•12•

262 34 1
                                    

David mengangguk membenarkan seraya menarik kedua sudut bibirnya, dia lantas tersenyum. "Betul betul betul," sahutnya dengan menirukan kartun bocah TK di televisi yang kepalanya botak dan tentunya tak punya rambut sama sekali.

Keysa mendongak menatap wajah David yang tengah memasang wajah polos tak berdosa. "Kagak mirip Ipin sama sekali lo," semprotnya seraya tertawa terbahak-bahak. Hal tersebut tentu berhasil membuat Nindhi dan Daffa ikut tertawa terbahak-bahak. Lucu sekali.

"Biarin, wlee," David menyahut seraya menjulurkan lidahnya, meledek.

Detik berikutnya mereka berempat terbahak-bahak. Membuat banyak pasang mata yang tengah berada dikantin menoleh kearah empat orang yang masih tertawa terbahak-bahak. Tidak ada tandanya jika mereka akan menghentikan tawanya.

Tanpa mereka sadari dari tadi mereka sedang diperhatikan Darel Arsenio. Dia tengah duduk sendiri di ujung kantin. Darel memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sangat sesak. Ada rasa tak rela jika Keysa dekat dengan cowok selain dirinya. Sakit, sesak, dan perih bercampur jadi satu didalam hatinya.

Darel tidak tahu penyebabnya itu apa, tetapi yang pasti dadanya terasa sangat sesak karena dia melihat Keysa tertawa terbahak-bahak bersama cowok selain dirinya. Dan parahnya lagi cowok itu adalah kembarannya yaitu David Arsenio.

Kenapa cowok itu harus kembaran gue?
 
Kenapa bukan gue yang duduk di sebelah Keysa?

Harusnya gue yang duduk di sebelah Keysa, bukan kembaran gue.

Apa gue cemburu sama kembaran gue ya?

Darel diam mematung. Tiba-tiba dia menjadi teringat akan lagu yang tadi malam sempat dia dengarkan lewat earphone. Kenapa lagu itu sangat mewakili perasaannya saat ini huh? Lagu itu berjudul 'Harusnya Aku'. Darel memejamkan matanya saat teringat akan lirik lagu itu.

'Ku tak bahagia, melihat kau bahagia dengannya
Aku terluka, tak bisa dapatkan kau sepenuhnya
Aku terluka, melihat kau bermesraan dengannya
'Ku tak bahagia, melihat kau bahagia

Harusnya aku yang di sana, dampingimu dan bukan dia
Harusnya aku yang kau cinta dan bukan dia
Harusnya kau tahu bahwa cintaku lebih darinya
Harusnya yang kau pilih bukan dia

Tak lama kemudian Darel tersadar dari lamunannya. Dia mengacak rambutnya frustasi sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan kantin yang kian semakin ramai. Darel sungguh menyesal karena telah pergi kekantin. Harusnya tadi dia tak menuruti ajakan sahabatnya.

Siapa lagi kalau bukan Daffa?

Keysa mengedarkan pandangan ke sekelilingnya tiba-tiba matanya terpaku pada Darel yang kini tengah berjalan berbalik arah untuk meninggalkan kantin. Dahi Keysa seketika berkerut, bingung.

Kenapa dia nggak ikut bergabung dimeja ini?

Kenapa dia pergi ninggalin kantin?

Kenapa dia nggak nyapa gue sama sekali, huh?

Jujur saja, Keysa sebenarnya sangat sedih saat Darel tidak menyapanya. Keysa juga sebenarnya tidak berharap di sapa Darel, tetapi kenapa Keysa merasa jika sikap Darel tiba-tiba menjadi aneh? Atau mungkin hanya perasaannya saja? Ah, entahlah dia pun tak tahu akan hal tersebut.

Nindhi menggeplak lengan Keysa dengan pelan. "Lo lihat apaan sih, Key?" Nindhi bertanya dengan penasaran. Pasalnya sedari tadi Keysa hanya diam seraya menatap kursi yang letaknya diujung kantin, dimana tadi Darel sempat duduk disitu.

Sontak Keysa langsung menoleh kearah Nindhi. Dia kembali tersenyum tipis, dia berdeham pelan sebelum menjawab pertanyaan yang Nindhi lontarkan barusan. "Eum, itu Darel kenapa pergi ninggalin kantin ya?" Keysa bertanya dengan ragu-ragu.

DAREL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang