Laila kesal akan tuduhan buruk yang dilayangkan padanya.

"Kami tidak percaya," desis Lulu dengan suara yang rendah.

"Aku sangat bersumpah demi cintaku untuk Oxy," tegas Laila yang membuat mereka tercengan.

"Tidak ada waktu lagi, aku mendengar mereka akan melakukan hal yang buruk kepada kalian," jelas Laila sembari melepas ikatan pada keempat tahanan tersebut.

Sedikit demi sedikit ikatan pada mereka berempat terbuka. "Ayo kita pergi!"

Dengan berat hati mereka berempat mengikuti langkah kaki Laila.

"Kau memiliki berapa topeng? Dan topeng apa yang sebenarnya yang kau miliki?" tanya Lulu dengan sinis. Laila memutar bola matanya dan tetap menunjukkan jalan. Mereka hampir sampai ke area jalanan.

Langkah kaki Oxy terhenti kala sebuah samurai melintang tepat di lehernya. "Aku menemukan kalian dan kalian tertangkap."

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang