•44•

108 20 0
                                    

"Cerita dong, masa lo tega sih sama sahabat lo sendiri?" pinta Rosa seraya mengatupkan kedua telapak tangannya didepan dada—seolah tengah meminta maaf.

Sherly memutar bola matanya jengah, kalau sudah begini dia bisa apa coba? Menolak pun rasanya percuma. Dia menarik nafasnya perlahan lalu dia menghembuskannya dengan kasar. Sherly berdeham pelan sebelum memulai bercerita.

"Tapi lo jangan teriak-teriak ya?" Sherly bertanya lirih.

Rosa mengangguk antusias. "Iya babe."

Sherly diam mematung saat mendengar kata babe—panggilan itu membuatnya teringat kenangan dengan mantan pacarnya. Kenapa Rosa harus memanggilnya dengan sebutan babe? Apakah dia tidak tahu bahwa panggilan itu mengingatkannya kembali pada sosok Darel, huh?

Sherly menoleh kearah Rosa yang sedang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Sekarang lo nggak usah mengucapkan kata babe, gue nggak mau dengar kata itu lagi."

Rosa mengatupkan bibirnya rapat. Ngomong-ngomong ada apa dengan Sherly—sahabatnya itu? Bukankah Sherly paling suka jika panggil dengan sebutan babe? Rosa berdeham pelan untuk mengurangi rasa canggungnya lalu dia mengangguk.

Sherly dan Rosa kembali mengayunkan kakinya yang tadi sempat tertunda. "Gue diputusin Darel." Ucap Sherly samar.

"Demi apa, huh?" Rosa bertanya dengan sedikit berteriak—membuat siswa-siswi yang sedang berlalu lalang langsung menoleh kepadanya.

Sontak Rosa menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Seharusnya Rosa tidak berteriak seperti itu. Rosa merutuki dirinya sendiri karena suaranya terlalu tinggi. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya pelan—masih belum percaya dengan perkataan Sherly tadi. Diputusin Darel? Oh my god! Rosa tidak habis pikir dengan hal itu.

Refleks Sherly menghentak-hentakkan kedua telapak kakinya dengan kesal, tangan kanannya terangkat untuk mencubit pelan lengan mulus milik Rosa. "Gue nggak mau lanjutin ceritanya. Gue sebal sama lo!" kesalnya seraya menyilangkan kedua tangannya didepan dada dan memalingkan wajahnya kesamping kiri.

Sontak Rosa mencebikan bibirnya dengan lucu, dia tadi kan tidak sengaja. "Eum, maafin gue ya, Sher?" pintanya seraya mengatupkan kembali kedua telapak tangannya.

Sherly hanya berdeham pelan seraya menyibak rambutnya kebelakang.

Rosa tertawa kecil seraya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. "Lo tadi cuma bercanda kan, Sher?"

Sherly memutar bola matanya jengah, kenapa Rosa tidak percaya sama sekali kepada dirinya?

"Buat apa gue bercanda, huh?" Sherly bertanya heran seraya menaikan sebelah alisnya.

Rosa diam mematung, lidahnya terasa kelu untuk berbica. Dia masih berusaha mencerna apa yang di katakan Sherly barusan. Buat apa juga Sherly bercanda? Dia menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Berarti benar dong, kalau Sherly diputusin Darel?

Sherly menunduk seraya meremas roknya seragamnya yang berwarna abu-abu. "Gue belum siap diputusin Darel, Sa,"

Rosa menoleh kearah Sherly, jujur saja dia ikut sedih kalau sahabat baiknya tengah bersedih seperti itu—jelas karena tidak tega. Tangan Rosa terangkat untuk merangkul bahu Sherly, sesekali dia mengusap bahu Sherly dengan pelan. "Ssttt, jangan sedih dong! Nanti gue ikut sedih," pintanya seraya memasang puppy eyes andalannya.

"Di luar sana masih banyak cowok yang ngantri jadi pacar lo kok, Sher," Lanjut Rosa semangat.

Sherly tidak bergeming. Dia masih berusaha mencerna perkataan Rosa tadi. Dia hanya menginginkan Darel seorang dan bukan cowok lainnya. Rasanya Sherly ingin bunuh diri saja, buat apa dia hidup? Toh, mereka semua jahat terhadap dirinya.

DAREL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang