42. Kematian Mamah

707 98 9
                                    

Jangan lupa vote dan komentar!
.
.
.
.
.
@rahma_rohilatul // instagram
.
.
.
.
Happy reading♡
.
.
.
.
.
.
.
.

"Bagaimana keadaan mamah?" tanyaku kepada dokter Rafi. Aku dan Angga baru saja sampai di rumah sakit. Kami langsung berlari menuju ruangan dimana mamah di rawat.

Aku melihat mamah yang masih berbaring lemah di ranjang rumah sakit. Mamah benar-benar kritis. Kondisinya tidak karuan. Mukanya pucat, badannya kurus, aku sendiri tidak bisa mendeskripsikan keadaan mamah.

Air mataku membasahi pipi. Tentu saja sedih melihat orang yang kita sayang menderita seperti ini. Kalau boleh, biarkan aku saja yang berada di posisi mamah. Kasihan mamah.

"Seperti yang sudah saya amanatkan kepada suster. Ibu Gisel benar-benar kritis. Sekarang kondisinya semakin memburuk. Saya menyarankan untuk segera melakukan operasi terhadap bu Gisel." kata Dokter Rafi dengan tegas. Aku tau, Dokter Rafi juga khawatir.

"Lakukan yang terbaik untuk mamah Dok." kataku sambil menangis.

"Pihak rumah sakit akan melakukan yang terbaik sebisa mungkin. Tetapi mba Agatha harus mengurus biaya administrasinya terlebih dahulu." kata suster. Aku langsung terdiam. Aku tidak punya uang. Biaya operasi tentu saja sangat mahal. Tapi, melihat kondisi mamah yang benar-benar parah membuatku frustasi! Kenapa? Kenapa harus mamah? Kenapa tidak diriku saja? Aku bahkan belum pernah merasakan dipeluk oleh mamah. Aku ingin merasakan hal itu. Sekali untuk seumur hidup pun aku tetap bersyukur.

"Biar saya yang urus biaya administrasinya." kata Angga membuatku terkejut. Untungnya ada Angga. Aku harus berterima kasih kepada Angga.

Angga ikut bersama suster untuk mengurus biaya administrasi. Sedangkan aku disamping mamah tanpa bisa menyentuh tangan mamah untuk menguatkan orang yang ku sayang itu. Aku tidak mau melihat tanggal mengerikan itu lagi. Sudah cukup.

"Tha..." samar-samar aku mendengar suara mamah. Suaranya memang terdengar sangat kecil, bahkan hampir tidak terdengar.

"Mamah udah siuman? Serius? Mah ini Atha mah. Mamah yang kuat ya. Mamah pasti bisa sembuh kok." kataku tak kuasa menahan air mata.

"Kondisi Bu Gisel sangat buruk. Jangan teralu banyak pikiran, jangan teralu banyak gerak dan jangan teralu banyak berbicara. Saya takut terjadi sesuatu kepada bu Gisel." kata Dokter Rafi. Aku benar-benar shock. Bagaimana ini? Mamah terlihat ingin sekali berbicara denganku. Tapi, itu malah tidak baik untuk kondisi mamah. Aku tidak mau hal buruk terjadi kepada mamah.

"Tapi, saya tau kalau hanya anak Bu Gisel yang bisa membuat Bu Gisel semakin kuat. Jadi, Agatha ini kesempatan kamu untuk mengobrol dengan mamahmu. Saya keluar dulu." Dokter Rafi pergi keluar sambil tersenyum. Semoga, perkataan dokter Rafi benar. Semoga mamah bisa kuat karena diriku bersamanya.

"Mah, gimana kondisi mamah? Mamah baik-baik aja kan?" tanyaku khawatir. Tapi, aku benar benar menjaga jarak tanganku agar tidak menyentuh mamah.

"Mamah mau minta maaf sama kamu." Suara mamah benar benar lemah. Tapi, meskipun suara yang ia keluarkan samar-samar aku masih bisa mendengarnya. Permintaaan maaf dari mamah? Mimpi apa aku semalam karena mamah kini telah menganggapku ada.

"Iya mah. Atha udah maafin mamah kok. Mamah yang kuat ya. Pokonya mamah harus sembuh!" kataku mencoba menguatkan mamah sambil tersenyum meskipun air mataku benar benar mengalir deras layaknya sungai.

"Tha, mamah boleh peluk?" pertanyaan mamah membuatku terkejut. Aku memang senang karena akhirnya aku bisa memeluk mamah untuk pertama kalinya dalam hidupku. Apalagi ini mamah yang meminta kepadaku. Tapi, aku tidak mau melihat tanggal kematian itu lagi. Aku tidak mau kehilangan orang yang ku sayangi lagi. Aku membenci hal ini. Benci akan kutukanku yang entah dari mana asalnya.

"Tha?"

Aku menatap mamah dan akhirnya memutuskan untuk tetap memeluk mamah. Persetan dengan kotak kotak hitam sialan yang menunjukkan tanggal kematian seseorang. Aku benar benar tidak perduli. Aku menikmati kebersamaan pertamaku dengan mamah. Rasanya nyaman sekali berada di pelukan mamah. Hangat, menenangkan. Sampai sampai aku tidak mau mengakhiri pelukan ini.

Tapi. Ada hal yang menyebalkan. Ya, kotak kotak itu muncul. Tepat di atas kepala mamah. Awalnya aku tidak mau menatap kotak kotak itu. Aku berusaha memejamkan mataku. Tapi, aku tidak bisa. Kotak kotak itu memang di takdirkan untuk dilihat olehku.

28.08.2020

Astaga! Tanggal itu? Tepat di hari ini. Ya tuhan bagaimana ini? Kenapa harus hari ini? Kenapa kau mengambil semua orang yang ku sayang? Tidakkah cukup kau mengambil kak Gemy, Risa, Mega dan Zilfa? Kenapa sekarang harus mamah.

Hal ini yang paling aku benci! Kenapa dunia tidak adil untukku? Kenapa hanya diriku yang bisa mengetahui tanggal kematian orang lain? Hal itu tentu saja membuatku merasa gelisah. Ingin rasanya mengubah takdir. Tapi, sulit untuk mengubah takdir. Apalagi takdir kematian yang tentunya sudah di tetapkan sebelum kita semua dilahirkan ke bumi.

Tapi, kenapa secepat ini? Mamah baru saja melukku untuk pertama kalinya. Kami baru saja memulai kebersamaan. Tapi kenapa kau mengambil mamah? Baru saja aku ingin bilang pada dunia bahwa dihari ini , tepat di tanggal ini adalah hari bahagia untukku. Tapi, ternyata ini bukan hari bahagia untukku. Melainkan hari paling menyedihkan seumur hidupku. Mamah, akan meninggalkanku. Entah di jam berapa.

"Tha,"

"Ada apa mah?"

"Maaf Tha, mamah ngga kuat."

TBC?
Yauda lah pokonya gitu.
maaf part ini pendek. aku lagi banyak tugas😭😭 jadi susah buat ngetik😭 tapi aku usahain up kok😊

love you❤

I'm Normal [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang