Jaehyun bener-bener berharap apa yang dibilang temen-temennya itu bener. Gak peduli dari mana mereka dapet informasi tersebut dan bagaimana bisa. Lebih baik dia mastiin lebih dulu apakah bener kamu berada di gedung tersebut atau itu cuma tipuan yang dilakukan temen-temennya buat nyari kesenengan akibat terlalu gabut.
Di sinilah Jaehyun berada, di dalem sebuah gedung tua gak berpenghuni. Telapak kakinya ngelangkah menyusuri lorong gedung dan tangannya gak lupa ngebuka satu per satu pintu ruangan yang ada di sana untuk mastiin apakah kamu ada di sana atau enggak. Sampai titik di mana sebuah pintu yang hendak Jaehyun buka, kekunci dengan begitu rapat. Kening Jaehyun berkerut heran karena ruangan tersebut satu-satunya yang kekunci. Cowok itu deketin telinganya pada pintu, nyoba seenggaknya mastiin apakah bener ada kehidupan di dalem sana atau enggak. Namun yang didapat adalah kesia-siaan.
Jaehyun ngehela napasnya kasar. Ia sedikit memundurkan dirinya untuk kembali melihat pintu bercat cokelat itu yang tampak usang. Sebelum akhirnya menendang handle pintu supaya kebuka. Helaan napas terdengar. Dia kecewa saat gak nemuin siapapun di sana. Ini kerasa macam Irene lagi main-main sama dirinya. Dan jujur, itu nyebelin.
Langkah kembali Jaehyun ambil. Dia ngelakuin hal sebelumnya, yakni memeriksa ruangan demi ruangan. Semua cukup bikin capek bagi Jaehyun karena nyari sendirian di gedung bertingkat ini, mengingat berapa banyak ruangan yang ada di gedung berlantai lima tersebut. Ngebutuhin seenggaknya dua jam lebih bagi Jaehyun buat mengelilingi gedung tersebut dan meriksa semua isinya. Ada beberapa ruangan yang kekunci. Semuanya udah Jaehyun buka, tetapi tetap gak nemuin sosok kamu.
Entahlah, harapan Jaehyun perlahan terkikis.
"Anjir, gue kangen banget sama [ Name ]." Kembali dia bermonolog. Tangannya memutar handle pintu terakhir. Kening Jaehyun kembali berkerut. "Dikunci lagi?"
Tanpa banyak pikir, Jaehyun nendang handle pintu buat yang sekian kalinya. Pintu kebuka. Sorot mata Jaehyun menyendu. Pemandangan dihadapannya bener-bener mengiris hati. Dapat diliat, kamu terduduk dengan lemah di atas kursi tanpa ada satupun makanan dan minuman yang ditinggal. Tubuh kamu diiket, pakaianmu basah, dan luka lebam bahkan beberapa goresan juga darah yang udah kering ada di sana.
"[ Name ]?" Jaehyun coba panggil kamu. Jemari tangannya bergerak nepuk pelan pundakmu.
Tepukan yang diberikan Jaehyun mendapatkan respon. Kamu perlahan ngebuka kelopak mata, wajahmu kamu paksa buat mendongak, lantas tersenyum penuh kelegaan. "Hey."
"Hey, sweetie. Glad to see you again." Jaehyun ngulum senyumnya. Dia bawa tubuh lemahmu ke dalam gendongan hangat.
Sorot mata Lee Felix mendingin pas dapetin kabar dari Jung Jaehyun mengenai kamu yang berhasil ditemuin dan baru aja ngedapetin perawatan di rumah sakit terdekat. Rahang pemuda itu mengeras dan kedua tangannya mengepal erat. Jangan lupain gerakan menjilat bibir bawahnya sendiri sebagai pertanda bahwa seorang Lee Felix udah kemakan emosinya sendiri.
Jeno yang sadar ekspresi Felix macam itu, segera nahan kedua pundak si cowok. Dia panggil nama Felix dengan gugup namun gak mendapatkan respon apapun dari sang pemilik nama itu sendiri karena seperti yang diketahui, Felix gak akan ngedengerin apapun selama emosi masih melingkupi dirinya.
Bukan pertanda baik tentu aja. Diamnya Felix bukan hal baik buat diliat sama mereka. Gak ada yang pernah tau apa yang bakalan dilakuin Felix kalau hal macam ini udah kejadian. Bisa aja Felix segera nyari sosok Irene buat ngelepasin amarahnya.
"Jen." Suara Felix makin merendah. Dia cengkram tangan Jeno yang nahan kedua pundaknya tersebut dengan kasar, ngebuat cowok tersebut meringis kesakitan. "Tolong. Jangan. Larang. Gue. Buat. Kasih. Pelajaran. Ke. Jalang. Itu."
"JISHOOONG, TAHAN FELIX, ANJING!" Haechan yang ngedenger ringisan Jeno itu lantas ngedorong punggung Han yang juga ngerasa segan walau hanya sekadar mendekat.
Enggak. Buat kali ini, Han enggak mau mendekat. Dia gak mau menahan dan jadi badut. Dia gak mau muka gantengnya rusak karena mendapat pukulan dari Felix.
"Lo sendiri napasih yang tahan!" Han coba ngelepasin cengkraman tangan Haechan dari bajunya.
"Ya gue gak berani, njeng!"
"Lix, tahan diri kamu."
Felix terdiam. Dipandangnya wajah Sooman yang baru aja dateng itu dengan pandangan datar. "Bapak mau hal ini keulang lagi?"
Sooman menggelengkan kepalanya pelan. "Dengerin Papa dulu, ya. Ayo diskusi. Ini tentang Irene juga."
Beruntung karena kehadiran Sooman seenggaknya bisa meredam sedikit amarah Felix. Entah karena dewi fortuna emang lagi berpihak pada mereka, atau emang Sooman yang kebetulan datang tanpa diduga buat ngurusin hal ini. Mereka yakin, Sooman datang bukan karena dihubungi oleh Jaehyun. Melainkan karena insting seorang ayah yang melekat di dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kos-Kosan Bobrok [ ✔ ]
FanfictionApa jadinya kalau kamu tinggal bersama dengan 43 cogan yang bobroknya udah gak bisa diobatin lagi?