Kei POV
Kantin sekolah sudah penuh oleh orang yang membeli segala macam dagangan yang di jual. Dan kali ini, nasib gue masih sama. Gue lagi, lagi dan lagi tidak kebagian tempat duduk. Karin dan Yumi serempak menghembuskan nafas secara kasar. "belum rezeki," ucap mereka bersamaan saat melihat sekeliling meja kantin yang penuh.
Dengan langkah gontai, kami berjalan kembali menuju kelas, berharap kantin ini sepi dan gue, serta Karin dan Yumi dapat makan dengan puas tanpa harus mengantri. Gue juga berharap sih, tiba-tiba kak Enal manggil nama gue kayak waktu itu, terus gue bisa makan deh. Hoahhh tapi harapan gue ngga kejadian semua.
Tiba-tiba gue mau buang air kecil, pas banget toilet di samping gue, jadi gue suruh Karin dan Yumi duluan ke kelas. Dan mereka setuju. Dengan langkah seribu gue masuk ke toilet.
"fiuhh, lega ..." gue keluar dari toilet dan melihat ke sekeliling namun tak jauh dari toilet, gue mendapati Arfan sedang berjalan bersama seorang perempuan yang gue yakin itu adalah teman sekelas Arfan. Gue akui perempuan itu terlihat manis dengan rambutnya yang lurus dan panjang. Namun, gue merasa kesal melihat Arfan bersama perempuan itu. Tapi kenapa gue kesal coba? Jangan-jangan gue beneran udah suka sama Arfan. Huh tenang Kei jangan gegabah dalam menentukan rasa.
Gue sengaja berjalan melewati Arfan dan perempuan tersebut dengan memasang tampang datar. Saat tepat berada di samping Arfan, dia melirik sedikit ke arah gue, sedangkan gue tetap fokus melihat koridor di hadapan gue yang tidak begitu ramai. Gue berjalan seolah seperti model dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi. Dan gue bangga akan hal itu. Saat gue sudah berhasil melewati Arfan, gue tersenyum bangga. Cocok banget gue jadi model.
'krucuk, krucuk ...'
Secara spontan gue menghentikan langkah gue, dan memejamkan mata. Kepercayaan diri gue hilang sudah berganti dengan rasa malu yang seakan menutupi tubuh gue. Bunyi lapar dari perut gue sudah menghancurkan segalanya. Gue menoleh ke arah belakang dan benar saja, Arfan dan perempuan yang bersamanya tadi mencoba menahan tawa.
Karena malu, gue langsung meninggalkan tempat itu dengan muka merah padam. Momen memalukan kenapa harus terjadi sih! Hari ini gue ngga bakal pulang sama Arfan. Lagian kenapa nih perut bunyi di waktu yang ngga tepat. Lagian Arfan tega banget mau ketawain gue. Gue jadi malu banget.
Gue bersungut sungut di sepanjang jalan dan berhenti tepat di depan pintu perpustakaan. Karena bosan, gue masuk ke dalam perpustakaan dan duduk di kursi paling pojok sambil memegang sebuah buku yang sebenarnya tidak gue baca. Gue cuma mau menenangkan diri setelah kejadian memalukan tadi. Sungguh memalukan.
Setelah sepuluh menit di dalam perpustakaan, bel tanda masuk berbunyi. Gue segera kembali menuju kelas. Di depan kelas Karin dan Yumi sudah menunggu gue. "wih, ada angin apaan kalian nyambut gue kek begini?"
Karin dan Yumi menghiraukan pertanyaan gue dan segera menarik gue menuju bangku gue. Di atas meja gue sudah terdapat dua piring cilok dan segelas jus jeruk. "loh kalian nyiapin ini untuk gue? Wahh baik banget deh," tanpa pikir panjang gue menyantap cilok tersebut, karena perut gue benar-benar tidak bisa dibawa diskusi lagi.
"bukan kita yang nyiapin, tapi Arfan."
Mendengar ucapan Karin, gue langsung tersedak. Dengan segera gue meneguk jus jeruk. "eh lo kenapa?" Yumi menggosok pelan punggung gue. Gue mengabaikan pertanyaan Yumi dan meratapi nasib gue.
Malu banget deh gue. Arfan nyiapin ini pasti gara-gara dengar bunyi perut gue tadi. "gue malu banget woy," secara langsung gue menjauhkan piring cilok tersebut dari meja gue.
"eh emang kenapa?" Karin mengambil piring cilok yang gue jauhkan tadi, lalu mulai menyantap cilok tersebut. Di susul oleh Yumi yang memakan cilok yang berada di piring satu lagi.
Gue menatap karin dan Yumi secara bergantian. Mereka asyik memakan cilok. Gue menceritakan semua yang terjadi saat gue keluar dari toilet tadi. Dan jangan di tanya respons mereka apa. Tentu saja mereka tertawa ngakak. Bahkan saking keras nya tertawa Karin, cilok yang berada di dalam mulutnya terbang mendarat di muka Zaki. Dan itu momen ngakak buat gue. Seandainya gue rekam tuh kejadian pasti viral deh.
"eh Zaki maaf, ngga sengaja nih kayak nya cilok nya demen deh sama lo," Karin menyengir lebar. Sedangkan Zaki mendekati Karin. "cuman cilok yang demen ke aku? Kamu nggak?"
Mendengar pertanyaan Zaki gue dan Yumi tertawa terbahak bahak sedangkan Karin memasang tampang garang ke arah Zaki.
Setelah puas tertawa, gue memandangi piring cilok yang terletak di atas meja. Kenapa Arfan jadi perhatian begini sih? Kalau dia begini terus, kemungkinan gue bakalan suka ke dia itu ibaratkan 99,5 persen lagi.
PACAR CUEK
Setelah bel pulang berbunyi gue langsung keluar dari kelas dan berjalan menuju gerbang. Gue udah bertekad hari ini gue ngga bakal pulang sama Arfan. Kejadian tadi masih membekas di ingatan gue.
Dan gue yakin Arfan pasti ada pelajaran tambahan, jadi gue aman karena pada saat seperti ini, Arfan pasti sedang di kelas dan sibuk membolak balikkan halaman bukunya.
Merasa aman, gue dengan riang tegak di dekat pagar menunggu taxi yang gue pesan. Gue menoleh ke kanan dan kiri melihat orang sibuk berlalu lalang keluar dari pagar sekolah. Saat ingin mengalihkan pandangan, gue melihat mobil Arfan mendekat ke arah gue. Loh kenapa dia ngga ikut belajar tambahan sih.
Secepat kilat gue menunduk agar Arfan tidak mengenali gue. Dan berhasil! Mobil Arfan telah lewat dari hadapan gue. Gue menghembuskan nafas lega.
"Kei, kenapa ngga masuk?" sepertinya gue mengenali suara itu, terdengar tidak asing. Gue menoleh ke arah depan dan benar saja. Itu suara Arfan yang sedang menunggu gue agar masuk ke mobil nya. kenapa dia bisa mengenali gue sih?!
"duluan aja kak, gue udah pesan taxi," gue tersenyum kikuk.
"buruan masuk, atau lo mau gue bukain pintu mobil buat lo?" pertanyaan Arfan membuat gue segera masuk ke dalam mobil dan tentu saja tekad gue agar tidak pulang bersama dia sudah punah.
"cilok tadi enak?" baru saja gue masuk ke mobil, dan dia sudah melontarkan pertanyaan yang membuat gue pengin garuk aspal. Gue mengangguk sekilas. Lalu Arfan mulai menjalankan mobil nya.
"lain kali makan tepat waktu, supaya perut lo itu ngga keroncongan," Arfan lagi lagi membahas hal yang paling malas gue jadiin bahan obrolan. Kini gue hanya mengangguk, tumben sekali dia banyak omong hari ini. "pesanan taxi lo tadi, di cancel aja."
Gue mengangguk dan melakukan apa yang Arfan ucapkan.
"eh iya lusa gue udah ujian kelulusan dan lo pasti libur, jadi malam besok gue mau lo ikut gue jenguk mama," gue menoleh ke arah Arfan yang fokus menyetir.
"iya kak, gue ikut besok."
"tumben banget lo jadi diem? Lagi sariawan?"
Gue menggeleng sebagai jawabannya.
"oh oke," setelah mengucapkan itu Arfan diam. Kembali pada sifat aslinya yang dingin seperti kulkas.
Saat hampir mendekati rumah gue Arfan kembali berbicara. "gue tau kenapa lo diam. kejadian yang tadi ngga usah dipikirkan, lain kali kalo lo lapar dan kantin lagi penuh datang aja ke gue."
Mendengar ucapan Arfan membuat bibir gue tak bisa menyembunyikan senyuman. Gue mengangguk menanggapi ucapan Arfan tersebut. Jujur saja, kalimat yang baru saja Arfan ucapkan tadi benar-benar sudah mengembalikan mood gue.
"makasih kak," ketika sudah sampai gue turun dan tersenyum lebar ke arah Arfan sedangkan Arfan hanya mengangguk dan pergi. Dia kembali bertingkah seperti kulkas berjalan. Respons yang dia berikan sangat tidak diharapkan.
Heyyo guys, gue baru up nih, makasih udah nunggu cerita ini up dan setia memberikan vomment. Makasih banget udah mau membaca cerita gaje gue ini. Kalian benar-benat menjadi penyemangat gue.
Ehh jangan lupa vomment lagi yaa. Makaciww:)
Big hug 💙
KAMU SEDANG MEMBACA
PACAR CUEK [COMPLETED✔]
Teen FictionSeorang gadis SMA yang bernama Akeila Zefa dijodohkan oleh orang tua nya dengan seorang laki laki yang bernama Arfanda Pratama yang ternyata adalah kakak kelas Akeila di sekolah. Arfan di kenal sebagai orang yang paling cuek dan tidak peduli terhada...