Keysa menolehkan wajahnya ke arah Nindhi, perutnya sudah berbunyi, tanda jika cacing-cacing di perutnya sudah tidak sabar lagi ingin menerima jatah. Keysa menepuk pelan bahu kanan Nindhi. "Ke kantin, yuk? Gue udah laper nih," keluhnya.
Nindhi tertawa pelan saat mendengar perkataan Keysa tadi. Baginya perkataan Keysa tadi itu sangat lucu. Selera humor Nindhi sangat receh, bukan?
Nindhi meletakan bolpoinnya tepat diatas bukunya yang masih terbuka lalu dia menutup pelan buku tulisnya. Dia beranjak dari duduknya dan berdiri, buku yang semula dia pegang lantas di masukan ke dalam tas ranselnya yang masih terbuka. Sama halnya seperti Keysa, Keysa pun tengah memasukan buku tulis matematika ke dalam tas ransel yang berwarna biru yang masih terbuka lebar.
"Ayuk!" Nindhi memekik semangat. Jujur saja, dia juga sangat lapar karena tadi pagi belum sempat sarapan. Dia menyambar telapak tangan Keysa, lalu menggenggamnya dengan erat. Sementara Keysa? Dia hanya tersenyum lebar.
Mereka berjalan beriringan pergi dari kelas untuk menuju ke kantin seraya bergandengan tangan. Nindhi menolehkan wajahnya ke arah Keysa yang masih tersenyum, namun tatapannya masih lurus ke depan.
Terlihat beberapa murid tengah bermain kejar-kejaran, ada juga beberapa murid yang tengah berlalu lalang seraya membawa makanannya, dan ada juga yang tengah bergosip ria di kelas, di taman maupun di kantin.
Berisik.
Satu kata itulah yang tiba-tiba terlintas di benak Keysa. Memang benar adanya, semua sekolah kalau istirahat pasti semua murid pada berisik. Mungkin, berisik saat jam istirahat tiba adalah budaya yang harus di lestarikan? Haha, lucu sekali.
"Tumben lo nggak nitip ke gue, Key?" Nindhi bertanya dengan wajah yang terlihat penasaran.
Keysa tidak terdiam sejenak. Dia masih berusaha mencerna pertanyaan Nindhi barusan. Keysa juga tidak tahu, rasanya dia ingin ke kantin saja untuk hari ini. Ah, ralat, tepatnya dia ingin menikmati semangkok mi ayam yang sudah terkenal enaknya di seantero murid. Mie ayam milik bu Eni adalah juaranya mie ayam yang ada di sekolahnya. Selain rasanya yang enak, mie yang di sajikan pun tebal, kuahnya kental dan rasanya gurih dan sedikit manis, topingnya juga berbagai macam dan pembeli bisa memilih sendiri, harganya pun sangat terjangkau dan sangat pas untuk kantung pelajar.
"Gue mau makan mie ayam milik bu Eni, Nin."
Nindhi hanya ber-oh ria saja, dia juga sebenarnya sangat ingin makam mie ayam milik bu Eni. Tetapi dia juga ingin makan batagor yang letaknya tepat di ujung kantin, letaknya sedikit jauh dari kedai mie ayam milik bu Eni. Ya kali dia harus membeli keduanya? Hell no! Mau tidak mau, Keysa harus berpisah dengan Nindhi.
"Ya udah gue duluan, ya?"
Keysa hanya mengangguk seraya tersenyum tipis. Keysa mengedarkan pandangannya ke seluruh isi kantin. Terlihat kantin sangat ramai dan berisik. Ada sedang asyik makan, ada juga yang hanya memesan minuman saja, dan ada juga yang tidak memesan apa-apa hanya bergosip ria. Keysa diam mematung di situ. Tiba-tiba bola mata Keysa terpaku dengan dua orang yang tengah bermesraan.
Tangan kanan Keysa terangkat untuk memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sakit dan perih. Ada rasa tak terima saat melihat kekasihnya merangkul mesra cewek yang berada di sampingnya, siapa lagi jika bukan Sherly? Dugaan Keysa tidak salah, kan? Memang benar adanya kalau Darel itu playboy seperti David—kembarannya.
Keysa menunduk. Mata Keysa sudah kembali berkaca-kaca, mungkin kalau Keysa berkedip, cairan bening miliknya akan turun dan membasahi pipinya. Sedetik kemudian Keysa berkedip, sontak cairan bening miliknya dengan kurang hajarnya turun dari pelupuk mata Keysa. Keysa meremas roknya gusar. Kedua tangannya terangkat untuk menyeka air matanya dengan kasar. Keysa sudah berjanji bahwa tidak akan menangisi cowok brengsek seperti Darel.
Gue cewek strong, jadi gue enggak boleh nangis.
Saat merasa sudah tidak ada air mata yang tersisa, Keysa kembali menguatkan dirinya agar tidak kembali menangis. Dia mendongak, menatap Darel dan Sherly yang kini tengah saling suap-suapan mesra. Keysa tersenyum paksa. Perutnya kembali berbunyi. Dia menarik nafasnya dalam-dalam sebelum mengayunkan kakinya menuju kedai mie ayam bu Eni. Keysa mengayunkan kakinya dengan padangan lurus ke depan.
Keysa berjalan pelan tanpa menoleh ataupun melirik sekilas kedua orang yang masih sedang bermesraan. Senyum paksanya tidak pudar sama sekali. Tujuan awal Keysa ke kantin hanya untuk makan mie ayam saja, kan?
"Babe suapin aku lagi, dong!" Pinta Sherly dengan nada yang terdengar sangat menjijikan.
Samar-samar Keysa mendengar perkataan Sherly barusan, seketika pipinya berkedut jijik.
Darel hanya bergumam pelan, lalu tangan kanannya terulur untuk menyuapi Sherly dengan potongan batagor yang tersaji di piring yang letaknya di atas meja. Darel melirik sekilas ke arah Keysa yang sudah pergi, dia menatap nanar punggung Keysa yang kian menjauh.
Maafin gue, Key. Sebenarnya, gue nggak bermaksud bikin lo sakit hati. Batinnya dalam hati. Sejujurnya Darel tidak ingin dekat lagi dengan Sherly, tetapi takdir berkata lain. Darel sangat membenci Sherly tetapi Darel sangat mencintai Keysa.
"Ada Keysa, bro!" bisik David. Dia tengah duduk tepat di samping Darel.
Darel melirik sekilas ke arah David, lalu dia membuang kulit kuaci yang berada di telapak tangannya dan tepat mengenai wajah David. "Biarin aja," sahutnya santai.
Sontak jawaban dari Darel berhasil membuat David menjadi emosi. Tangan kanannya terulur untuk memukul lengan kekar Darel dengan kelas. "Kasihan goblok!"
Darel membalas perbuatan David dengan melemparkan kulit kuaci yang berada di atas meja yang berada tepat di depannya. "Bodo amat." sahutnya cuek.
Darel kembali memakan batagornya kembali. Tanpa menghiraukan perkataan kembarannya. Sherly mengeratkan pelukannya ke lengan David, dia menggelayut manja di sana, seolah dunia hanya milik mereka berdua saja. "Babe, aku cinta banget sama kamu,"
"Iya."
"Aku sayang banget sama kamu, babe,"
"Iya."
"Aku nggak mau kehilangan kamu untuk yang kedua kalinya, babe."
"Iya, babi."
Sontak jawaban Darel barusan langsung mengundang gelak tawa David dan Daffa, mereka tertawa keras. Membuat seisi murid yang berada di kantin menoleh ke arah mereka berempat dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan. David memegangi perutnya yang terasa sakit akibat kebanyanyakan tertawa.
"Goblok!" umpat David kesal, dia masih tertawa.
"Tolol!" timpal Daffa seraya tertawa geli.
Sherly mencubit pelan lengan kekar Darel dan bibirnya mengerucut lucu. "Babe, sayang. Bukan babi." Sherly berprotes dengan nada yang terdengar menjijikan di telinga Darel.
Darel hanya bergumam tidak jelas. Apa salahnya dia memanggil Sherly dengan sebutan babi? Toh, babe sama babi menurutnya sama saja, tepatnya sama-sama menjijikan. Jujur saja, Darel sudah tidak tahan lagi berada di kantin bersama Sherly. Seharusnya yang di jodohkan itu David bukan dirinya. Darel sungguh sangat tersiksa dengan rencana perjodohan yang menurutnya hal konyol. Dia juga tidak habis fikir dengan Sherly yang liciknya kebangetan.
"Pacaran aja terus," sindir David kesal. Pasalnya dia tidak suka melihat Sherly yang masih bergelayut manja di lengan kekar Darel. Seharusnya yang lengannya di peluk Sherly adalah lengannya bukan lengan kembarannya.
Sherly menoleh sekilas ke arah David yang tengah duduk santai di sampingnya Darel. "Iri bilang bos." Sherly menyahut seraya menjulurkan lidahnya, mengejek.
"Yang pacaran mah beda. Kita kaum jomblo diam aja. Iya nggak, Daf?" David bertanya meminta persetujuan, dia menyenggol pelan lengan Daffa yang tengah duduk tepat di sampingnya.
Daffa hanya mengangguk setuju, meski sebenarnya dia tidak jomblo. Dia kembali memasukan kuaci yang sudah dia buang kulitnya ke dalam mulutnya. "Makanan gue, lo yang bayar ya, Sher?"
Sherly hanya tersenyum seraya mengacungkan jempolnya mantap. "Oke, lagi pula kalau bayarin lo berdua doang, gue nggak bakal jatuh miskin kok,"
"Ya, ya, terserah lo aja deh," Daffa menyahut senang.
Siapa yang tidak senang coba kalau dapat makanan gratis?
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL (END)
Teen Fiction(NOVEL SUDAH TAMAT, BURUAN DIBACA SEBELUM MENYESAL AKHIRNYA.) ______________________________________________ ⚠️Spoiler⚠️ "Arghhh!" Keysa menjerit dengan suara yang terdengar bergetar. Darel melepaskan jas miliknya yang berwarna hitam, menyisakan kem...