Tak.
David yang melihat Dika tengah menggoda Rosa alias sahabatnya Sherly—pujaan hatinya tentu membuatnya geram sendiri. Hal tersebut tentu membuat David mau tidak mau harus melemparkan penghapus papan tulis tepat di kepala Dika yang nota bene-nya adalah temannya sendiri. David menyugingkan senyumnya saat penghapus itu tepat mengenai sasarannya, tepatnya di belakang kepala. Dika meringis kesakitan, telapak tangan kanannya yang tadi dia gunakan untuk menoel-noel pipi Rosa, sekarang sudah berada di kepala belakangnya yang terasa berdenyut-denyut.
"Bangsat! Siapa yang melemparkan penghapus ini, huh?"
"Gue! Emangnya kenapa?"
Dika menoleh kebelakang saat mendengar suara berat milik David yang berhasil membuat nyali Dika mendadak menjadi ciut. Dika menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Telapak tangannya dia gunakan untuk memegang penghapus yang tadi dia ambil. Dia meringis pelan lalu menaruh penghapus itu di atas meja yang berada di depannya. Telapak tangannya kembali terangkat untuk membentuk tanda peace. "Ampun, bos!" Pandangannya tidak lepas dari David yang tengah memasang muka garang ke arahnya, sementara kedua tangannya dia lipat didepan dada.
"Mampus lo!" Timpal Sherly seraya tertawa renyah.
"Emang enak?" Tanya Rosa seraya menyibak rambutnya kebelakang.
"Keysa, di cariin Darel tuh." Goda David yang tengah duduk santai di bangku yang paling belakang, di sampingnya ada Sherly yang tengah memasang muka masam alias cemberut.
Tangan kanan David dia gunakan untuk mengapit leher Sherly yang tidak berkutik sama sekali. Entah kenapa akhir-akhir ini dia jadi dekat dengan David yang nota bene-nya adalah kembaran pujaan hatinya. Sering kali dia menjauh dari David tetapi David tetap saja mendekatinya. Wajar saja jika Sherly dan David terlihat seperti pasangan baru.
Keysa yang mendengar perkataan David barusan langsung menggeram marah. Sejujurnya, dia sudah tidak ingin mendengar nama Darel lagi. Keysa ingin membenci Darel, tetapi kenapa dia tak bisa? Kalimat yang di ucapkan Sherly waktu lalu itu selalu terngiang-ngiang di kepalanya.
Keysa ingin dekat dengan kakak kandungnya, yaitu Sherly dan Varo. Keysa tidak ingin menyakiti kakak perempuannya—maka dia memilih untuk menjauhi Darel akhir-akhir ini meski Darel selalu berusaha keras untuk mendekatinya lagi. Keysa menoleh kebelakang sebelum mengatakan sesuatu. "Bacot lo, Dav!" Sahutnya kesal.
Keysa kembali menatap lurus kedepan tepatnya ke arah papan tulis. Memandang kosong papan tulis itu. Keysa mengerjapkan kedua matanya berulang kali. Apa tidak salah yang dia lihat tadi? Di mana dia melihat David merangkul Sherly alias kakak kandungnya sendiri. Keysa sungguh bingung, kenapa kakaknya tidak protes saat di rangkul seperti tadi, huh? Bukannya hati kakaknya masih ada Darel?
Terlihat Sherly tadi hanya duduk santai seraya melirik sekilas ke arahnya. Tidak ada tanda-tanda Sherly marah saat mendengar nama Darel.
"Idih, beneran kok. Gue kan nggak pernah bohong."
"Lo berdosa banget sih?" Sherly bertanya lirih, telapak tangan kanannya dia gunakan untuk mengelus dadanya berulang kali. Sedangkan telapak tangan kirinya dia gunakan untuk mencubit perut rata milik David.
David tidak merasa terusik akan hal itu, dia hanya menyengir kuda tanpa mau mengalihkan pandangannya dari wajah cantik milik Sherly. Keysa hanya memandang dua orang itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Keysa tersenyum tipis. Entah kenapa akhir-akhir ini Keysa merasa jika Sherly tidak sejahat dulu kepadanya.
*
Keysa saat ini sedang duduk santai di kursi yang di depannya ada meja belajar miliknya. Dia tengah mengenakan tank top berwarna biru muda dan di padukan dengan celana jeans panjang berwarna biru tua.
Pandangannya lurus kedepan—memandang tembok yang berwarna putih netral itu dengan pandangan yang terlihat datar. Kedua telapak tangannya dia gunakan untuk menangkup kedua pipinya. Sedangkan kedua siku tangannya dia gunakan untuk menumpu lengannya.
Aletta sendiri saat ini tidak sedang berada di rumah Keysa, tadi dia sudah izin pergi pada Keysa, katanya dia ingin pergi main bersama teman-temannya. Keysa hanya bisa mengiyakan saja tanpa berniat melarang Aletta untuk pergi main bersama teman-temannya.
Keysa tengah beradu dengan pikirannya sendiri. 'Kalau lo sayang sama kakak kandung lo sendiri, lo harus jauhin Darel sekarang juga.' Kalimat yang di ucapkan Sherly beberapa hari yang lalu selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Keysa tidak tau harus berbuat bagaimana lagi. Kedua mata yang masih bengkak—kembali berkaca-kaca.
Bulir-butih putih yang sedari tadi dia bendung akhirnya jatuh juga. Telapak tangan kanan Keysa terangkat untuk mengusap kasar air matanya yang kembali jatuh dan membasahi pipinya yang sedikit chubby. Benar kata Sherly—kakaknya. Dia harus menjauhi Darel sekarang juga. Keysa harus bisa move-on dari Darel.
Lo harus kuat, Key. Lo enggak boleh cengeng kayak gini. Batinnya dalam hati.
Keysa tersenyum paksa. Dia menolehkan wajahnya ke arah cermin yang berada tidak jauh darinya. Keysa menggeleng-gelengkan kepalanya pelan saat melihat wajahnya sendiri. Keysa masih tetap cantik. Tetapi sayang, matanya membengkak dan sedikit memerah.
Keysa ingin membaca novel best seller miliknya yang tadi dia baca saat guru tengah menjelaskan materi. Keysa menunduk, telapak tangan Keysa terulur untuk meraih tas ransel miliknya yang berwarna biru tua miliknya. Keysa membuka resleting tasnya itu. Dahinya tiba-tiba mengernyit dan kedua alisnya saling bertautan saat menemukan amplop yang ukurannya terbilang besar.
"Ini amplop punya siapa, huh?" Tanyanya kepada diri sendiri dengan suara yang terdengar lirih. Siapa yang berani-beraninya menaruh amplop itu kedalam tasnya, huh? Rasa penasaran Keysa semakin memuncak. Bulir-bulir keringatnya mulai keluar dan membasahi wajahnya.
Keysa menggigit pelan bibir bagian bawahnya dengan gusar. Keysa melirik sekilas bawah amplop, terlihat di situ ada coretan kecil yang bertuliskan 'Untuk Keysa Deolinda'. Keysa berdeham pelan sebelum membuka amplop yang sekarang sudah berada di tangannya. Keysa memejamkan kedua matanya sejenak. Dia menghitung mundur seraya membuka amplop yang berwarna putih netral.
Tiga.
Dua.
Satu.
Wajah Keysa tampak sendu saat melihat isi amplop. Ternyata isinya adalah selembar foto Darel yang terlihat begitu tampan. Bukan hanya itu saja, di dalam amplop juga berisi secarik kertas yang bertuliskan— 'Jika kamu rindu kepadaku maka pandanglah foto yang aku berikan ini. -Drl.'
Nafas Keysa tercekat. Drl? Dia sudah menduga dari siapa amplop yang diberikan untuknya, siapa lagi kalau bukan dari Darel, huh? Maksud Darel mengirim amplop berisi foto untuk apa, huh? Rasa benci kepada Darel semakin bertambah. Dia tidak habis pikir lagi dengan Darel. "Bacot!" Umpatnya pelan seraya membuang foto dan secarik kertas ke lantai.
Waktu itu...
Darel sedang berada di depan kaca seraya membenarkan dasinya dan rambutnya yang terlihat acak-acakan. Dia melihat dirinya sendiri di pantulan cermin. Seragam yang tengah dia kenakan saat ini berwarna putih dan di padukan dengan celana panjang berwarna abu-abu.
Seperti biasa, mukanya terlihat datar tanpa ekspresi sama sekali. Tangan kanannya terulur untuk meraih amplop yang lumayan besar yang berwarna putih netral miliknya. Dia melangkahkan kakinya lebar menuju kamar David seraya menenteng amplop yang berada di telapak tangan kanannya. Mungkin David saat ini belum bangun?
Darel mengetuk pintu kamar kembarannya beberapa kali. Tetapi sayang, belum ada sahutan dari David. Tanpa pikir panjang Darel langsung memegang knop pintu kamar David dan mendorongnya dengan pelan. Terlihat David tengah tidur terlentang seraya memeluk guling dengan erat. Keberadaan Darel sama sekali tidak membuatnya menjadi bangun. "Woy!" Panggil Darel dengan sedikit meninggikan suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL (END)
Teen Fiction(NOVEL SUDAH TAMAT, BURUAN DIBACA SEBELUM MENYESAL AKHIRNYA.) ______________________________________________ ⚠️Spoiler⚠️ "Arghhh!" Keysa menjerit dengan suara yang terdengar bergetar. Darel melepaskan jas miliknya yang berwarna hitam, menyisakan kem...