Oxy menutup beberapa dokumen di hadapannya. Dia sedang tidak baik.
"Apa yang terjadi?" khawatir Erick. Oxy semakin berada di dalam kondisi yang mengkhawatirkan, dia terlihat beberapa kali memegangi kepalanya.
"Tidak apa-apa," lirihnya dengan tetap fokus pada dokumen yang harus ia tanda tangani. Beberapa dokumen lagi hinga ia duduk dengan rileks di kursinya.
"Jika kau tidak baik, aku akan mengantarmu pulang dengan segera," tawar Erick dengan pengertian.
"Tidak perlu, jangan berpura-pura baik. Aku tidak membutuhkan perhatianmu dan aku tidak akan memberikan bonus kepadamu bulan ini," gumam Oxy sembari menolak tawaran Erick. Erick hanya menatap datar ketika mendengar jika perhatiannya demi bonus semata.
Oxy melirik sekilas ke arah Erick dan menaikkan satu alisnya. "Ada apa? Kau tidak setuju?"
"Sangat setuju dengan ucapanmu," pasrah Erick. Oxy hanya menyunggingkan senyumnya. Sakit di kepalanya menyerang tiba-tiba, terasa menusuk bagian tengkoraknya.
Ia memegangi kepalanya, terasa sangat mencengkeramnya lebih kuat. "Kau kenapa?"
Oxy mengisyaratkan kepada Erick agar ia tetap berada di tempatnya. "Aku akan baik-baik saja."
Erick berada di dalam masa yang penuh dilema, di satu sisi ia ingin membantu dan di sisi lainnya ucapan Oxy adalah perintah baginya. Ia terlihat begitu mengkhawatirkan pimpinannya. Reaksi Oxy semakin melemas, terdengar helaan nafas panjang. "Bagaimana keadaanmu sekarang?"
"Tolong ambilkan aku air minum," lirih Oxy dengan nafas yang terengah-engah. Dengan sigap Erick berdiri untuk mengambil apa yang telah diminta lalu memberikannya pada Oxy.
Oxy menerima gelas dengan tangan yang gemetar, ia menenggak air sampai habis. "Aku membaik," gumamnya. Matanya melihat cahaya seakan meremang.
"Mau aku antar pulang?" tawar Erick lagi. Namun jawaban yang sama didapati lelaki ini. Oxy hanya menggeleng lalu berdiri singkat memegang kunci mobilnya dan beranjak keluar dari ruangan.
"Kau mau ke mana?" teriak Erick berusaha mencegah. Namun, Oxy akan tetap menjadi Oxy dengan apapun keadaannya.
Erick hanya meratapi kepergian Oxy dan berharap hal buruk tidak terjadi sedikitpun padanya. Ia merapikan beberapa dokumen dan beranjak ke ruangannya.
***
Oxy melangkah ke arah kakinya ingin melangkah. Ia memasuki kafe yang teramat ramai dengan pengunjungnya. Rasa rindu kepada Lidya benar-benar memuncak karena penataan ruangan ini disusun oleh Lidya, ia tidak mengetahui alasan ia menjadi seperti ini. Hanya saja beberapa jam tidak bertemu dengan adiknya berhasil membuat ia menahan beban yang disebut rindu.
Pintu dibuka dan ia mencari sesosok orang yang menghantui pikirannya. Radimas de Groye, salah satu kerabat dekat dari Zhiro.
"Oxy ada apa kau kemari?" sambut Dimas ketika Dimas yang menemukan sosok Oxy bukan sebaliknya.
"Mencarimu," gumam Oxy dengan nada yang pelan.
"Ada apa? Mengapa wajahmu terlihat sangat pucat," lirih Dimas mengamati salah satu saudara dari Gio. Oxy hanya tersenyum kecut.
"Jujur katakan!" bentak seseorang dari dalam Kafe. Mata Oxy dan Dimas terbelalak kaget.
"Ada apa itu?"
"Sebaiknya kita pergi untuk mengecek keadaan. Itu seperti suara Rudi," gumam Dimas mengingat suara yang tidak asing lagi di telinganya.
Mereka melangkah ke sebuah meja yang berada di sudut. Oxy melangkah dengan pelan, rasa sakitnya tidak kunjung hilang. Ia tidak ingin publik mengetahui jika ia kini dalam keadaan lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]
RomanceBook 3 of Lathfierg Series Tuntutan ekonomi yang menjadi penyebab masuknya Laila Nurfajah ke dalam kehidupan Oxyvier Lathfierg. Ditambah lagi dengan pekerjaan Oxy yang semakin memadat membuatnya harus mencari pengganti Lidya dengan segera. Mereka be...