Laila berdiri meninggalkan rasa sakitnya. "Biar aku yang mengurus Aluna."
Dengan berlari kecil Laila menaiki tangga dan mencari kamar Aluna. "Aluna?" panggilnya ketika menemukan sebuah kamar.
Diam dan tidak ada sahutan, Laila membuka pintu dengan pelan dan melihat Aluna kini tengah memeluk sebuah senjata. Laila ingat pasti jika Lidya selalu menggunakan senjata itu ketika ia berada dalam penyamaran.
"Apakah kau baik-baik saja?" sebuah pertanyaan aneh melesat keluar. Harusnya ia dapat memahami dan tidak bertanya lagi, namun memecahkan kesenduhan seseorang bukanlah hal yang mudah.
"Tidak," jawab Aluna singkat. Baguslah, gadis itu masih punya hati untuk menyahuti.
"Semuanya akan terluka, beratus-ratus orang di luar rumahmu juga kini tengah berada dalam gerlingan air mata. Menangislah jika kau ingin," gumam Laila agar gadis itu menjadi sedikit lebih tenang.
Aluna memeluk senjata itu kuat-kuat dalam pelukannya agar tidak lepas sedikitpun darinya. "Mengapa orang baik seperti dirinya harus menahan rasa sakit yang ia derita selama ini?"
"Jawabannya mudah, karena dia tidak mau kalian terluka," tukas Laila dengan singkat.
"Mengapa tidak? Mengapa dia begitu egois dengan melimpahkan segala rasa sakitnya kepada dirinya sendiri? Mengapa dia tidak mau berbagi denganku? Jika tidak denganku maka dengan Gio atau Oxy?" tanya Aluna lagi. Mungkin saat ini dia ingin melepaskan segala rasa kesalnya.
Lulu pernah menemuinya, namun emosi membakar hatinya. Ia tidak dapat melupakan bagaimana Lulu menghardik dan menyudutkan Lidya ketika Lidya mempertaruhkan nyawa demi dirinya. Pikirannya membawa Lulu agar selamat, namun hatinya telah tergores luka.
"Bagaimana bisa dia membaginya? Kau tau seperti apa Lidya, kan? Dia tidak ingin membagi apapun. Dia wanita tangguh, Aluna. Beberapa kali ia harus melewati masa kritis, dia wanita yang dipenuhi rasa kasih sayang dalam hatinya. Seperti yang ia lakukan dalam menjaga The~D, kakakmu, kau, dan tentunya suaminya. Kau adiknya kan? Bagaimana kau bisa menangisinya sementara Lidya telah memberikanmu sebuah perusahaan yang lumayan telah berada dalam kejayaan? Jika dia tau, dia pasti menggagalkan untuk memberikannya," gumam Laila dengan harapan gadis ini menghentikan isak tangisnya.
"Aku tidak butuh harta itu. Aku hanya membutuhkan cinta, rasa sayangnya, dan perhatiannya yang dapat menggantikan perhatian mamaku ketika beliau meninggalkanku. Sungguh, kala itu aku tidak larut dalam rasa kehilangan," tukas Aluna dengan nada yang sedikit melemah.
"Kau tidak sepenuhnya kehilangan Lidya karena jiwa Lidya ada pada dirimu. Jujur saja, aku selalu melihat sosok Lidya dalam dirimu. Sosok yang pemberani, itulah yang membuat aku mengenalnya dan sangat mengenalnya. Berhentilah bersedih karena kau tidak sepenuhnya kehilangan. Kau masih mempunyai Oxy yang sangat menyayangimu, Gio, dan Lulu jika kau telah memaafkannya," ungkap Laila agar gadis itu menjadi sedikit lebih tenang.
"Akan sulit bagiku untuk memaafkannya walaupun dia memohon-mohon kepadaku," bantah Aluna dengan cepat.
"Terserah kau saja," tawa Laila memecah ketika melihat Aluna dengan ekspresi yang cemberut sekaligus kesal.
"Lalu bagaimana dengan dirimu?" tanya Aluna menatap mata Laila.
"Aku? Hal yang aku rasakan sama seperti yang dirasakan oleh Dimas dan Restu. Kami sangat kehilangan sosok kedua orang itu, terutama sakit bagiku. Lidya-lah yang telah membuatku seperti ini, mengubah gadis yang tidak ada kemampuan apapun menjadi lebih berani. Dia menganggapku sebagai keluarganya sendiri dan begitupun aku. Tetapi aku mulai merasa saat ini aku telah menjadi gadis yang sebatang kara. Jujur saja, rasa bilahan pisau yang menancap di belakangku tidak sesakit rasa kehilanganku," gusar Laila.
"Kau yakin? Jika itu tidak sakit maka biarkanlah aku melukai lagi," rengek Aluna dengan cepat. Ekspresinya seketika berubah dan membuat mata Laila melotot lebar.
"Aku hanya bercanda," kekeh Aluna sembari menutup mulutnya. "Kau telah mengenal kak Lidya sangat lama, kan? Jauh sebelum Zhiro mengenal kakakku. Selama itu kau sering bertemu?"
"Tentu saja, sesekali. Kakakmu orang yang pintar, aku tidak sepintar dia jadi aku menemuinya untuk belajar bersama," jelas Laila dengan mudah.
"Lalu bagaimana bisa kau memberikan aku sebuah informasi?" tanya Aluna dengan cepat.
"Informasi apa?"
"Apakah kau tau bagaimana cara mendapatkan sosok lelaki seperti Zhiro? Aku sangat menginginkan lelaki seperti itu. Apakah kau mengetahui ada duplikat Zhiro di luar sana? Lelaki tampan, berani, dan lembut."
Laila memutar bola matanya dan tersenyum sinis. "Jikapun aku tau maka aku tidak akan memberitahukan kepadamu, akan aku ambil lelaki itu dan kubawa menjauhimu."
Tawa Aluna seketika meledak lalu keheningan melanda. "Jujur saja, aku merasakan jika aku bersama kak Lidya ketika berada di dekatmu. Nah, mulai sekarang kau jangan merasa hidup sebatangkara karena aku telah menganggapmu sebagai saudaraku sendiri," gumam Aluna dengan senyum yang merekah.
"Kau yakin?"
"Aku sangat yakin, tetapi aku tidak akan memanggilmu dengan sebutan kakak, apapun kondisinya."
***
Laila melangkah menemui Oxy di ruangannya yang tengah duduk dengan lemas. Beberapa hari setelah kejadian Lidya meninggal masih membekas pada hati setiap orang. Laila duduk berseberangan dengan Oxy, ia memberikan sebuah map.
"Apa ini?"
"Surat pengunduran diriku, aku akan membayar dendanya," gumam Laila dengan pasrah.
"Mengapa kau mengundurkan diri?" tanya Oxy yang menarik nyawanya kembali.
"Tidak ada alasan lagi bagiku di sini, aku akan kembali bersama Restu dan Dimas dan menjalani hari seperti biasanya," tukas Laila dengan sedikit melemah.
"Lalu kau akan meninggalkanku?"
"Bukankah di matamu hanya ada kebencian?"
"Aku hanya mencintaimu, baiklah jika kau ingin pergi maka aku akan ikut. Aku hanya punya Aluna dan kau dalam hidupku," keluh Oxy.
"Maksudmu?" tanya Aluna sedikit mencari jawaban pada matanya.
"Hore! Pernikahan akan diadakan dua minggu lagi!" teriak Gio dari muara pintu.
Mereka berdua serentak menoleh. "Apa?!"
"Jangan sembunyikan kebahagiaan kalian. Aku tau jika kalian saling mencintai," gumam Gio dengan argumennya.
"Baiklah, aku memang mencintainya tetapi mengapa dua hari lagi?" tanya Oxy sedikit tersedak.
"Agar dia tidak mencari alasan lagi untuk menjauhimu," kekeh Gio lalu berbalik arah dan keluar ruangan.
"Bagaimana?" tanya Oxy melihat Laila tersipu malu.
"Haruskah aku mengangguk?"
"Baiklah, aku anggap kau setuju."
Oxy berdiri lalu memeluk Laila dengan erat. "Aku mencintaimu, aku rela meninggalkan dunia dengan cintamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]
RomanceBook 3 of Lathfierg Series Tuntutan ekonomi yang menjadi penyebab masuknya Laila Nurfajah ke dalam kehidupan Oxyvier Lathfierg. Ditambah lagi dengan pekerjaan Oxy yang semakin memadat membuatnya harus mencari pengganti Lidya dengan segera. Mereka be...