"Selow, bro, selow,"
"Ternyata yang datang bukan cewek, Rel! Bukan, cewek!" hebohnya.
"Yang datang itu cowok, dia itu tinggi, putih, dan wajahnya tampan kayak kita berdua pokoknya... eh, satu lagi, wajahnya itu sekilas mirip—" David menghentikan ucapan karena lupa, dia kembali mengingat-ingat tetapi dia tidak kunjung ingat.
Darel kembali menyandarkan punggungnya ke sofa, dia menatap kosong ke arah depan. Dia jadi teringat kejadian beberapa jam yang lalu, saat dia dan Sherly tengah berada di kamar miliknya—membuatnya kembali memikirkan Sherly yang sekarang sudah berstatus menjadi mantan pacarnya. Darel bertengkar dengan Sherly karena masalah sepele. Ah, ralat, Darel tidak menganggap masalah itu sepele. Bagaimana bisa Darel tidak marah? Orang Sherly sudah merobek-robek kertas yang bergambar wajah Keysa.
Apa Darel salah memutuskan Sherly? Dari dulu juga Darel tidak pernah sayang kepada Sherly. Ah, boro-boro sayang, cinta saja tidak pernah.
David mengguncangkan bahu Darel beberapa kali, membuat Darel sadar dari lamunannya. Darel mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum menoleh kearah David.
"Lo kenapa ngelamun?" David bertanya penasaran seraya mengangkat salah satu alisnya.
Darel berdeham pelan. "Gue nggak ngelamun!" bantahnya.
David tediam sebentar, dia tidak menghiraukan jawaban dari kembarannya barusan. Sedetik kemudian wajahnya menjadi berbinar. "Ah, gue tau! Gue baru ingat kalau cowok yang mukulin gue sekilas mirip Sherly!" David memekik heboh.
Darel teringat dengan kakak kelasnya yang berwajah mirip Sherly sekilas. Tetapi Darel lupa nama cowok itu.
"Eh, masa gue dituduh dia yang enggak-enggak, bikin adeknya nangis lah, apa lah, dan gini deh jadinya... pipi gue yang jadi korban, anjir! Lihat nih wajah gue jadi bonyok kayak gini gara-gara siapa coba? Ya gara-gara dia lah!" David mengomel seraya memegang pipinya yang lebam.
Darel terdiam sebentar, dia berusaha mencerna perkataan David. Bikin adeknya nangis? Darel jadi teringat dengan jelas saat Sherly menangis karena dirinya yang memutuskan hubungan sepihak. Ah, Darel baru ingat nama kakak kelas cowok yang sekilas mirip Sherly—namanya Azka Alvaro Jovanka, dia adalah cowok tampan yang pernah menjadi ketua basket di kelas 11 dulu. Darel juga teringat kalau Sherly punya kakak cowok. Darel semakin yakin bahwa Varo yang memukuli David.
Apa Varo mau balas dendam ke gue ya? karena udah bikin adeknya nangis, pasti Sherly udah ngadu ke Varo. Batinnya.
Darel menatap iba kearah David. Maaf, gara-gara gue, lo jadi yang kena sasarannya.
"Eh, tunggu-tunggu, tadi Sherly nangis kenapa? Apa cowok itu ada hubungannya dengan Sherly?"
Darel mengangguk membenarkan. Pertanyaan David memang benar, bukan?
"Sherly nangis karena tadi gue putusin,"
David langsung menolehkan wajahnya kearah Darel, dia menatap tidak percaya kearah kembarannya.
What the hell?
"Kenapa lo mutusin Sherly, huh?"
"Karena gue nggak pernah cinta sama dia, dulu gue nerima dia juga karena terpaksa, coba bayangin dari kelas sepuluh dia udah ngejar-ngejar gue terus, bro!"
David tidak bergeming sama sekali, dia menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali.
"Tapi kenapa malah gue yang dipukulin, anjir? Harusnya yang dipukulin kan lo, bukan gue," kilahnya.
Nasib David sungguh malang, bukan?
Darel mengusap-usap pelan lengan kembarannya, lalu dia terkekeh pelan. "Mungkin ini sudah takdir?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL (END)
Ficção Adolescente(NOVEL SUDAH TAMAT, BURUAN DIBACA SEBELUM MENYESAL AKHIRNYA.) ______________________________________________ ⚠️Spoiler⚠️ "Arghhh!" Keysa menjerit dengan suara yang terdengar bergetar. Darel melepaskan jas miliknya yang berwarna hitam, menyisakan kem...