Bukankah Darel terlihat seperti goodboy? Pintar? Baik? Cuek? Dingin? Muka tampan yang terlihat polos? Tidak pernah buat onar seperti anak berandalan, bukan?
Tetapi kenyataannya tidak sepenuhnya begitu. Darel merokok hanya ketika dia sedang frustasi dan banyak masalah saja. Jujur saja, satu bulan lebih dia sudah berhenti merokok tetapi hari ini entah kenapa dia jadi ingin merokok lagi.
Darel menyelipkan sebatang rokok di ujung bibirnya lalu mulai menyalakan pematiknya hingga ujung rokok itu mengeluarkan bara dan asap sekaligus. Darel memejamkan kedua matanya dan mulai menghisap lalu dia menyelipkan rokok tersebut di antara jari telunjuk dan jari tengahnya dan meniupkan asap rokok yang ada di dalam mulutnya hingga keluar hingga asap tersebut mengepul di udara yang terasa dingin.
Di telapak tangan kirinya ada ponsel yang sedang mengalunkan lagu kesukaannya yaitu lagu milik SuperM— berjudulnya Tiger Inside yang baru saja rilis. Kenapa lagu itu mengingatnya kembali pada Keysa, huh? Ah, bukan hanya itu saja, Darel juga teringat akan kencan pertama dengan Keysa di salah satu mall elit yang terletak di kota Jakarta. Dimana Darel memberi nama panggilan sayang kepada Keysa yaitu putri macan dan sebaliknya Keysa juga memberi nama panggilan sayang untuk Darel yaitu pangeran kelinci.
Darel masih diam mematung di sofa. Pikirannya kembali berkelana. Pandangannya lurus kedepan. Memandang railing berwarna hitam dengan pandangan yang terlihat kosong. Darel menaruh ponsel miliknya yang sedari tadi berada di telapak tangan kirinya itu di atas sofa—tepatnya di sebelahnya, ponsel masih mengalunkan lagu yang berada di playlist miliknya.
Sesekali dia menghisap kembali ujung rokoknya lalu mengeluarkan asap dari rokok itu. Lirik lagu berjudul Tiger Inside memenuhi telinganya tetapi hal itu tak berhasil membuyarkan lamunan Darel. Yang ada Darel itu semakin terhanyut oleh lamunannya sendiri.
Setelah lima detik kemudian tiba-tiba David datang, dia sendiri saat ini tengah memakai kaos oblong berwarna hitam dan di padukan dengan celana jeans pendek berwarna senada muncul tepat di hadapan Darel. Telapak tangannya terulur untuk merebut ponsel milik Darel yang berada di sofa. Pipi David berkedut jijik saat mendengar lagu yang saat ini tengah mengalun itu--ia tidak tahu judul lagu itu—yang jelas David tidak menyukainya. Jujur saja David lebih suka lagu Indonesia.
David segera mematikan lagu yang berjudul Tiger Inside. Hal itu membuat Darel yang sedari memejamkan matanya menggeram marah. Darel sungguh tidak suka jika di usik seperti barusan—apalagi jika di usik oleh kembaran laknatnya. Dia melemparkan bantal yang berada di atas sofa tepat ke muka David yang sedang memejamkan matanya seraya menghisap ujung rokok miliknya yang baru saja dia nyalakan.
Bantal itu melayang tinggi dan berhasil mengenai kepala David. Sedangkan David? Dia hanya diam saja, dia tak bergeming sama sekali. Dia kembali mengeluarkan asap rokoknya yang berada di mulutnya, asap itu mengepul ke atas. Tidak ada tanda-tandanya David mengeluarkan suara, dia masih santai-santai saja seperti barusan tidak terjadi apa-apa. Darel menyipitkan kedua matanya, kenapa kembarannya tidak marah sama sekali kepadanya, huh?
"Seorang Darel merokok? Nggak salah nih gue?" David bertanya dengan suara serak khas bangun tidur. Sejujurnya, David sendiri dia dari dulu memang tidak tahu jika Darel—kembarannya suka merokok seperti dirinya.
Pandangan David lurus ke bawah, melihat puluhan rumah yang berjajar rapih dengan cahaya yang nampak remang-remang. Telapak tangan kanannya dia gunakan untuk memegang rokok, sedangkan telapak kirinya dia gunakan untuk memegang erat railing yang berwarna hitam.
Pertanyaan David barusan sangat terdengar menohok bagi Darel. Nafasnya tampak tercekat. Lidahnya juga terasa kelu untuk berbicara walaupun hanya sepatah katapun. Darel diam mematung seraya berfikir keras, masih mencerna kalimat yang dilontarkan oleh kembarannya barusan. Darel tiba-tiba menyugingkan senyumnya.
Mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk David ketahui bahwa Darel suka merokok. Sebelumnya Darel sudah sering merokok di rooftop—tetapi semua murid tidak tahu akan hal itu. Mata Darel tidak lepas dari David yang masih berdiri di depan railing balkon kamarnya. Sesekali dia menghisap rokoknya yang di apit oleh jari telunjuk dan tengahnya.
"Emangnya salah kalau gue merokok?" Darel bertanya santai. Sedetik kemudian dia mengangkat kaki kanannya untuk bertumpu pada sofa.
"Lo kan goodboy, ya nggak mungkin merokok lah!" Elaknya. Sekarang dia menatap Darel dengan tatapan yang tak bisa di artikan. Kenapa Darel bisa merokok seperti itu? David sebenarnya tidak ingin Darel merokok, tentu saja dia tidak ingin jika kembarannya sakit. Ah, ralat—tepatnya demi kesehatan tubuh dan paru-paru kembarannya. David membuang asal putung rokoknya yang masih sedikit lalu melangkahkan kakinya lebar untuk mendekat ke arah Darel dan duduk di sampingnya.
"Apa cuma badboy aja yang boleh merokok?" Darel kembali melontarkan pertanyaan. Dia masih saja menyesap ujung rokoknya. Nadanya tampak santai dan tidak ada emosi sama sekali. Darel tersenyum tipis, memangnya kenapa dia tidak boleh merokok, huh? Apakah salah jika dia merokok? Toh, semua orang tidak tahu jika dia merokok bukan? Hanya David saja yang tahu. Telapak tangan kiri Darel terulur untuk mengambil ponselnya yang sedari tadi berada di sampingnya lalu dia memasukan ponsel itu kedalam saku celana kirinya.
Telapak tangan David menyatu dan jari-jemarinya saling bertautan. Pandangannya lurus kedepan. Dia sedang beradu dengan pikirannya sendiri dan juga masih mencerna pertanyaan yang di lontarkan Darel barusan. David menjilat bibir bawahnya yang sudah mulai mengering.
Badboy? Apakah Darel tadi menyidirnya? David akui jika dia adalah cowok badboy. Jika David badboy maka Darel sebaliknya, Darel adalah goodboy—bukan badboy seperti kembarannya. "Ya nggak lah!" David menyahut cepat. "Lo mulai sekarang jangan merokok lagi!" Sambungnya dengan suara yang terdengar lirih.
"Ya udah, terus kenapa lo harus larang-larang gue?"
"Gue nggak mau jika kembaran laknat gue jadi sakit, bego!"
Darel menarik kedua sudut bibirnya, membentuk lengkungan yang terlihat manis. Dia tidak tahu harus berbicara apa lagi. Dia kira kembarannya tidak peduli dengannya—ternyata perkirannya benar-benar salah. Darel berdiri lalu menjatuhkan putung rokoknya yang tinggal setengah dan menginjaknya dengan cepat.
Darel melangkahkan kakinya lebar untuk mendekati railing balkon milikinya. Matanya tidak lepas dari langit yang berwarna hitam gelap tetapi tetap indah karena adanya bulan dan bintang. "Lo juga jangan merokok terus, bego!" Sahutnya tanpa mengalihkan pandangannya dari langit.
"Memangnya kenapa? Toh, nggak ada yang peduli juga sama gue." Setelahnya dia tertawa miris—menertawai dirinya sendiri. Sontak, jawaban dari membuat Darel mengertakan giginya dengan kesal. Darel mengembalikan tubuhnya dan kembali melangkahkan kakinya lebar untuk mendekat ke arah David yang tengah menatap lantai dengan tatapan kosong. Darel menoyor pelan kepala kembarannya.
"Siapa bilang gitu? Gue peduli, bego!"
Detik itu juga tawa David langsung meledak. "Oh... ternyata sekarang Darel orangnya udah nggak gengsian lagi, ya?" Ledeknya di iringi tawanya yang berhasil membuat Darel geram sendiri. Darel sekarang sudah duduk di samping David lagi, punggungnya dia senderkan di kepala sofa, sesekali matanya terpenjam seraya menikmati semilir angin malam yang terasa dingin.
"Iyain aja deh biar seneng."
David mengeluarkan ponselnya yang sedari tadi berada di dalam saku celana jeans-nya yang berwarna hitam seperti milik Darel. Ponselnya sudah mengeluarkan cahaya tanda ponselnya sudah menyala—alias masih hidup. Jari-jemarinya tampak menari-nari di atas layar ponsel miliknya. Sedangkan Darel? Dia hanya memandang David dengan malas. Dia sama sekali tidak kepo apa yang sedang di lihat oleh kembarannya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL (END)
Teen Fiction(NOVEL SUDAH TAMAT, BURUAN DIBACA SEBELUM MENYESAL AKHIRNYA.) ______________________________________________ ⚠️Spoiler⚠️ "Arghhh!" Keysa menjerit dengan suara yang terdengar bergetar. Darel melepaskan jas miliknya yang berwarna hitam, menyisakan kem...