Twenty Two

345 36 0
                                    

Gerombolan itu hanya tersenyum sinis mendapati kedua mangsanya kini tidak bisa bergerak. Seseorang mengangkat senyuman seakan ia puas dengan apa yang dia lihat.

"Gimana kalo kita sandra nih dua orang? Terus kita ambil hartanya," usul seseorang. Lelaki itu hanya mengangguk puas, dasar berandalan!

Laila menggenggam tangan Oxy dengan lemah, tidak ada lagi kini yang menjadi tempat bersandarnya selain bos yang selalu ia anggap aneh.

"Semudah itu kalian akan melakukan itu?" sahut seseorang dari sisi belakang gerombolan itu. Oxy mencoba mengintip dari sela-sela kaki mereka, melihat siapakah yang baru saja datang. Tangan Laila semakin kuat mencengkeram lengan Oxy dan matanya melihat dengan nanar.

"Siapa itu?" bisik Laila dengan nada yang semakin gemetar. Ia terlalu lemah untuk disiksa lagi ataupun melihat Oxy disiksa.

"Tenang saja... Siapapun itu aku akan tetap menjagamu," gumam Oxy agar wanita itu menjadi sedikit tenang. Degupan jantungnya semakin cepat kala suara Laila menjadi gemetar.

Gerombolan itu mengambil beberapa senjata lagi hingga tersingkaplah tabir kaki yang menghalang pandangan Oxy. Ia melihat dengan jelas siapa lelaki itu, namun saat ini seakan mulutnya tengah tercekat untuk mengatakan identitas lelaki itu. Ia tidak sendiri, ada beberapa yang mengawal kedatangannya.

"Bawa dia lari!" teriak Lelaki itu seakan mengomando Oxy untuk bergerak cepat sementara ia mengalihkan perhatian gerombolan itu mentah-mentah. Oxy menjadi ingat siapa dia, dia adalah Rudi. Anggota Sirent yang masih menjalin persahabatan bersama Lidya, Dimas, ataupun Gio.

Dengan cepat Oxy membuka ikatan tali itu dan berusaha untuk segera kabur. Meninggalkan pertarungan hanya untuk seorang pengecut, namun tidak berlaku jika ada nyawa seseorang yang harus diselamatkan.

"Kau akan segera selamat," bisik Oxy dengan sangat pelan tepat di telinga Laila. Oxy memastikannya untuk selalu kuat.

"Siapa kalian?! Lo semua bakal nyesel karena dah ganggu kami!" gertak lelaki itu dengan penuh amarah.

"Iyakah? Aku rasa kalian semua yang akan menyesal karena telah melakukan ini! Sahut Rudi tidak ingin kalah. Sebuah pantangan baginya jika ia yang harus bertekuk lutut di depan lelaki yang hina seperti mereka.

Oxy tidak bisa menonton pertunjukkan ini dengan waktu yang sangat lama. Ia mengambil kesempatan dan menggendong Laila keluar dari proyek.

"Kita akan ke rumah sakit," bisik Oxy untuk menyenangkan wanita ini, jikapun tidak ia akan menjadi lebih lega.

Mata Laila kini sedikit membuka, ia lebih memilih untuk melirihkan sebuah kalimat yang telah menunggu untuk keluar dari mulutnya. "Aku ingin bersamamu, tetap bersamamu."

Mata Oxy membuka lebih lebar. Seakan tersentak sesuatu di dadanya, dadanya menjadi sedikit sesak setelah mendengar kalimat yang digencarkan Lidya. Entah pada sisi lainnya ia merasa sedikit bahagia, apapun alasannya ia menjadi tidak mengerti.

Oxy membuka pintu mobil, mungkin saja Laila tengah meracau dalam mimpi.

Oxy memutar kemudi ke arah kontrakan Mila, jalanan lebih sepi. Ia melihat arlojinya, hampir tengah malam. Ada beberapa preman yang berjalan-jalan dengan berlandaskan menjaga keamanan.

Pikirannya kembali terpental kepada Lidya dan Aluna. Kedua wanita itu selalu senang untuk menikmati angin malam, tidak peduli dengan segala bahaya yang tercipta ketika Sang Surya beristirahat.

Oxy kembali melirik ke arah Laila, ia terlihat begitu gelisah walaupun di alam mimpinya. Trauma merasuki segala alam yang menjadi tempat pelariannya. Tangan wanita itu masih saja menggenggam lengan Oxy walaupun sesekali ia mengerjapkan mata karena ban mobil Oxy bertarung dengan beberapa kerikil.

Ia akhirnya sampai ke depan kontrakan Mila. Ada beberapa orang yang duduk-duduk di dekat kontrakannya. Ia tidak ingin membawa Laila turun dengan kondisi yang tidak baik, ia takut pandangan miring jatuh kepada gadis itu.

Oxy membuka pintu dan berjalan ke arah pintu rumah Laila. Rasanya angin malam tidak bisa mencabik luka di lengannya. Ia tidak merasakan apa-apa selain kekhawatirannya.

"Hey! Lo siapa?!" teriak seseorang. Derap kaki terdengar di telinga Oxy. Ia menghela nafas jika harus bertarung lebih serius lagi, ia berbalik.

Mereka bertampilan seperti preman dengan didampingi wanita yang Oxy tebak adalah istrinya. Mereka bukan wanita yang berpakaian sexy, tetapi lebih mengarah ke gerombolan ibu-ibu yang biasanya membentuk kelompok untuk ngrumpi.

"Pak Oxy, 'kan?" tanya lelaki itu memastikan. Oxy mengerenyitkan dahi, ia tidak tau namanya bisa dikenal oleh mereka. Padahal, ia hanya sekali ke sini dan beberapa kali menghantar Laila.

"Kalian tau denganku?" gumam Oxy sedikit merasa heran.

Mereka tersenyum seakan menyambut kedatangan Oxy. "Tentu saja kami tau, Pak Oxy saudaranya Nyonya Lidya. Apa yang ia lakukan membekas pada hidup kami, kekuasaan Lidya juga telah sampai di setiap penjuru kota ini. Ada yang bisa kami bantu, Pak?"

"Mila ada di rumah?" tanya Oxy mempersingkat waktu. Mereka saling melirik dan menaikkan satu alis mereka.

"Dia tadi pergi, katanya dia punya acara sebentar dan besok baru pulang. Laila mungkin pergi dengannya sebab kita gak liat tuh cewek dari sore."

"Baiklah, aku pamit pulang."

Oxy kembali ke dalam mobilnya. Apa yang telah Lidya lakukan selama ini? Mengapa dia kini seakan menjadi orang asing bagi saudaranya sendiri?

Oxy menancapkan gas ke rumah, membawa Laila ke rumahnya. Di sana ada Aluna, ia mungkin bisa membantunya. Sedikit memberikan klakson, ia beranjak pergi meninggalkan alur ban yang membekas di tanah. Ia menancapkan gasnya dengan sangat kuat, mempersingkat waktu untuk segalanya.

Akhirnya ia sampai di depan gerbang rumah Lathfierg. Ia memasuki pekarangan, satpamnya masih saja mengemban tugas. Ia membopong Laila memasuki rumah dan sedikit melihat di mana gadis yang ia cari tengah berpijak. "Aluna!"

Dengan sekali panggilan, Aluna akhirnya turun dari kamarnya. Ia menyambut kedatangan lelaki itu dengan tergesa-gesa.

"Apa yang terjadi dengan Laila? Mengapa wajahnya berdarah dan mengapa bajunya robek seperti ini?" tanya Aluna dengan menyambut Oxy untuk diinterogasi.

"Bisa kau gantikan bajunya?" tanya Oxy agar gadis itu segera berhenti untuk bertanya.

"Bawa dia ke kamar tamu," gumam Aluna seakan mengiyakan pertanyaan Oxy. Oxy keluar dan membiarkan Aluna mengerjakan tugasnya bersama Laila.

Setelah beberapa menit, Oxy menggunakan waktu itu untuk mengobati lukanya sendiri. Ia tidak ingin gadis itu mencemaskan keadaannya.

Aluna akhirnya keluar. "Selesai. Apa yang terjadi?"

"Dia diculik dan dibawa ke proyek gedung di dekat kantor. Hampir kalah, jika saja Rudi tidak datang."

"Rudi?"

"Anggota Sirent, ia kerap bersama Sadam."

Aluna mengangguk lalu memakai jaket dan mengambil sebuah samurai. Ia berbalik mengambil kunci mobilnya.

"Mau ke mana kau?" cegah Oxy.

"Ada pertemuan singkat di rumah Guarda, aku akan menghadirinya."

"Kau tidak boleh keluar! Kau tidak lihat apa yang dialami Laila? Aku tidak ingin kau mengalami hal buruk seperti ini."

"Aku adalah Aluna bukan Laila. Jika kau mau menyamakan aku dengan seseorang, samakan aku dengan Lidya. Angin malam akan membuat kekuatan kami jauh lebih kuat. Aku akan menjaga diriku sendiri dengan baik dan kekuasaan Lidya tidak akan membuat keadaanku jauh lebih buruk. Kau temani saja wanita itu, ia masih merasa gelisah. Mungkin saja ia masih trauma dengan keadaan yang telah menimpanya. Aku tau kau begitu mencemaskannya, baru untuk kedua kalinya kau membawa seorang wanita kembali ke rumah selain tunangan sialanmu itu!"

"Apa yang kau katakan?"

"Aku hanya mengatakan apa yang hatimu ingin katakan. Kau mencemaskannya dan dia kini membutuhkanmu."

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang