Kenapa adek gue nangis? Perasaan tadi adek gue bahagia banget. Tanyanya dalam hati.
Saat Sherly hendak menaiki anak tangga, tiba-tiba Varo mencekal lengan kirinya, sontak Sherly langsung terperanjat kaget. Varo langsung menarik lengan milik Sherly, dan akhirnya Sherly jatuh dipelukan Varo. Sherly langsung menangis sejadi-jadinya didada bidang Varo, membuat kaos oblong milik Varo menjadi sangat basah karena air mata Sherly yang menangis deras tanpa henti.
Varo mengeratkan pelukannya, dia menaruh dagunya atas rambut milik Sherly, sesekali matanya terpenjam. Varo mengusap-ngusap kepala Sherly dengan sayang, dia berharap supaya adiknya menjadi tenang dan berhenti menangis. Varo sungguh tidak tega jika melihat adik kesayangannya itu menangis. Wajar, karena semua kakak laki-laki tidak ada yang ingin adik perempuannya tersakiti.
Setelah lima menit berlalu, Sherly menjadi agak lebih tenang dari sebelumnya, tangisnya kian mereda, hanya masih terdengar suara isakan. Varo melepaskan pelukannya perlahan, dia memegang kedua bahu milik Sherly, Sherly mendongak untuk menatap kedua mata sang kakak.
Varo menatap lekat-lekat kedua mata Sherly, "Siapa yang bikin kamu nangis kayak gini, huh?"
Sherly menelan ludahnya kasar saat Varo bertanya dengan serius. Sherly menyimpulkan bahwa Varo saat ini sedang marah, karena perkataan yang Varo lontarkan itu sangat serius, tidak ada nada gurauan sama sekali. Sherly tidak mungkin bilang kepada Varo bahwa yang sudah bikin dia menangis adalah Darel, bukan?
Sherly tidak ingin Varo menghajar habis-habisan kekasihnya. Ah, ralat, maksudnya mantan kekasihnya. Dia tidak ingin Darel terluka karena ulah Varo.Cukup gue aja yang tersakiti, dia jangan. Batinnya.
Sherly tersenyum paksa seraya menggeleng-gelengkan kepalanya, "Eum, tadi gue nabrak kucing dijalan bang, makanya gue jadi nangis deh... Kasian itu kucing bang, masa gue tabrak sampai berdarah gitu, darahnya juga berceceran dijalan bang, kasihan banget ya, bang?"
Varo menggelengkan kepalanya, dia sungguh tidak percaya dengan jawaban Sherly, tidak mungkin kan Sherly menangis karena hal seperti itu, bukan?
Varo memicingkan matanya, dia tahu kalau Sherly sedang berusaha membohonginya dengan omong kosong. Varo mencengkram erat kedua bahu Sherly membuat tubuh Sherly seketika menegang, dia sontak langsung menunduk—tidak berani menatap sorot mata Varo yang berubah menjadi tajam.
"Tatap mata abang, Sher!" Varo memberi perintah dengan suara pelan tetapi penuh dengan penekanan.
"Abang, nggak pernah ngajarin lo berbohong ya, Sher!"
Perlahan tapi pasti, Sherly mendongakan wajah kembali, sesekali dia memejamkan matanya sebentar.
"Siapa yang udah bikin lo nangis kayak gini?" Varo bertanya sekali lagi.
Sherly berdiri dan membeku. Untuk beberapa detik dia tidak bergeming sama sekali, lidahnya terasa sangat kelu untuk mengucapkan nama seseorang yang dia cintai, dan orang itu adalah Darel.
"Yang buat lo nangis kayak gini pasti Darel, kan?" Varo bertanya serius seraya mengangkat dagunya.
Sherly menggeleng pelan, lalu dia menunduk dan menautkan jari-jemarinya, dia takut, bahkan sangat takut kalau Darel akan dihajar habis-habisan oleh Varo.
Varo menyeringai tajam. Tanpa dikasih tahu oleh Sherly pun Varo sudah terlebih dahulu tahu jawabannya. Siapa lagi jika bukan Darel?
Prinsip Varo, siapapun boleh menyakiti dirinya, tetapi tidak ada yang boleh menyakiti adik perempuan kesayangannya.
Varo melepaskan cengkraman kedua tangannya dari bahu Sherly, tanpa mengucapkan sepatah kata pun Varo memutar tubuhnya. Air mata Sherly kembali tumpah, kedua telapak tangannya dia gunakan untuk menahan lengan Varo, dia tidak ingin Varo pergi dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAREL (END)
Teen Fiction(NOVEL SUDAH TAMAT, BURUAN DIBACA SEBELUM MENYESAL AKHIRNYA.) ______________________________________________ ⚠️Spoiler⚠️ "Arghhh!" Keysa menjerit dengan suara yang terdengar bergetar. Darel melepaskan jas miliknya yang berwarna hitam, menyisakan kem...