9. Keluargaku

1.1K 140 6
                                    

Jangan lupa vote dan komen!
.17.05.2020
Instagram|@rahma_rohilatul
.

"Anda mau kemana?!" bentak ibundaku yang biasa ku sebut dengan mamah.

Astaga! Kenapa harus ada mamah di saat sekarang? Aku tau, dia akan memarahiku. Karena suara hatinya berkata seperti itu. Aku hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepalaku. Aku tidak berani menatapnya.

"Saya bertanya kepada anda!"

Aku masih tidak berani menjawab. Aku masih terdiam sambil menggigit bibir bawahku. Aku cemas dan ketakutan. Ya Allah tolong lindungi aku!

"Ck, anda tidak punya telinga dan mulut? Apakah anda tidak mendengar pertanyaan saya? Apakah ada tidak bisa menjawab pertanyaan saya?!" mamah kembali membentakku. Sungguh! Aku ingin menangis saat ini. Selalu saja seperti ini. Selalu.

Brakkk!!!

Aku berusaha sekuat tenaga untuk menahan air mataku agar tidak turun sekarang. Mamah memecahkan vas bunga yang ada di ruang tamu. Padahal, itu vas kesayangannya. Aku tidak menyangka dia akan melakukan hal ini.

"Dasar anak pembawa sial!" tegas mamah yang sangat menusuk ke hatiku. Ya Allah, kuatkanlah diriku.

"Jawab pertanyaan saya!" tegas mamah. "Anda ingin pergi kemana?"

"A..aku..."

"Lihat mata saya! Sudah berapa kali saya bilang, jika saya sedang berbicara kepada anda, tatap mata saya! Jangan menunduk terus!" mamah lagi lagi membentakku.

Akhirnya aku mengangkat kepalaku dan menatap mamahku. Astaga! Aku sungguh takut sekarang. Tatapan mamah sangat tajam.

"Saya masih menunggu jawaban anda." kata mamah sambil menatapku dengan tatapan yang sangat sangat tajam.

"A... Aku ingin... Aku ingin pergi nonton sama temanku." jawabku dengan ragu-ragu. Jantungku rasanya ingin loncat. Aku ingin pingsan saja! Ya allah tolonglah hambamu ini.

"Nonton?" tanya mamah yang menurutku tidak seperti pertanyaan. Aku menganggukkan kepalaku.

"Sama siapa? Teman?" tanya mamah yang kembali ku angguki.

Mamah tersenyum sirmik, "Apakah orang aneh seperti anda memiliki teman?"

Sungguh! Itu sangat menusuk hatiku. Aku tidak kuasa menahan air mataku. Aku benci! Aku bukan benci kepada mamahku. Aku hanya benci situasi seperti ini. Kapan aku bisa seperti orang-orang lainnya? Seperti anak-anak lainnya yang mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Terutama ibunya. Aku ingin merasakan hal itu. Meskipun hanya sekali dan sebentar, aku sangat menginginkannya.

"Tidak perlu menangis! Air mata anda tidak ada gunanya!" bentakan mamah sama sekali tidak bisa menghapus air mataku. Sedih? Pasti! Tapi, aku tidak bisa berbuat apapun.

"Kenapa? Anda sedih karena saya bentak?!" tanya mamah yang seharusnya tidak perlu dipertanyakan lagi. Karena sudah tentu jawabannya iya.

"Saya lebih sedih!" kata mamah sedang senyum miris. Aku tau, mamah membenciku, tapi haruskah seperti ini caranya?

"Orang yang sangat saya cintai, suami saya mati karena anda! Hanya karena anda! Anak tidak berguna! Anak pembawa sial! Anak tolol! Anak bego! Goblok!" kata demi kata yang mamah ucapkan sangat membekas di hatiku. Itu membuat air mataku terus menerus mengalir.

"Saya benci anda!" Mamah menangis? Ya allah! Aku ingin menghapus air matanya dan memeluknya. Kenapa tidak bisa? Kenapa? Kenapa menyentuhnya sangat sulit bagiku.

"Mah," panggilku lirih.

"Ada apa ini?" datanglah penyelamatku, Kak Gemy. Kakak perempuanku yang tahun ini akan wisuda dan menjadi sarjana. Ia kuliah sambil bekerja untuk menghidupi kami. Dia kaka terhebat bagiku. Dia selalu ada untukku. Dia percaya akan semua ceritaku. Dia pintar, cantik, baik, dan penuh semangat. Untuk masalah fisik, aku tidak kalah. Namun, masalah otak, kebaikan dan segala hal lainnya, aku kalah darinya. Dia sangat sempurna!

'pasti mamah marahin Atha lagi. Kasian banget sih kamu dek." batin kak Gemy yang bisa terdengar olehku. Aku hanya diam dan menghapus air mataku.

"Ini semua karena anak ini Gemy! Ini semua karena dia!" mamah menyalahkanku. Aku tidak bisa berbuat apapun selain menangis dalam diam dan tanpa air mata. Sulit? Pasti! Menahan suatu kesedihan memang sulit. Apalagi, ibumu yang engkau cintai dan sayangi membencimu.

"Mamah tenang dulu mah. Coba ceritain apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Kak Gemy berusaha menenangkan mamah. Aku hanya diam dan berharap mamah akan menceritakannya secara jujur. Berharap tidak masalah kan?

"Dia tega mau ninggalin mamah. Dia mau pergi nonton sama temannya. Mamah ngga mau ditinggal sendirian." kata Mamah yang membuatku seolah merasa bersalah. Harusnya aku tahu akan hal itu. Harusnya aku tidak perlu menonton bersama Angga. Harusnya aku menolak ketika Angga memaksa. Tapi, apakah harus aku percaya dengan kata-kata mamah?

"Terus, kenapa ini ada pecahan? Eh, ini kan vas bunga kesayangan mamah." kata Kak Gemy yang tampak tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Oke, raut wajahku juga seperti itu saat melihat mamah memecahkan vas bunga itu.

"Itu karena dia! Dia yang memecahkan vas bunganya. Kamu tau kan, vas bunga ini kesayangannya mamah. Dia tega banget ngehancurin hal yang mamah sayang. Setelah waktu itu dia membuat papahmu meninggal." kata mamah yang kembali menusuk hatiku. Mamah kok tega berbohong seperti itu kepada kakak. Emang sih, kaka tidak akan percaya dengan apa yang diucapkan mamah, tapi apakah mamah sebenci itu sama aku?

Kak Gemy menatap mata mamah dengan tatapan sendu. Ia tersenyum, "papah udah ngga ada sama kita, itu bukan salahnya Atha. Papah pergi, karena tuhan sayang sama dia. Ini juga sudah takdir, mamah jangan terus-terusan nyalahin Atha dong!" kata Kak Gemy dengan bijaksana.

"Kok kamu belain dia terus sayang?" tanya mamah membuatku teriris. Kata sayang yang mamah ucapkan untuk kak Gemy tidak pernah diucapkan untukku. Nada dan kata-kata yang mamah ucapkan saat berbicara denganku sangat formal. Bahkan tidak terdengar seperti ucapan ibu kepada anaknya. Aku ingin di panggil dengan panggilan sayang! Kapan aku bisa mendapatkan kasih sayang mamah? Kapan?

Huh, mungkin aku hanya bisa mendapatkannya dalam mimpi dan khayalanku. Karena Mamah sangat membenciku.

"Aku bukannya belain Atha mah. Tapi, untuk masalah papah, Atha emang ngga bersalah. Mamah harus ikhlasin kepergian papah. Lagi pula, sudah bertahun-tahun papah pergi, masa mamah belum ikhlas dan malah menyalahkan Atha. Kalo papah di sana ngga tenang gimana?" tanya kak Gemy dengan nada yang sangat bijaksana. Aku hanya terdiam, bagaikan nyamuk diantara ibu dan anaknya.

Mamah terdiam, kak Gemy menghapus air mata mamah, "yaudah, mamah ke kamar aja ya. Mamah tidur dan istirahat. Mau Gemy anter ke kamar?"

Mamah menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertayaan kak Gemy. "Yaudah, mamah ke kamar dulu ya sayang. Kamu nanti tidur yang nyenyak ya. Maaf mamah udah ngerepotin kamu."

Kak Gemy tersenyum, "Gemy ngga merasa direpotkan sama mamah kok. Yaudah mamah tidur, Gemy mau beresin bekas pecahan vas bunga ini dulu. Ntar, kita beli lagi ya kalo Gemy udah gajian."

Mamah menganggukkan kepalanya dan pergi menuju kamarnya tanpa mempedulikan aku. Ia sama sekali tidak melirikku. Sampai kapan mamah akan terus membenciku?

"Kak, aku ngga---"

"Iya kakak tau. Kamu kalo mau cerita nanti aja ya. Katanya kamu mau nonton, yaudah nonton aja. Mamah biar kakak yang jaga." potong kak Gemy. Aku sungguh bangga kepada kak Gemy. Aku ingin menjadi sepertinya! Dia selalu menjadi motivasi hidupku. Selalu menyemangatiku.

"Ngga jadi ah. Lagi pula, kasian kakak baru juga pulang kerja. Aku mau temenin kakak aja. Aku juga mau bantuin kakak." kataku yang enggan berpisah dari kak Gemy. Aku berusaha menahan air mataku. Aku tidak mau membuat kak Gemy khawatir dan cemas. Dia sudah baik, aku tidak ingin membuatnya repot. Aku sayang kak Gemy.

"Permisi, ATHA!!!" aku mendengar suara teriakan dari pintu rumahku. Ada orang? Siapa? Apa itu Angga?

Kak Gemy tersenyum, "tuh teman kamu sudah datang. Kamu nonton aja ngga apa-apa. Kakak bisa sendiri kok."

Meskipun berat meninggalkan kak Gemy, tapi aku juga ingin pergi menonton bersama Angga. Tapi, apakah Risa akan marah jika mengetahui hal ini?

TBC?

maaf disini aku juga ngaret. Dan kemungkinan besar lebih ngaret karena aku mau focus sama cerita bukan cinderella. tenang aja cerita ini akan terus berlanjut.

Aku mau ganti judul nih. Ada yang bisa saranin judul yg bagus untuk crita ini nggak? Kalo bisa judul yg belum pernah dipake hehehe

I'm Normal [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang