•51•

107 19 5
                                    

Saat merasa di perhatikan, Keysa menoleh ke arah guru matematika. Keysa langsung menyimpan ponselnya kembali ke saku roknya. Dia berdeham pelan untuk menetralkan suara irama jantungnya. Guru matematika lantas kembali mengalihkan pandangannya dari Keysa. Keysa menoleh sekilas ke arah Sherly yang bangkunya berada tidak jauh darinya. Terlihat Sherly sedang senyum-senyum sendiri—tatapannya lurus ke depan—dia terlihat sedang melamun seperti tadi.

Keysa kembali menolehkan pandangannya lurus ke depan. Kening Keysa mengerut, tanda dia sedang bingung. kenapa Keysa baru sadar bahwa wajah Sherly hari selasa ini terlihat berbeda dari hari senin kemarin? Kantung mata Sherly sekarang sudah tidak terlihat menghitam, matanya juga tidak terlihat membengkak, dan satu lagi—Sherly hari ini lebih banyak senyumnya. Keysa kembali menolehkan pandangannya ke arah Sherly yang sedang senyum-senyum sendiri seperti tadi. Apakah hari ini begitu menyenangkan bagi Sherly? Ah, entahlah ... Keysa tidak ingin ambil pusing hal itu.

Keysa kembali membaca dan memahami buku matematika yang berada di atas mejanya, sesekali jari-jemarinya terangkat untuk menyelipkan anak rambutnya yang terjuntai ke depan dan sesekali mulutnya bergumam tanpa suara.

Bola mata Sherly beralih memandangi Keysa—dia tersenyum miring seketika, dia bahagia jika melihat Keysa menderita. Darel adalah miliknya, bukan milik Keysa, dan akan kembali menjadi miliknya. Sherly kembali mengalihkan pandangannya ke depan, sejujurnya Sherly sudah ingin keluar dari kelasnya—kupingnya sudah terlalu panas untuk mendengarkan penjelasan dari guru matematika yang tidak dia pahami. Sesekali jari-jari lentiknya mengetuk-ngetuk meja miliknya.

Drtt drtt drtt.

Sontak Keysa langsung terperanjat kaget begitu merasakan getaran. Getaran itu ... adalah getaran dari ponselnya yang berada di saku rok abunya. Syukurlah, karena getaran ponselnya terdengar samar, jadi tidak ada satu pun temannya yang menoleh ke arahnya. Tangan kanannya terulur untuk mengambil ponsel yang berada di saku rok abu pendek miliknya.

Keysa menarik ke dua sudut bibirnya. Mungkin getaran itu adalah balasan chat dari Darel? Keysa menggigit pipi bagian dalamnya, jantungnya kembali berdebar-debar, dia sedang grogi.

Jari-jemari Keysa bergerak di atas layar ponsel miliknya, senyumnya mengembang—tidak pudar sama sekali. Ibu jarinya menekan aplikasi WhatsApp miliknya.

Seketika, senyumnya menjadi pudar. Getaran itu bukan dari notifikasi chat dari Darel, tetapi dari Alletta—anak nakal. Jari jemarinya meremas kuat ponselnya. Rasanya Keysa ingin membanting ponselnya sekarang juga. Dia mengertakan giginya kesal, dia kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku roknya tanpa membalas chat dari Alletta. Sekarang matanya sudah berkaca-kaca.

Keysa menyenggol pelan lengan Nindhi, hal itu berhasil membuat Nindhi menoleh ke arah Keysa. "Apa?" tanya Nindhi samar, saking samarnya, suaranya hampir tidak terdenger.

Keysa mendekatkan wajahnya ke arah kuping Nindhi. "Gue mau ke toilet," Keysa menyahut dengan setengah berbisik. Nindhi hanya ber-oh ria seraya menganggukan kepalanya pelan—tanda dia mengerti.

"Mau gue temenin?" tawar Nindhi dengan menaik turunkan ke dua alisnya.

Keysa terdiam sejenak, sedetik kemudian dia menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. "Nggak usah, Nin," Keysa menyahut seraya tersenyum manis.

Nindhi mengerucutkan bibirnya lucu. "Ya udah, sana gih, pergi."

Keysa terkekeh pelan saat mendengar respon dari Nindhi. "Idih... Ngusir lo?"

Sontak mata Nindhi membulat. "Gue nggak bilang gitu loh,"

"Canda doang, elah." Keysa menyahut cepat seraya terkekeh geli. Nindhi hanya mengerucutkan bibirnya lucu seraya memalingkan mukanya ke depan.

DAREL (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang