•17•

204 33 0
                                    

"Lo kok sekarang jadi kepo banget sih, Sher?" Varo bertanya dengan heran.

Sherly diam sejenak, dia masih tak bergeming, dirinya masih enggan berbicara selepas berkutat dengan ponselnya. Sherly belum membuka suaranya sama sekali, akan tetapi dirinya tak mengalihkan pandangannya dari kakak laki-lakinya.

Sedetik kemudian Sherly beranjak dari duduknya—sebelum akhirnya memutuskan untuk mengayunkan kakinya untuk menghampiri Varo yang tengah menatap malas kearahnya. Mimik wajah Sherly sungguh nampak tak enak di pandang. Kini, Sherly mengerucutkan bibirnya, hal tersebut berhasil membuat Varo jadi gemas sendiri.

Adek gue kenapa gemesin banget sih?

Tak ayal bahwa saat ini Varo tengah menahan tawa dalam hati saat melihat wajah Sherly yang tampak lucu, bahkan sangatlah lucu. Sherly tampak menekuk bibir bawahnya seraya mendongakan kepalanya untuk melihat wajah tampan milik Varo—karena sejujurnya tinggi Sherly hanya sampai pada bahu Varo saja.

"Yeee, biarin! Emang salah ya kalau kepo sama abang sendiri?" Sherly bertanya seraya seraya berkacak pinggang dengan gaya yang terlihat garang.

Detik berikutnya, Varo mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari telunjuknya. Kepalanya menengadah ke atas tanda dia kini tengah berfikir keras seraya menginggit bibir bawahnya. Varo berdeham pelan terlebih dahulu belum menjawab pertanyaan dari Sherly. Varo kembali sedikit menundukan kepalanya untuk memandang wajah cantik Sherly kembali. Berikutnya dia menggeleng pelan. "Enggak salah juga sih," Varo menyahut dengan ragu-ragu.

Sherly memalingkan wajahnya kesamping, pura-pura sedang merajuk tentunya. Tangan kanannya terangkat untuk menyodorkan ponselnya yang sedari dia pegang kearah Varo yang tengah menatapnya dengan wajah yang terlihat sangat bertanya-tanya.

"Nih, lihat bang!" Sherly memberi perintah dengan nada suara yang terdengar menahan kesal.

Kontan Varo langsung mengambil alih ponsel itu lalu dia melihat layar ponsel yang kini masih menyala—tanda bahwa saat ini ponsel Sherly tengah aktif. Mata Varo terlihat menyipit setelahnya. Varo menatap foto yang terpampang di layar ponsel lekat-lekat.

Perlu di ketahui bahwa foto itu memperlihatkan dengan jelas dirinya tadi sore di mana dia tengah membonceng Keysa dengan motor ninja kesayangannya itu. Varo menarik kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan senyum yang sangat manis.

Memangnya foto itu kenapa?

Apakah ada yang salah dengan foto itu?

Varo rasa tidak ada yang salah.

Sherly mengernyitkan dahinya karena bingung. Pasalnya Sherly bingung karena kakak laki-lakinya tidak marah sama sekali kepada dirinya dan yang lebih anehnya lagi adalah Varo saat ini tengah senyum-senyum sendiri seperti orang gila yang suka berkeliaran di jalanan yang sering dia temui saat sedang berada diperjalanan menuju sekolahnya maupun perjalanan ketika pulang sekolah.

Tangan Sherly terangkat dan menaruh punggung telapak tangannya di dahi Varo, berniat untuk mengecek suhu badannya Varo. Sherly menggeleng pelan, punggung tangan kanannya sama sekali tak merasa panas. Tetapi kenapa Varo masih senyum-senyum sendiri seperti saat ini, huh? Ah, entahlah, Sherly pun tak tahu itu.

Sherly mengerutkan dahinya bingung. "Enggak panas kok!"

Sherly menyentakkan kepalanya. "Bang lo gila ya? Kenapa lo malah senyum-senyum sendiri kek orang gila?" Sherly bertanya dengan geram.

Kontan hal tersebut membuat telapak tangan kiri Varo terangkat untuk menepis punggung telapak tangan Sherly yang masih menempel di dahinya. Sedetik kemudian Varo tertawa terbahak-bahak saat mendengar perkataan Sherly tadi. Varo sangat heran dengan adik perempuannya itu.

Kenapa tingkah laku adiknya itu sangat lucu? Bahkan hampir setiap hari dirinya dibuat tertawa karena kelakuan konyol yang dibuat adiknya. "Ya kali gue gila," Varo menyahut malas.

"Lo emangnya nggak malu gitu, bang? Udah boncengin si Keysa?" Sherly bertanya dengan raut wajah yang terlihat penasaran.

Varo menggeleng tegas. Tangannya terangkat untuk memegang bahu kiri Sherly, dia menatap mata adiknya lekat-lekat. "Kenapa harus malu? Toh, Keysa orangnya sangat cantik terus baik lagi, bay the way... kalau di lihat-lihat wajah kalian berdua itu sedikit mirip tau,"

Sherly mengertakan giginya kesal. Berikutnya dia menghentak-hentakan kakinya dengan kesal. Telapak tangan kanannya terulur untuk merebut ponselnya yang masih berada di tangan Varo. Tentu saja Sherly kesal dengan kakak laki-lakinya. Ralat, tepatnya sangat kesal. Kenapa kakak laki-lakinya bisa berpikir seperti itu? Dirinya sendiri bahkan tidak pernah merasa mirip dengan Keysa.

"Beda jauh bang!" kesalnya.

Detik berikutnya Sherly memutar tubuhnya kebelakang dan langsung mengayunkan kakinya untuk kembali duduk di sofa yang terletak tak jauh darinya. Sementara Varo? Dia hanya terkekeh geli saat melihat reaksi Sherly yang terlihat sangat lucu baginya, dia ikut melangkahkan kakinya lebar menuju sofa dan langsung duduk disamping Sherly.

Varo menatap tote bag itu dengan mimik muka yang terlihat penasaran. Perlahan tapi pasti, Varo membuka tote bag itu dan mengeluarkan semua isinya, ditaruhnya tiga kotak itu di atas meja. Seketika mata Varo melebar tatkala membuka satu persatu tiga kotak berukuran lumayan besar.

Pantesan, sedikit berat, orang isinya kue semua. Varo membatin dalam hati.

Aroma harum kue yang terasa manis itu langsung menyeruak masuk kedalam lubang hidung Varo dan Sherly. Kontan Sherly yang tengah berkutat dengan ponselnya segera menolehkan kepalanya itu kearah aroma harum kue yang terasa sangat lezat meski belum mencoba memakannya.

Seketika mata Sherly menjadi berbinar. Sherly menjilat bibirnya sendiri yang terasa kering. Sungguh Sherly tak sabar ingin segera menikmati kue yang berbau sangat harum. Tak lama kemudian Sherly langsung menaruh ponselnya di atas meja. Telapak tangan kanannya terulur untuk mencomot salah satu kue red velvet yang nampak lezat dimatanya.

Perlahan tapi pasti, Sherly memejamkan kedua matanya lalu menggigit kue red velvet itu kedalam mulutnya. Rasa lembut dan manis bercampur jadi satu. Gigitan pertama aja terasa enak, apa lagi gigitan yang kedua dan seterusnya?

"Eum, enak banget nih kue," Sherly berujar pelan seraya mengunyah pelan kue tersebut, sesekali menjilat bibir mungilnya yang penuh dengan krim kue.

Sherly menoleh kearah ponselnya sebentar sebelum memasukan ponselnya ke dalam saku celana pendeknya. Kedua tangannya terulur untuk meraih satu kotak kue yang berisi red velvet—sebelum akhirnya Sherly memutuskan untuk membawa kotak tersebut kedalam kamarnya.

"Sher! Kue abang mau di bawa kemana, huh?" Varo bertanya dengan sedikit berteriak ketika melihat adiknya barusan melenggang pergi begitu saja seraya membawa salah satu kue pemberian dari mommy-nya Keysa.

Sherly menghentikan langkahnya sejenak ketika mendengar suara Varo yang tadi mengintrupsinya. "Ke kamar! Lagian abang juga masih punya dua kotak kue," Sherly menyahut dengan sedikit berteriak sebelum akhirnya menaiki anak tangga dengan cepat—dia tidak ingin berbagi dengan kakak lelakinya.

Varo memejamkan matanya seraya mengusap-usap dadanya berulang-kali. "Sabar, Var, Sabar... Anak sabar disayang Tuhan,"

"Bukannya bilang makasih, malah nyelonong pergi gitu aja, dasar adek laknat!" Sambungnya seraya berdecak kesal.

Apa benar kue buatan tante Linda itu enak? Varo bertanya dalam hati.

Dengan ragu-ragu Varo mengambil salah satu kue rasa chocolate dan memakannya dengan perlahan. Setelah beberapa detik kemudian wajahnya langsung berbinar ketika merasakan rasa kue tersebut. "Wah, emang enak sih, pantesan adek gue suka. Orang rasanya mantep banget kayak gini," Varo berujar lirih seraya memakan lagi kue itu.

Besok besok, pokoknya gue harus beli kue ini. Beli kue bonusnya ketemu Keysa.

DAREL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang