Fourty Three

290 30 5
                                    

Laila kini tengah duduk dengan canggung di samping Lidya. Ia mendapat tatapan-tatapan yang tajam dari segala orang, kecuali Zhiro. Ia merupakan lelaki yang tenang dan tidak dengan mudah menampakkan ekspresinya. Pantas saja, Lidya begitu nyaman menikah bersama Zhiro.

Oxy kini menatapnya dengan sinis, hal yang dapat membuatnya memilih untuk bunuh diri dengan membakar diri daripada duduk menghangatkan di sekitar api. Ia tidak terbiasa dengan hal ini, berbulan sebelumnya ia selalu ditemani dengan tatapan cinta dan senyuman yang Indah.

"Mengapa kau datang ke sini, pengkhianat?" ketus Oxy sembari membakar beberapa ranting yang ia temukan, lelaki itu mendadak bosan.

Sebuah ide muncul dalam pikirannya, ide untuk menghilangkan rasa bersalahnya ataupun kesalahan karena rencananya. "Lidya, aku membawa beberapa hal yang kau pesan."

Wanita yang tengah menyandarkan kepalanya di pundak Zhiro dan menikmati elusan di puncak kepalanya lalu duduk dengan semangat. "Kau terhandal."

Laila tersenyum senang, setidaknya dia merasa sedikit berguna. Laila melepaskan tas punggungnya, begitu besar dan tidak seimbang dengan tubuhnya yang kecil.

"Apa yang kau bawa? Alat pengintai yang berguna untuk memberikan informasi tentang keberadaan kami kepada Gino?" desis Oxy dengan penuh curiga.

Laila menghiraukan dugaan Oxy yang melayang kepadanya. Ia memutar bola matanya dan membuka tasnya. Satu persatu ia mengeluarkan barang yang ia bawa seperti 5 hp, beberapa senjata tajam dan api, beberapa bungkus makanan.

Lidya tersenyum senang yang dibalas Laila dengan wajah yang tenang. Ia patut bersyukur, masih ada yang bersikap baik padanya walaupun wanita itu adalah Lidya. Lidya mengambil sebuah hp dan memberikan kepada Zhiro.

"Apapun topengmu yang sebenarnya, aku ucapkan terima kasih," gumam Zhiro seraya mendapatkan hp kembali dari tangan Lidya berkat bantuan Laila.

Laila mengangguk. "Tidak perlu berterima kasih dan ini hp dan senjata untuk kalian. Aku harap kalian menerimanya dengan senang hati."

Gaya bicara Laila seketika berubah, biasanya dari raut mukanya ia mengalami kesulitan ketika bicara dengan bahasa yang lebih formal tetapi tidak kali ini.

"Aluna, ambilkan hpku. Aku tidak mau menatap mata pengkhianat itu," pinta Oxy ketika melihat Aluna baru saja berdiri. Mau tidak mau Aluna harus menuruti permintaan Oxy.

Dengan cepat dan tanpa membuang waktu, mereka memungut benda itu dari tanah.

Laila tersenyum miring ketika mendengar panggilan baru untuknya. "Lidya, aku telah memberikan lokasi kita kepada...."

"Kau memberikannya kepada Gino?! Untuk apa pengkhianat seperti ini diberikan kepercayaan?" gumam Oxy memotong sebelum Laila menyelesaikan kalimatnya.

Laila hanya menghela nafas dan membiarkan Oxy meracau dugaan buruk untuknya. "Restu telah berjalan kemari. Aku mengabarinya ketika aku berhasil menyelinap keluar dari pasukan Gino."

"Lalu mereka curiga?" tanya Lidya terdengar was-was. Zhiro yang sedari tadi tidak peduli dengan yang Laila katakan kini malah menyimak dengan saksama.

"Sesuai dugaanmu, salah satu dari mereka melihatku menyelinap. Namun, untung saja Rivan dan Gino telah pergi lebih awal. Aku bergerak ke arah hutan dan berjalan dengan arah yang membelakangi pintu akhir jalan rahasia yang kalian tempu agar mereka tidak mendeteksi keberadaan kalian. Namun, setelah mereka puas mencariku aku sadar mereka kembali dan mungkin bertemu kalian," tutur Laila dengan sangat jelas.

"Oh mereka, kami telah menjadikan lengan mereka sebagai rantai satu sama lain di sebuah pohon besar," kekeh Aluna yang tertarik untuk mengikuti pembicaraan kakaknya dan Laila.

"Aluna, apa yang kau lakukan? Jangan mengajak pengkhianat itu berbicara! Kalimatnya mengandung bencana," tahan Oxy terdengar ketus.

Aluna memutar kedua bola matanya seakan tengah berevolusi. "Entah, aku merasakan jika Laila berada dalam pihak kita. Dan jika kau mengatakan bahwa Laila adalah pengkhianat, aku tidak bisa membantah. Tetapi, sebagian besar dari kita adalah pengkhianat. Tepatnya aku, Gio, dan Kak Lidya yang melakukan pengkhianatan secara terang-terangan. Gio mengkhianati Robert sedangkan aku dan Kak Lidya telah handal dalam mengarungi bidang ini sampai kalian pun pernah kami khianati."

Aluna menutup mulutnya dan tertawa kecil ketika melihat reaksi Gio dan Oxy yang mengingat kematian palsu Lidya.

"Lalu siapa kau?" tanya Lulu yang memecah keheningan yang telah ia ciptakan sendiri.

"Aku? Tanyakan saja kepada Lidya," saran Laila dengan tersenyum canggung.

"Dia adalah teman kecilku," kekeh Lidya tanpa dosa.

"Bagaimana bisa?" kaget mereka serentak.

"Tentu saja bisa, kalian tidak mengalami masa kecil bersamaku. Dan ada kesepakatan yang telah kami buat. Bisa aku ceritakan?" tanya Lidya menunggu anggukan dari Laila. Gadis itu mengangguk.

"Kami berasal dari panti asuhan yang berbeda. Tetapi kami berada pada satu sekolah yang sama. Dia selalu diganggu oleh Gino dan itu yang membuatnya menjadi gadis pendiam. Dari sanalah kami memulai pertemanan kami, kami saling menganggap satu sama lain sebagai saudara senasib sampai Laila diasuh oleh seseorang dan pindah sekolah.

Setelah itu kami bertemu lagi ketika aku menemani Oxy rapat ke salah satu perusahaan. Kami yakin kami saling mengenal, namanya bukan Laila NurFajah tetapi Putri Laila Prameswari, tepatnya putri dari keluarga Prameswari. Kala itu dia menceritakan jika dengan sadisnya Gino melakukan sesuatu kepada orang tua angkatnya.

Gino dengan liciknya mengambil alih perusahaan Prameswari dan memaksa Laila untuk menuruti permintaannya.

Lalu kami bekerja sama untuk menghancurkan Gino dan sampai saat ini. Aku yang telah mengatur rencana agar Laila berada di perusahaan Lathfierg dan Mila? Dia mendapatkan ancaman Gino," jelas Lidya secara lengkap.

"Begitulah," kekeh Laila setelah mendapatkan penjelasan yang begitu lengkap.

"Jadi..  Haruskah kami mempecayaimu?" tanya Gio dengan sedikit meragu. Laila mengedikkan bahunya. "Terserah kalian."

Gemuruh tepuk tangan bergemuruh setelah keheningan mereka jumpai. Laila langsung berdiri begitu yang lainnya.

Mereka menatap arah tepuk tangan itu dan menampilkan sekumpulan pasukan Gino dan Rivan. "Ternyata kau mengkhianatiku."

"Siapa yang tengah menkhianatimu? Aku tengah menjalankan tugasmu," bantah Laila dengan lekas.

"APA YANG KAU MAKSUD?!"

Tidak lama dari itu laila menjetikkan jarinya dan suatu hal pun terjadi.

***
Sedikit info, aku gak bisa janji bisa up lagi soalnya hpku udah mulai rusak.. Ups.. Sorry.

Tapi aku bakal usahain up kok :)

Salam cinta dari Lidya dan Zhiro.

Leave The World with Yourlove [Lathfierg Series] [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang