•45•

117 20 0
                                    

Babak belur? Masa iya? Sherly segera menoleh kearah parkiran—tepatnya kearah David. Dia juga sama terkejutnya seperti Rosa. Matanya beralih menatap Darel dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Wajah Darel tidak babak belur, tetapi kenapa wajah David yang babak belur, huh? Apakah tidak terbalik? Seharusnya yang babak belur bukan David tetapi Darel, bukan?

Sherly menatap kearah depan dengan tatapan kosong, dia berusaha berfikir keras. Mimik wajah Sherly juga terlihat berubah-ubah. Apakah Varo salah orang? Sherly tersenyum lega karena wajah Darel tidak babak belur sama sekali. Sherly kembali menolehkan pandangannya kearah David, dia meringis pelan saat melihat wajah David yang terlihat mengenaskan, entah kenapa dia juga tidak rela jika David telah dipukuli Varo.

Rosa kembali memukul lengan Sherly pelan. "Jangan ngelamun mulu, entar kesambet baru tahu rasa lo!"

Sherly mengerucutkan bibirnya lucu. "Kesambet? Idih amit-amit gue."

"Ayuk pulang, kok malah berdiri di sini terus, sih?" Rosa mengeluh pelan, jujur saja dia merasa lelah, capek, dia ingin merebahkan tubuhnya diatas kasur queen size miliknya.

Tangan Sherly terangkat untuk mengusap-usap pelan lengan mulus Rosa. Sherly masih mau disini, dia masih penasaran dengan wajah Darel yang sama sekali tidak babak belur. Dia ingin menanyakan langsung kepada Darel. Sherly kalau sudah penasaran pasti akan mencari tahu sendiri. Dia tidak akan bisa tenang jika belum mencari tahu faktanya.

"Lo pulang duluan aja, bentar lagi gue juga pasti pulang kok."

Rosa langsung tersenyum tipis mendengarnya. "Ya udah, gue pulang duluan ya?"

Sherly tidak bergeming, sedetik kemudian dia mengangguk setuju sebagai responnya.

Rosa melangkahkan kakinya kembali, dia kembali berhenti melangkah saat sudah satu meter melangkah, dia menoleh kearah Sherly yang sedang tersenyum seraya melambaikan telapak tangannya kearahnya. "Bye bye, ingat! jangan nangis mulu!"

Sherly hanya mengangguk pelan tanpa mengucapkan sepatah katapun. Satu menit kemudian, Sherly kembali mengayunkan kakinya yang tadi sempat tertunda. Dia berjalan menuju parkiran. Ah, bukan—tepatnya ke arah Darel dan teman-temannya laki-laki.

"Halo!" sapanya manis.

Sontak semua cowok yang berada di parkiran berhenti tertawa, lalu mereka menoleh kearah Sherly yang sedang tersenyum, lalu sedetik kemudian mereka tersenyum manis kearah Sherly, kecuali Darel. Darel menatap tajam kearah Sherly.

"Hai cantik!" Sapa salah satu cowok jangkung yang berwajah manis.

"Belum pulang lo, Sher?" David bertanya, dia sedang memakan kuaci yang sudah dibuka kulitnya.

Sherly menggelengkan kepalanya pelan. "Belum,"

Darel turun dari motornya ninja merahnya, lalu Darel melangkahkan kakinya lebar menuju Sherly yang sedang tersenyum kearahnya. Ketika jarak keduanya sudah dekat, dia segera mencekal menarik pergelangan tangan Sherly, tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Sherly terperanjat kaget saat pergelangan tangannya ditarik paksa oleh Darel. Darel segera melangkah dan masih mencekal pergelangan tangan Sherly menyeretnya untuk menjauhi parkiran—lebih tepatnya menjauhi teman-temannya. Sherly meringis kesakitan karena cekalan Darel terlalu erat. Darel tidak memperdulikannya, dia terus menyeret Sherly.

Darel terus menarik paksa Sherly yang berjalan tergopoh-gopoh mengikuti langkah kakinya yang lebar. Sesekali Sherly meronta tetapi Darel sama sekali tidak menghiraukannya—tanpa memperdulikan siswa-siswi yang masih berlalu-lalang. Jujur saja, Darel sangat muak dengan Sherly.

Sherly berusaha keras untuk melepaskan cekalan Darel, tetapi hasilnya nihil. Usaha Sherly benar-benar sia-sia, tenaganya tidak cukup untuk melepaskan tangannya dari cekalan tangan Darel yang besar dan kekar. Darel masih menatap lurus ke depan tanpa memperdulikan Sherly.

Darel langsung menghempaskan tangan Sherly dengan kasar saat mereka sudah berada di taman belakang sekolah. Karena tidak seimbang, alhasil tubuh mungil Sherly terjatuh diatas rerumputan akibat terhuyung ke belakang. Mata Sherly kembali berkaca-kaca, kenapa Darel begitu tega kepadanya?

Darel berjongkok dihadapan Sherly yang saat ini tengah meringis kesakitan seraya memegang pergelangan tangannya yang terlihat memar karena ulah Darel.

"Lo kan yang udah ngadu sama abang lo itu?" Darel bertanya dengan nada rendah tetapi penuh penekanan.

Sherly menggelengkan kepalanya pelan, siapa yang mengadu terhadap Varo, huh? Sherly benar-benar tidak mengadu. Darel pasti sedang salah paham. Sherly mendongak menatap wajah tampan milik Darel. "Gue nggak ngadu, Rel... Lo jangan nuduh orang sembarangan dong!" sahutnya tidak terima.

Darel memalingkan mukanya menatap pohon besar yang berada di sampingnya, dia berdecih pelan. Darel benar-benar tidak percaya dengan Sherly. Dia tahu, pasti Sherly sudah mengadu sama kakak cowoknya—tetapi Sherly tidak mau mengakuinya.

Darel mencengkram erat kedua bahu Sherly seraya menatap tajam wajah cantik milik Sherly. "Gue juga nggak suka sama cewek pembohong—" Darel sengaja menggantungkan perkataannya.

Darel menghembuskan nafasnya kasar sebelum meneruskan kalimatnya. "Macam lo!"

Tes.

Cairan bening turun begitu saja dari pelupuk mata milik Sherly. "Lo salah paham, Rel! Gue sama sekali enggak pernah ngadu ke abang gue!"

Darel berdecih pelan saat mendengar jawaban Sherly yang menurutnya hanya omong kosong belaka. "Dasar cewek pembohong!"

Plak.

Sherly menampar pipi milik Darel dengan keras, dia benar-benar tidak terima disebut cewek pembohong. "Salahin gue aja terus!"

Darel menyeringai tajam, telapak tangan kanannya terangkat untuk menyentuh pipinya yang tadi sempat ditampar Sherly. Rasanya tidak sakit sama sekali.

Kenapa Darel begitu tidak percaya terhadapnya, huh?

Apakah Darel tidak memikirkan perasaannya yang sedari kemarin khawatir terhadapnya, huh?

Apakah Darel sama sekali tidak pernah melihat perjuangannya kemarin saat menahan Varo untuk tidak memukulinya?

Dan dengan mudahnya Darel bilang kalau dia adalah cewek pembohong?

Haha... Sherly tidak habis pikir lagi dengan Darel.

Darel menatap tajam Sherly seraya menaikan sedikit dagunya, Sherly mengalihkan pandangannya kesamping, lalu dia tertawa hambar. "Kalau yang bilang Keysa pasti lo langsung percaya kan, Rel?"

Darel memajukan sedikit wajahnya. "Nggak usah sok tahu lo, Sher!" Darel membentak tepat didepan muka Sherly.

Tes cairan bening itu kembali menetes dari pelupuk mata Sherly. Sudah tidak bisa dihitung lagi, ini sudah keberapa kalinya dia menangis. Menangis dengan alasan yang sama. Di sakiti oleh Darel. Bukankah Sherly pernah berjanji bahwa dia tidak boleh menangis dihadapan Darel lagi?

Darel melepaskan cengkramannya dari kedua bahu Sherly. "Cih, dasar cewek cengeng, gitu aja nangis, ntar ngadu lagi sama Varo lagi, ya?"

Sherly tidak menyahuti perkataan Darel, mengusap air matanya dengan kasar. Kenapa Sherly begitu cengeng sekali saat berada didepan Darel?
Darel berdiri dia tersenyum sinis saat melihat Sherly yang tengah menangis. "Dasar cewek tukang ngadu, manja, cengeng lagi," Darel berkata tanpa merasa bersalah sedikitpun, lalu dia memutar tubuhnya dan berjalan santai pergi—meninggalkan Sherly ditaman sendiri.

"Tolol! Kenapa gue harus nangis didepan Darel lagi sih? Bukannya gue sering disakitin Darel, huh?" Sherly bertanya kesal seraya menjambak rambutnya yang tergerai indah di punggung dan sekarang rambutnya terlihat begitu acak-acakan.

Tanpa aba-aba David langsung berlari dan segera memeluk tubuh mungil milik Sherly, dia tidak ingin Sherly menangis seperti saat ini. Sherly saat ini tengah duduk sambil memeluk lututnya, menunduk. Dia menangis meraung-raung dan juga meronta-ronta saat dipeluk David tapi lama kelamaan dia berhenti meronta.

DAREL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang