•59•

107 18 1
                                    

"Apaan sih, Ros? Ngagetin orang aja deh," katanya. Bibir Sherly mengerucut lucu. Setelahnya dia kembali menolehkan wajahnya lagi ke arah lapangan basket, bola matanya tentu tidak lepas dari Darel yang berperawakan tinggi.

Rosa tertawa keras. Dia senang saat melihat Sherly saat sedang kesal. Menurut Rosa jika Sherly sedang kesal, dia itu lucu dan bisa membuatnya tertawa. Lagi pula Rosa juga tidak ada niatan membuat Sherly terkejut, bukan?

"Idih, gue nggak ada niatan buat ngagetin lo, Sher." Sahutnya tidak mau kalah. Pandangannya masih ke arah lapangan, memandang para cowok yang terlihat tampan. Mereka semua terlihat tampan dengan ciri khasnya masing-masing. Namun Rosa tidak kenal dengan beberapa mereka, dia hanya kenal dengan dua cowok berparas tampan—Darel dan Daffa saja. Walaupun mereka semua tampan, Rosa tetap saja tidak tertarik dengan mereka. Karena di hatinya cuma ada Agra seorang.

Bu Rika alias Burik tengah berdiri di samping Sherly. Rika menyeringai yang sangat terlihat menyeramkan. Kemudian dia ikut menolehkan pandangannya ke arah lapangan basket. Terlihat cowok-cowok tampan sedang bermain basket. Rika mengangguk-anggukan kepalanya paham.

Dia mengerti bahwa dua cewek yang sedang dalam pengawasannya tengah terpesona dengan para cowok yang tengah berada di lapangan, buktinya pandangan mereka tidak lepas dari para cowok yang kini tengah bermain basket. Telapak tangan kanan Burik dia gunakan untuk membawa kayu rotan miliknya yang ukurannya kecil dan sedikit panjang. Burik berdeham keras, membuat Sherly dan Nindhi terkejut.

Suara itu... sudah tidak asing lagi bagi mereka.

Perlahan tapi pasti, Sherly dan Nindhi menolehkan pandangannya ke arah kanan. Terlihat Rika—yang terkenal dengan killernya tengah berdiri seraya membawa kayu rotan andalannya, bola matanya tidak lepas memandangi Sherly dan Nindhi secara bergantian.

Sontak saja mata dua cewek cantik itu melebar. Seketika, jatung Sherly terasa melompat-lompat seperti katak. Jantung Sherly berdegup dua kali lebih cepat dari pada sebelumnya, begitupun juga dengan Nindhi. Sherly menelan ludahnya dengan kasar karena jaraknya dengan Bu Rika itu tidak ada satu meter. Kedua tangannya sekarang sudah dingin seperti es batu.

"Bagus ya kalian, kalian punya kuping nggak sih?" Rika bertanya dengan sedikit meninggikan suaranya.

Pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh Rika tentu membuat Sherly dan Nindhi menundukan kepalanya, nyali mereka ciut tentu saja. "Eum... pu—punya bu." Mereka berdua menyahut dengan sedikit terbata-bata.

Jawaban dari Sherly dan Nindhi tentu membuat Rika bertambah geram sendiri. "Kalau punya kenapa tidak tidak masuk ke dalam kelas, huh? Katanya punya kuping, kok nggak denger bel masuk?" Rika kembali melontarkan pertanyaan.

Pertanyaan Rika untuk yang kedua kalinya berhasil memojokan Sherly dan Nindhi. Lidah keduanya mendadak terasa kelu untuk berbicara. Mereka tidak tahu harus menjawab dengan apa. Alhasil mereka hanya diam mematung.

"Masuk!" Perintah Rika dengan suaranya yang terdengar membahana.

"Iya bu." Mereka berdua menyahut kompak. Sedetik kemudian mereka berlari terbirit-birit untuk masuk ke dalam kelas. Saat sudah sampai ke dalam kelas mereka bisa bernafas lega karena Rika tidak memukulnya dengan kayu rotan andalannya. Mereka ngos-ngosan. Deru nafas mereka pun sangat terdengar.

*

Suara langkah kaki memenuhi ruang kelas 11 IPA3. Para murid yang berada di kelas itu pun terkejut saat melihat yang datang bukan pak Fajrin—guru biologi. Melainkan yang datang adalah Rika alias Burik—guru killer seantero sekolah. Mereka hanya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Tidak ada yang berani menegur Rika. Mereka hanya diam mematung seraya menunduk. Mereka semua tidak ada yang berani menatap mata Rika yang terlihat sangat tajam.

DAREL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang