•62•

100 18 0
                                    

Nindhi terlebih dahulu menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri. Dia ingin memastikan bahwa tidak ada guru ataupun murid yang tengah melihat aksinya yang saat ini ingin mengintip. Aman. Tidak ada seorang satupun yang tengah berkeliaran di luar kelas. Nindhi tersenyum lega karena situasinya terlihat memungkinkan untuk melanjutkan aksinya yang sempat tertunda tadi. Nindhi kembali mengintip ke dalam ruangan UKS.

Terlihat Keysa tengah tiduran di atas ranjang UKS, punggungnya dia sandarkan di kepala ranjang. Kedua telapak tangannya dia gunakan untuk memegang benda pipih miliknya. Jari jemari lentiknya tidak henti-hentinya menari-nari di atas benda pipih itu. Ya, Keysa tengah asyik bermain ponselnya. Sesekali dia tertawa kecil ataupun hanya tersenyum tipis. Dahi Nindhi mengernyit, dia sedang bingung. Kenapa Keysa tertawa saat melihat ponselnya? Apakah ponselnya itu begitu lucu? Entahlah Nindhi pun tidak tahu itu.

Kali ini Nindhi menolehkan wajahnya ke arah Varo. Varo tengah duduk di sofa, kedua telapak tangan Varo memegang ponsel miliknya—ponselnya miring. Lantas Nindhi langsung menyimpulkan saat ini Varo tengah bermain game. Dahi Nindhi kembali mengernyit, kenapa Varo malah sibuk bermain game? Dan kenapa Keysa juga sibuk bermain ponselnya sendiri? Nindhi diam mematung. Pikirannya kembali berkelana. Nindhi sedang bingung dengan Varo. Kenapa Varo tidak kembali ke kelasnya? Apakah Varo hanya ingin bermain game saja saat di UKS?

*

Kata bitch kembali terngiang-ngiang kembali di benak Keysa. Kenapa Darel begitu tega menyebutnya dengan satu kata yang terdengar menjijikan itu, huh? Otak Keysa sungguh ingin menghapus foto Darel. Tetapi hati Keysa berkata lain. Saat sudah tertera kata delete, Keysa kembali mengurungkan niatnya. Dia menggigit bibir bawahnya, dia merasa sangat bingung. Alhasil dia tidak jadi menghapus foto Darel. Keysa masih tetap mencintai Darel walaupun hari ini dia di sakiti oleh mantan kekasihnya. Entahlah, Keysa tidak bisa membenci Darel. Keysa meletakan kembali ponselnya di atas meja. Tiba-tiba perut Keysa berbunyi. Dia memejamkan ke dua matanya sejenak.

Lapar.

Satu kata yang sedang Keysa rasakan saat ini, tadi pagi Keysa tidak sempat sarapan karena dia ingin buru-buru berangkat ke sekolah. Dia sungguh sangat kangen dengan Darel—yang nota bene-nya adalah pacarnya. Ah, bukan, lebih tepatnya mantan pacarnya. Tetapi entah kenapa Darel hari ini terlihat berbeda dari biasanya.

Wajar saja jika Keysa pingsan, orang tadi dia belum makan sama sekali. Keysa merutuki perutnya, kenapa perutnya harus berbunyi saat situasi sedang tidak tepat seperti ini? Kedua telapak tangan Keysa terangkat untuk menutup wajahnya yang terasa memanas. Dia tidak mau apabila Varo tadi telah mendengar perutnya yang berbunyi tadi. Dia malu, sungguh sangat malu.

Varo menghentikan game-nya sejenak. Tadi dia sempat mendengar suara bunyi perut yang terdengar samar. Jujur saja, itu bukan suara perut darinya. Dia refleks menolehkan wajahnya ke arah Keysa. Dahinya mengernyit, tanda dia sedang bingung. Kenapa Keysa menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya, huh?

Varo beranjak dari duduknya. Dia menyimpan ponselnya terlebih dahulu sebelum melangkahkan ke dua kakinya. Varo mengangkat kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan yang manis. Entah kenapa jika melihat Keysa, Varo jadi senyum-senyum sendiri. Varo sangat suka melihat semua tingkah Keysa yang menurutnya kelewat lucu.

Varo melangkahkan kedua kakinya, berjalan mendekat ke arah Keysa. Dia masih tersenyum tipis. Telapak tangan kanannya terangkat untuk mengacak-acak rambut Keysa dengan sayang dan telapak tangan kirinya dia masukan ke dalam celana. Sedangkan Keysa, dia masih menutup wajahnya dengan ke dua telapak tangannya. Jujur saja, Keysa masih malu dan dia belum berniat untuk membuka wajahnya.

"Lo kenapa sih, Key?" Varo bertanya dengan suara baritonnya yang terdengar berat, kedua alisnya mengerut, tanda dia sedang bingung.

Hening.

Tidak ada jawaban. Keysa masih tetap tidak mau membuka mulutnya. Dia hanya menggeleng pelan sebagai jawabannya. Varo menghela nafasnya pelan, dia diam. Pikirannya kembali berkelana. Apakah Keysa saat ini sedang menahan malu? Apakah suara bunyi perut tadi berasal dari Keysa?
Varo menyugingkan senyum. Telapak tangan kanannya masih setia mengacak-acak rambut Keysa yang tergerai indah. "Sekarang gue tahu, pasti lo malu karena tadi perut lo bunyi, kan?" Tanyanya seraya menaik turunkan ke dua alisnya menggoda.

Keysa mengerucutkan bibirnya lucu, lambat laun pasti Varo akan tahu soal itu. Wajah cantiknya masih tertutupi oleh ke dua telapak tangannya. Perlahan tapi pasti, Keysa menurunkan ke dua telapak tangannya. Dia menggigit pelan bibirnya bagian bawah.

Dia menunduk, berusaha menyembunyikan rona merah yang menghiasi kedua pipinya. Dia tidak mau jika Varo melihat hal itu. "Eum... i—iya kak." Sahutnya sedikit terbata-bata. Varo terkekeh pelan saat melihat Keysa yang sedang malu-malu kucing seperti saat ini. Menurutnya itu lucu. Ah, ralat tepatnya sangat lucu.

"Cie, yang sedang malu cie." Varo meledek seraya terkekeh. Bukannya rasa malu Keysa hilang tetapi rasa malunya semakin bertambah. Keysa mendongakkan wajahnya menatap wajah tampan milik Varo. "Apaan sih kak! Aku nggak malu kok!"

"Idih, boong banget sih." Sahutnya menggoda. Entah kenapa dia sangat suka menggoda Keysa dan Sherly. Bagi Varo kedua cewek cantik itu sedikit mirip.

Varo duduk di tepi ranjang UKS. Dia masih menatap kedua manik Keysa dengan dalam. Tangan kanannya beralih untuk menggenggam jari jemari Keysa. Dahi Varo mengernyit saat merasakan telapak tangan kanan Keysa yang terasa dingin. Apakah saat ini Keysa sedang gugup? Tegang? Takut? Tetapi penyebabnya apa, huh?

Vara menggosok-gosok kedua telapak tangannya. Berusaha untuk membuat tangannya menjadi memanas dan terasa hangat. Saat kedua telapak tangannya sudah terasa sedikit panas, Varo langsung segera meraih telapak  tangan kanan Keysa dengan kedua telapak tangannya yang terasa sedikit panas—berusaha untuk menyalurkan sedikit kehangatan.

Keysa mendongakkan wajahnya, matanya terpaku pada Varo yang tengah berusaha membuat telapak tangannya yang terasa dingin menjadi terasa hangat. Perlahan tapi pasti, Keysa merasakan telapak tangannya yang menghangat karena ulah Varo. Tak di sadari, Keysa mengangkat kedua sudut bibirnya untuk membentuk lengkungan manis.

Andai saja yang ada di depan gue ini Darel bukan kak Varo, pasti gue bahagia banget. Batin Keysa dalam hati.

Varo mendongak menatap wajah cantik Keysa yang tengah tersenyum seraya menatap wajahnya. Varo juga ikut tersenyum, ide jahil tiba-tiba terlintas di benak Varo. "Iya gue tahu, kalau gue itu tampan, Key."

Keysa lantas mengerjapkan matanya, tadi dia tengah melamun. "Ih! Apaan sih kak!" Tegurnya pelan, lalu tangan kirinya terangkat untuk memukul pelan lengan Varo. Varo tertawa keras saat mendengar respon Keysa. Kedua pipi Keysa kembali memerah. Keysa menangkup ke dua pipinya—berusaha untuk menutupi rona merah yang menghiasi ke dua pipinya. Sungguh terlihat sangat menggemaskan di mata Varo.

Varo menghentikan tawanya, dia menatap manik milik Keysa dengan serius. "Gue tahu, pasti lo lapar, kan?"

Keysa menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Keysa bohong jika bilang tidak lapar. Jujur saja, Keysa itu sangat lapar. Dia tidak ingin merepotkan Varo. Alhasil dia ingin membohongi Varo. "Nggak kak, gue nggak lapar kok,"

Varo memicingkan matanya, dia sudah tahu bahwa sebenarnya Keysa sedang berusaha membohonginya.

"Jangan bohong! Gue nggak suka, Key."

Keysa menunduk, dia tidak berani menatap mata Varo yang tajam setajam elang.

"Maaf kak." Pinta Keysa dengan suara yang terdengar lirih. "Iya tadi aku bohong." Lanjutnya.

Sontak senyum Varo kembali mengembang. Dia bahagia saat melihat Keysa mengakui kesalahan. Ingat, dia sangat menyukai kejujuran. Tangan kanannya terangkat untuk mencubit pelan pipi Keysa yang sedikit chubby.

"Iya, gue maafin."

Sontak Keysa mendongak, wajahnya berbinar karena senang. "Kak Varo nggak marah sama Keysa, kan?" Tanyanya memastikan.

Varo diam sejenak, lalu ia menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. "Gue enggak marah kok, Key."

Keysa tersenyum lebar, dia kira Varo akan marah kepadanya.

DAREL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang