4. Kalung Agatha

1.8K 191 18
                                    

Jangan lupa vote dan komen.

Kringgg...kring...kring...

Akhirnya bel pelajaran ketiga berbunyi. Itu artinya hukumanku selesai dan hukuman Risa juga selesai. Kami langsung menuju ruang kelas setelah sebelumnya membeli minuman untuk menghilangkan rasa haus.

Kami datang ke kelas dan langsung duduk di kursi kami. Aku bisa mendengar pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari teman-teman di kelas saat aku dan Risa masuk.

"Aduh panas banget deh!" keluh Risa sambil membuat angin dari tangan kanannya. Keringatnya cukup banyak dan wajahnya memerah menandakan ia memang kepanasan. Aku hanya tersenyum simpul. Sebenarnya, aku juga merasakan hal yang sama. Aku lelah karena selama satu jam berlarian di tengah lapangan.

"Gue juga cape Ris." ujarku sambil meneguk minuman yang tadi sempat aku beli.

"Lagian heran deh gue sama lo, kok bisa sampe terlambat?" tanya Risa.

"Gue nyalin catetan lo sampe tengah malem. Akhirnya gue bangun kesiangan." jawabku dengan jujur.

Risa terkejut. Meskipun ia tidak berkata apa-apa lagi, tapi aku bisa mendengar suara hatinya yang berkata.  "rajin banget sih."

"Ris, kok tadi lo dihukum sih?" tanyaku yang sebenarnya dari tadi penasaran.

Risa mendadak cemberut. "Itu gara-gara si Ena."

"Ena? Enak?" tanyaku bingung.

"Ena Tha, bukan enak." ralatnya.

"Ena itu siapa?" tanyaku bingung. Memangnya ada orang yang namanya Ena? Apa orang tuanya kurang kreatif atau pusing memikirkan namanya sehingga menamainya dengan nama aneh itu?

"Itu lho Tha." mata Risa menatap ke arah lelaki yang tadi dihukum bersama Risa. Setauku, namanya Arsena? Iya kan?

"Arsena Fransisco?" tanyaku bingung.

Risa menganggukkan kepalanya. "Arsena Fransisco. A-R-S-E-N-A. Tiga huruf yang dibelakang. E-N-A, Ena." jelasnya membuatku semakin bingung.

Aku bertanya-tanya mengapa nama orang yang sudah bagus di ubah-ubah? Namanya cukup bagus, Arsena. Namun dipanggil Ena. Huh hilang sudah kesan bagusnya.

Ah tapi itu tidak penting. Yang mau aku tau kan tentang 'mengapa Risa bisa dihukum?' bukan 'mengapa nama Arsena yang bagus diubah menjadi Ena?'

"Kok lo nyalahin dia?" tanyaku.

"Mau gue ceritain?" tanyanya yang tentu aku anggukkan. Memang itukan tujuan aku bertanya?

"Jadi tuh gini, gue kan lupa bawa kartu pelajar. Nah pas banget pelajaran Pak Agus. Guru matematika itu paling ngga suka kalo ada muridnya yang lupa bawa kartu pelajar. Gue kan dinasehatin tuh. Tiba-tiba si Ena malah bilang kalo kartu gue sebenernya ada di dia. Di rumahnya dia. Nah Pak Agus malah ngira kalo gue sama Ena tuh sempet ngapa-ngapain di rumah dia. Jadinya gue dihukum deh. Ngeselin kan!" jelas Risa. Aku yang mendengar hanya mengangguk-anggukan kepalaku. Aneh sih dari cerita Risa.

"Pak Agus itu yang mana?" tanyaku.

"Yang tadi teriak-teriak di lapangan." jawab Risa.

Aku berusaha mengingat-ingat, siapa guru yang teriak-teriak di lapangan? Guru laki-laki? Ah yaampun, Pak Tompel itu namanya Pak Agus! Aduh untungnya dia tidak tau aku menyebutnya dengan nama Pak Tompel. Jika dia tau, mungkin aku sudah dihukum seperti Risa.

"Pasti lo awalnya nyebut Pak Tompel kan?" tebak Risa yang anehnya benar. Apa dia bisa mendengar suara hatiku seperti aku yang bisa mendengar suara hatinya?

I'm Normal [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang