•75•

109 15 0
                                    

"Woy!" Panggil Darel dengan sedikit meninggikan suaranya.

Sontak David langsung tersentak saat mendengar suara Darel barusan. Dia menggeliat tubuhnya karena merasa terusik. Kedua mata yang sedari tadi terpejam sekarang sedikit demi sedikit terbuka. Wajahnya nampak terlihat masam. Terlihat jika David semalam kurang tidur, mengingat bahwa saat ini kedua kantung matanya tampak menghitam. "Apaan sih, Rel?" David bertanya to the point. David beranjak dari tidurnya mengubah posisinya menjadi duduk dengan punggung yang ia senderkan di kepala ranjang. Telapak tangannya terangkat untuk menutup mulutnya yang kembali menguap.

Darel kembali melangkahkan kakinya lebar untuk mendekatkan dirinya pada David. Dia tersenyum tipis. Wajahnya nampak terlihat sumringah. Namun pandangannya tidak lepas dari David yang sekarang sudah menurunkan kedua telapak kakinya di lantai yang terasa dingin. Telapak tangan David terangkat untuk mengucek kedua matanya.

"Gue mau minta tolong sama lo,"

"Nih." Lanjutnya seraya menyodorkan amplop berwarna putih netral yang berisi selembar fotonya dan secarik kertas yang bertulisan satu kalimat yang sudah dia tulis tadi malam. Perlu diketahui bahwa semalam Darel begadang untuk membuat itu dan menggambar foto David di sketchbook miliknya. Gambar itu masih berada di dalam kamarnya. "Lo masih inget kan kalau lo ingin gue gambar?"

David menghentikan aktifitasnya. Dia melirik sekilas wajah Darel lalu sedetik kemudian dia mengangguk membenarkan tetapi dia tidak mengucapkan sepatah katapun. David menatap amplop yang masih berada di telapak tangan kanan Darel tanpa minat. Matanya tampak memicing. David tengah berfikir keras mengenai amplop yang lumayan besar itu. Rasa penasaran mulai menjalar di dalam pikirannya. Entah kenapa dia jadi penasaran dengan isi amplop. "Amplop itu buat gue?"

Sedetik kemudian tawa Darel pecah. Darel tertawa keras, tawanya berhasil memenuhi kamar milik David. Sementara David? Dia hanya memasang wajah polos miliknya. Dahinya semakin mengernyit, alis tebalnya saling bertautan. Momen saat ini sangat jarang terjadi bagi David, dimana Darel bisa tertawa lepas tanpa beban seperti saat ini. "Kok lo jadi ketawa, sih? Perasaan nggak ada yang lucu kok!"

"Lo yang lucu, bego! Lo orangnya selalu ge-er, tau nggak?"

David berdeham pelan. "Kok banyak yang bilang gitu sih?" David bertanya balik. Dia sekarang sudah berdiri dan berjalan untuk mengambil handuk yang letaknya tidak jauh dari kasur king size miliknya. David menyampirkan handuk berwarna putih di bahu kanannya. David kembali menolehkan wajahnya ke arah Darel yang sekarang sudah berhenti tertawa dan tengah duduk di tepi kasur king size milik David sendiri.

"Faktanya emang gitu dodol! Gue udah gambar lo di sketchbook milik gue,"

Sontak David segera menghentikan langkahnya. Dia terdiam sejenak dengan wajah yang sekarang berubah menjadi tampak berbinar, senyum manis langsung terukir di bibirnya. "Yang bener?" Tanya David memastikan. Dia benar-benar sangat sudah tidak sabar ingin di gambar Darel, akhirnya keinginannya terwujud juga. "Gambarnya mana coba?" Tanyanya sekali lagi.

"Di kamar gue lah."

David hanya ber-oh ria saja. Sedetik kemudian David kembali melirik amplop yang masih di pegang Darel. David kembali berjalan mendekat ke arah Darel. "Itu amplop kalau bukan buat gue, terus buat siapa, huh?" David kembali melontarkan pertanyaan dengan meninggikan suaranya. Dia mengertakan giginya kesal saat melihat Darel yang tengah terkekeh geli. Rasa penasarannya kembali memuncak.

"Ini buat Keysa. Gue mau lo masukin amplop ini kedalam tasnya Keysa. Ingat! Jangan ada satupun orang yang tau!" Tangan kanan Darel terulur untuk menaruh amplop yang sedari tadi dia pegang itu di atas nakas tepat di samping kasur king size milik David. Sementara David? Dia tidak bergeming sama sekali. David tengah berdiri mematung seraya berfikir keras tentang apa yang barusan Darel katakan.

"Nggak salah lo?" Tanya David memastikan.

Darel menggeleng cepat. "Nggak lah." Sahutnya cepat. "Kalau tugas yang gue kasih udah lo lakuin, gue bakal kasih gambar itu ke lo." Lanjutnya seraya menyugingkan senyum penuh arti. Darel beranjak dari duduknya lalu menepuk pelan bahu kanan milik David.

"Good luck, Dav!"

David berdeham pelan lalu memutar kedua bola matanya malas tanpa ada niatan untuk membuka suara. David segera bergegas pergi ke kamar mandi karena tadi ia sempat melirik jam dinding miliknya yang sudah menunjukan pukul setengah tujuh. Sementara Darel? Dia sudah keluar dari kamar David satu menit yang lalu.

Beberapa waktu yang lalu...

David mengangkat kepalanya yang sedari tadi dia telungkupkan. Matanya tampak menyipit. David menolehkan wajahnya ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada satu pun murid yang berada di sekitarnya. Nihil. Tidak ada satu pun murid yang berada dalam kelas ini karena sekarang adalah jam istirahat. Di mana para murid ada yang pergi ke kantin, kamar mandi, dan perpustakaan.

Sementara David? Dia memilih di kelas saja. Senyumnya kontan mengembang. Dia segera melancarkan aksinya. Telapak tangan kanannya terulur untuk segera mengambil amplop besar yang dia tidak tahu isinya yang sedari tadi dia taruh di dalam laci miliknya. Dia lantas beranjak dari duduknya dan langsung melangkahkan kakinya lebar menuju bangku Keysa yang berada tepat di depannya, hanya terhalang meja saja. David menaruh amplop di meja milik Keysa sebentar lalu dia beralih untuk membuka resleting tas milik Keysa dan segera memasukan amplop itu ke dalam tas milik Keysa.

Sherly tengah duduk nyaman di atas kasur queen size miliknya. Dia tengah mengenakan baju tidur panjang berwarna merah menyala. Kedua tangannya dia gunakan untuk memeluk boneka beruang berukuran yang lumayan besar dan berwarna orange—warna kesukaannya. Sesekali matanya terpejam. Kedua sudut bibirnya tiba-tiba tertarik ke atas untuk membentuk lengkungan yang manis. Entah kenapa kejadian tadi siang kembali terngiang-ngiang di kepalanya. Di mana Keysa menuruti perkataannya yaitu untuk menjauhi Darel—pujaan hatinya dan memberi tahu Darel bahwa dia adalah kakak kandung Keysa.

Tadi sore...

Dalam waktu yang lumayan lama Sherly diam mematung di depan pintu kelasnya. Wajahnya sedikit Sherly dekatkan dengan celah-celah pintu, saat ini dia tengah mengintip. Telapak tangan kanannya masih berada di knop pintu. Tadi, dia sempat mendorong knop pintu, hal tersebut membuat pintu kelas yang semula tertutup rapat sekarang menjadi sedikit terbuka. Di dalam kelas terdapat dua insan yang tengah beradu mulut—mereka berdua adalah Darel dan Keysa. Padahal bel sekolah sudah berbunyi lima menit yang lalu tetapi tidak ada tanda-tanda ketiga orang itu pergi untuk meninggalkan sekolah dan pulang kerumah masing-masing.

Telapak tangan kiri Sherly dia gunakan untuk meremas roknya dengan gusar. Ekspresinya tampak tercekat, matanya menyipit saat memandang Darel dan Keysa, mereka tengah berbicara—entah apa yang sedang mereka bicarakan tetapi yang pasti Sherly tidak tahu.

Sedetik kemudian Sherly menjauhkan wajahnya dari celah-celah pintu. Dia celingukan kesana-kemari untuk memastikan bahwa tidak ada satupun orang yang melihat aksinya yang terlihat sangat memalukan. Nihil. Tidak ada satupun orang yang berlalu lalang di koridor. Akhirnya Sherly bisa bernafas lega lagi sekarang. Dia kembali melanjutkan aksi mengintipnya yang tadi sempat tertunda.

Sherly memicingkan matanya saat melihat Keysa yang tengah membuka tas miliknya sendiri dan mengobrak-abrik seluruh isinya. Tampaknya dia terlihat sedang mencari sesuatu—yaitu selembar foto Darel yang tentu saja terlihat tampan. Entah siapa yang menaruh foto dan secarik kertas kedalam tas miliknya. Yang pasti Keysa tidak suka akan hal tersebut. Sedetik kemudian selembar foto yang dia pegang sudah melayang di hadapan Darel. Berbeda dengan Darel yang masih terdiam membeku seraya menatap tidak percaya ke arah Keysa yang tengah tersenyum miring ke arahnya.

"Lo mau bikin gue nggak bisa move-on dari lo, huh?" Tanya Keysa dengan sedikit meninggikan suaranya. Keysa kembali mengobrak abrik tasnya untuk mencari secarik kertas yang ada tulisan tangan dari Darel. Setelah menemukan kertas yang dia cari. Keysa menarik nafasnya dalam-dalam lalu dia buang perlahan sebelum mulai mengucapkan sepatah katapun. Dia memandang remeh kertas yang berada di telapak kanannya.

"JIKA KAMU RINDU KEPADAKU MAKA PANDANGLAH FOTOKU ITU, Darel." Keysa tertawa remeh.

DAREL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang