Thirty Four

351 30 3
                                    

Zhiro melirik Oxy dengan tatapan yang hampir dikatakan aneh. "Kau bisa jatuh cinta? Itu sangat menakjubkan."

Dalam hembusan angin malam yang menembus tulang-tulang, kedua laki-laki itu tengah memandang Lidya yang tengah melatih kemahiran samurainya.

Lidya dapat memulihkan tubuhnya dengan sangat mudah, sedangkan Zhiro? Energinya ada pada kebahagiaan istrinya. Itulah alasannya ia tidak bisa terpisah walau hanya satu hari, tekadnya ia tidak ingin mengambil perjanjian apapun di luar negeri.

Lidya kini tengah menghadapi Restu dengan sangat lincah. Wanita itu memaksa Restu agar tetap menggunakan samurainya walaupun sekeras hati Zhiro telah melarang.

"Aku menyerah," hela Restu dengan nafas yang terengah-engah.

Ia telah kelelahan menghadapi serangan Lidya. Ia berada dalam kondisi yang membingungkan. Jika ia melawan maka ia akan dihabisi oleh ketiga lelaki itu dan jika dia tidak melawan maka sama saja dia menghantar nyawa.

"Apa yang kalian bicarakan? Sepertinya terdengar serius. Di mana Gio?" tanya Lidya yang langsung melemparkan samurainya tepat ke dekat kaki Restu. Restu hanya meneraturkan nafasnya dengan sikap istri dari Zhiro.

"Gio? Lelaki itu sedang menikmati malam romansanya bersama Lulu di atas rooftop," jelas Zhiro sembari menggerakkan bola matanya ke atas guna mengisyaratkan.

Lidya langsung menggelayut manja di lengan Zhiro. "Ceritakan kepadaku."

"Kau ingin tau?" kekeh Zhiro sebelum berhasil memberitahukan sesuatu apapun.

"Hai Kak!!" teriak Aluna menggelegar sembari berlarian dari tangga.

Lidya dan Zhiro langsung menoleh serentak, sementara itu Oxy tidak merasa tertarik untuk menoleh walaupun hanya sedikit.

"Aku membawa cokelat untukmu," gumam Aluna dengan teramat ceria.

"Kau mau tau aku menemukannya di mana? Di kamar Oxy. Aku tidak tau jika sekarang kakakku sangat menyukai cokelat dan kau mau tau? Di sana ada tiga batang cokelat, satunya sudah aku makan dan yang lainnya aku bawa ke sini. Dan kau mau tau? Ada love nya dan nama seorang wanita...."

"Beraninya kau masuk kamarku!" sergah Oxy dengan nada tinggi. Namun, yang ia hadapi kini bukanlah gadis biasa. Dia adalah Aluna yang telah tahan dengan segala gertakan, Oxy hanya menutup wajahnya dan menenangkan pikirannya.

"Tentu saja aku berani memasuki kamarmu, lagipula di sini kau tidak mencantumkan peraturan untuk tidak memasuki kamarmu. Kau ingin tau siapa nama itu?" tanya Aluna lalu mendesak cokelat di tangan Lidya dan dengan tergesa-gesa ia membuka cokelat itu. Oxy hanya menatap Aluna dengan datar. "Awas saja kau!"

"Namanya Laila Nur Fajah," ujar Aluna memberitahukan dengan sengaja. Lalu ia langsung menutup mulutnya dan tertawa tanpa dosa.

"Wah ternyata ada yang jatuh cinta dengan sekretarisnya sendiri," gumam Zhiro mengangguk mengerti.

***

"Mil?" panggil Laila sembari menatap sinetron percintaan yang tayang ketika malam hari.

"Kenapa sih lo? Ga liat tuh pelakor lagi kena tampar. Kalo gue jadi tuh cewek udah gue bunuh tuh pelakor," gumam Mila berdecak kesal karena sembari memukul kaki Laila.

"Wajar gak sih kalo gue punya perasaan?" lirih Laila sembari menyandarkan tubuhnya ke sofa.

Mila melotot dan memandang sinis ke arah Laila. "Lo masih nanya wajar atau enggak? Lo tuh udah punya mantan banyak. Masih aja nanya?"

"Ya gue tuh bingung dengan perasaan gue sendiri," gumam Laila sembari berjalan gontai masuk ke dalam kamar.

"Laila! Tungguin gue!" teriak Mila ketika iklan film horor mulai membuat bulu kuduknya merinding.

***

"Bagaimana dengan Lidya? Apa yang kini tengah ia lakukan?" gumam Zhiro sembari melangkah masuk ke dalam kantor. Ia mengabaikan para karyawati yang tersenyum ramah kepadanya hanya untuk menatap Lidya dalam bayangannya.

"Kau berlebihan," tukas Oxy sembari terkekeh mendengar penuturan Zhiro.

"Lidya seperti candu, cintanya telah membuatku mabuk dalam dunia penuh euforia. Dan kau juga merasakan hal itu terhadap sekretarismu," gumam Zhiro dengan nada yang sedikit menyindir.

"Kau mengada-ngada, aku sepertimu? Aku tidak berlebihan sepertimu," bantah Oxy dengan lekas.

"Lidya itu gadis tercerdik yang pernah aku kenal dan Aluna itu wanita terlicik. Kau tau persamaannya? Mereka bekerja sama untuk menangkap segala gerak gerikmu di rumahmu sendiri," gumam Zhiro dengan senyum penuh kemenangan.

"Mau ke mana kau?" tanya Oxy ketika melihat Zhiro hendak membuka pintu ruangan Oxy.

"Mengambil berkasku," jawab Zhiro tanpa beban. Ia membuka pintu dan suasana romantis terpancar kuat keluar.

"Aku akan menunggu kabar baik darimu dan aku baru tau jika kau pandai melakukan hal ini," goda Zhiro sembari menatap Oxy dengan penuh maksud. Ia melanjutkan, "kau jangan melupakan rapat kita."

Setelah mengambil beberapa berkas yang ia tinggalkan, Zhiro beranjak pergi ke ruangannya.

***

Laila kini tengah berlari mengejar waktu karena kebiasaan rebahan yang tidak sengaja ia lakukan membuatnya terlelap.

Beberapa kali dia menabrak para karyawan yang berlalulalang. Tanpa meminta maaf ataupun merasa bersalah, ia meninggalkan korbannya yang terjatuh.

Dia langsung membuka pintu dengan tergesa-gesa. "Maaf pak, kali ini jangan potong gajiku."

Laila ternganga ketika melihat ke langit-langit banyak kerajinan kertas dengan berbagai yang terbentuk. Sederhana namun terlihat sedikit berwarna.

"Boneka? Tulisan apa itu? Dan siapa yang ngeletakin ini di meja gue?" gumam Laila sembari berjalan ke arah meja kerjanya.

Baru saja ia ingin membaca tulisan tersebut, namun sebuah suara menyambutnya dari arah pintu. "I Love You."

"Maksudmu?" tanya Laila sembari mengerenyitkan dahi.

Oxy tersenyum lebar sembari menatap Laila. "I" ucapnya sambil menunjuk dirinya sendiri. "Love You." Setelah itu ia menunjuk Laila.

"Apa pak?"

"Apakah kau begitu tuli? Kalimat seperti itu telah jelas aku katakan. Kau ada masalah dalam pendengaran?" gumam Oxy yang kehabisan kesabaran. Ia begitu gugup dengan sikapnya, lalu Laila hanya bertanya 'apa'? Benar-benar mengesalkan.

Laila tidak menatap dengan datar mengenai tanggapan Oxy, ia begitu penasaran dengan hal yang terjadi. "Aku tidak salah dengar Pak? Bapak sebaiknya jangan bercanda."

"Kau kira aku kini merangkap jadi pelawak pada perusahaanku sendiri?" gumam Oxy. Ia tidak mempunyai kalimat lain dalam menghadapi gadis seperti Laila.

"Siapa aku pak? Aku hanya sekretarismu. Apa yang kau inginkan dariku? Aku bukanlah orang yang anggun, orang kaya yang sepadan dengan kau, wanita cantik seperti Aluna dan Lidya." Laila tertunduk dengan kenyataan yang ada pada dirinya sendiri.

"Apakah kau mencintaiku?" Oxy menggenggam tangan Laila dan membuatnya berhenti menundukkan kepala.

"Aku tidak mencintaimu."

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang