27. Latihan

730 94 1
                                    

Jangan lupa vote dan komen!
.
.
.
N/A: maap bgt ya upnya kelamaan:(
Aku lagi mager ngetik soalnya. Makanya semangatin dong!!!
.
.
.
.
.
.
.

♡Happy reading♡

Aku tidak menyangka ternyata Alya juga ikut dalam drama ini. Sungguh aku sangat terkejut. Apalagi saat tau peran dia di drama ini.

"Kalo bukan karena gue pengen liat Angga kesayangan gue, mager banget gue latihan drama norak kayak gini!" Kata Alya dengan tatapan benar-benar kesal.

Jelas saja ia kesal. Kalian tau peran apa yang ia dapatkan? Bukan! Bukan kurcaci. Bahkan lebih parah dari itu.

Alya berperan sebagai ibu kandung dari putri salju. Memang sih itu cukup bagus karena berwatak protagonis. Masalahnya adalah

Bagiannya cuman dapet satu.

Ngga perlu latihan juga bisa itu mah. Aduh rasanya aku ingin tertawa ketika tahu peran itu yang di dapatkan oleh Alya. Kasihan.

Alya tiba-tiba menatapku, "ngapain lo liat-liat!"

Aku langsung menatap ke arah lain. Malas berdebat dengan Alya. Karena aku tau itu hanya akan membuang-buang waktu.

"Ini pasti perannya ketuker. Gue ngga mungkin jadi ibu kandung putri salju. Harusnya gue yang jadi putri salju." Dumel Alya kesekian kalinya. Jujur, aku sendiri bosan mendengar kata itu. Bukan cuman aku, tapi semua yang ada di ruang seni ini sangat bosan. Pasalnya, Alya sedari tadi berdumel terus. Ngga mau latihan lagi!

"Kalo lo yang jadi putri salju, gue mau jadi pembunuh aja. Tapi nanti gue bunuh lo beneran tanpa belas kasihan." Perkataan Angga sukses membuat semuanya tak kuasa menahan tawa. Termasuk diriku. Ya tuhan, jika memang itu yang terjadi, aku tidak tau bagaimana nasib drama ini.

Alya tampak sangat kesal, "diem lo semua!"

Seketika semuanya langsung terdiam. Tak ada yang berani tertawa lagi. Jangannya tertawa, berkedip pun semuanya merasa takut.

Akhirnya kami semua memutuskan untuk mulai latihan tanpa mempedulikan dumelan Alya yang tak berhenti. Semoga saja ia akan cape, karena sejujurnya aku cape mendengarkan ucapannya yang panjang banget padahal intinya cuman satu.

Bu Sisi sudah memberitahu kami kalau waktu latihannya hanya sebentar. Sekitar 2 minggu lagi pentas seni dimulai. Harusnya pentas seni itu diadakan 1 bulan lagi, tapi karena ada kendala makanya dipercepat.

Selesai latihan aku merasa sangat haus. Tapi, aku lupa membawa minum. Arg! Aku kok bodoh sekali?

"Angga lo haus kan? Ini gue bawain minuman." Kata Alya sambil menyodorkan air mineral kepada Angga. Angga menerima pemberian Alya Aku hanya bisa menelan salivaku. Menahan cemburu dan haus secara bersamaan sungguh menyakitkan.

"Thanks." Kata Angga lalu mendekatiku.

"Tha, minum nih! Pasti lo haus kan?" Angga menyodorkan air mineral yang diberikan oleh Alya. Hah? Kok?

"ANGGA! KOK DIKASIH KE DIA SIH!" Teriak Alya tidak terima. Aku jadi bingung, aku harus menerima pemberian Angga yang dari Alya atau aku harus menahan dahagaku?

"Udah Tha minum aja. Gue punya kok." Kata Angga sambil memperlihatkan botol air mineral yang ia punya. Angga memaksaku untuk menerima air mineral pemberian Alya. Akhirnya aku mau saja. Lagi pula, aku haus.

Aku meneguk habis air mineral itu. Rasanya sangat segar untuk dahagaku. Haus sudah tidak aku rasakan lagi.

"SETAN LO! NGAPAIN LO MINUM AIR YANG GUE KASIH KE ANGGA?!" bentak Alya tepat ketika aku sudah meneguk air itu. Aku jadi takut. Bagaimana ini? Apa aku gantikan saja uangnya? Tapi uangku ada di tas dan tasnya ada di kelas.

"Alya, lo kan udah ngasih ke gua. Berarti air itu udah jadi punya gue. Suka-suka gue dong mau diminum atau ngasih ke siapapun." Kata Angga membelaku. Aku bersyukur sih Angga membelaku saat ini, tapi aku tidak tau apa yang akan Alya lakukan kepadaku setelah ini.

"Iya sih terserah. Tapi jangan ke dia juga!" Kata Alya menunjuk ke arahku. Memangnya ada apa denganku? Bilang saja kalau Alya cemburu kepadaku. Iya kan? Hatinya saja sudah menjawab.

"Yaudah yaudah. Besok gue gantiin ya uangnya. Uang gue ada di kelas." Kataku tidak mau mendengar lagi perdebatan. Aku sangat tau Alya punya berbagai cara untuk berdebat denganku. Tapi jujur, aku malas berdebat dengannya.

"Nggak perlu! Gue ngga butuh uang lo! Gue orang kaya." Kata Alya dengan nada menyombongkan diri. Idih! Pantesan Angga ngga suka sama dia. Kok aku malah semakin tidak menyukai Alya ya?

"Kalo lo orang kaya, ngapain mempermasalahkan air mineral yang harganya cuman 3 ribuan?" Kata Angga membuat Alya bungkam. Aduh aku jadi ingin tertawa melihat Alya tiba-tiba bungkam. Dalam hatinya, Alya sangat kesal kepadaku. Ia berjanji akan membalas semuanya. Semoga saja ia tidak melakukan hal buruk lagi kepadaku. Sungguh, aku lelah bermasalah dengan Alya itu.

oOo

Setelah latihan kami semua memutuskan untuk ke kantin dahulu. Tapi tidak denganku yang memilih langsung masuk ke kelas. Pasalnya, aku bukannya tidak mau tertinggal pelajaran. Tapi, aku ingin bertanya ke Risa apakah dirinya dan Arsena berlatih bersama? Kalau iya, aku ingin tau cerita lengkapnya!

"Permisi." Kataku sebelum masuk ke kelas. Ternyata sudah ada guru yang sedang mengajar.

"Silahkan masuk. Kamu yang ikut drama di pensi kan? Kok ngga istirahat dulu?" Kata Pak Agus selaku guru matematika. Ingat tidak? Pak Agus yang mempunyai tompel besar di hidungnya.

"Saya ngga mau ketinggalan pelajaran." Aku terpaksa harus berbohong. Masa iya aku bilang kalau aku kepo sama cerita Risa dan Arsena.

Pak Agus tersenyum, "Wah ini baru murid saya! Keren! Yang seperti ini yang harus kalian contoh. Udah cantik, baik, rajin lagi."

Aduh kayaknya aku salah ngomong deh. Pasalnya semua murid di kelas membicarakanku lewat hati mereka dengan sangat sebal. Termasuk Risa. Aduh, memangnya kenapa si? Kok aku jadi takut gini?

"Namanya Agatha Qwertyra, panggilannya Atha. Murid baru tapi rajin karena tidak mau ketinggalan pelajaran saya. Pelajaran matematika yang sangat penting, tapi kalian malah ngga menghargai saya sebagai guru yang mengajar. Sedangkan murid yang baru saja pindah 1 bulan yang lalu sangat menghargai saya. Coba kalian bayangkan! Bagaimana jadinya jika tidak ada Atha di kelas ini? Bagaimana? Mungkin tidak akan ada yang------"

Ocehan Pak Agus membuatku memutar bola mata dengan malas. Ternyata ini yang membuat teman-teman sekelasku kesal. Pantas saja. Guru itu terus mengoceh tanpa membiarkan diriku duduk di kursi. Ya Tuhan! Guru ini memang sangat menyebalkan. Pantas tidak ada yang menyukai pelajarannya.

Akhirnya Pak Agus tidak melanjutkan pelajaran hingga bel pulang berbunyi. Bayangkan nasib diriku yang dari tadi di depan hanya berdiri tanpa duduk. Pegel banget! Udah gitu aku terpaksa harus menahan diri untuk meminta Risa cerita karena aku harus berangkat ke Cafè. Memang guru sialan!

.
.
.
.
.
.
.

TBC?

I'm Normal [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang