39. Kembali Sekolah

669 90 10
                                    

.Jangan lupa vote dan komentar!
.
.
.
.
.
@rahma_rohilatul // instagram
.
.
.
.
Happy reading♡
.
.
.
.
.
.
.
.

Mamah kini memang tidak sering marah-marah kepadaku. Tapi ia lebih banyak diam. Mungkin karena penyakit yang ia derita. Kasihan. Andai aku bisa menggantikan posisi mamah.

Tapi, kondisi mamah kini semakin memburuk. Wajahnya sangat pucat, rambutnya sudah rontok, pokonya sangat parah. Sulit untuk aku jelaskan. Bahkan aku tidak sanggup menjelaskannya. Aku benar-benar sedih saat ini.

Hari ini, aku harus pergi ke sekolah karena sudah 1 minggu aku izin menemani mamah. Lagipula, aku sudah tertinggal banyak pelajaran. Sejujurnya, aku tidak tega meninggalkan mamah seorang diri.

Tiba-tiba ponselku berdering. Pertanda ada panggilan masuk. Itu dari Angga. Buru-buru aku menerima panggilan itu.

"Angga ada apa?"

"Lo mau sekolah kan? Gue udah di depan. Ayo berangkat bareng."

Seketika aku melihat dari jendela kamar rumah sakit. Ah ternyata benar. Ada Angga di sana. Meskipun berbaur dengan banyak orang lain, mataku masih jernih untuk melihat wajah Angga dari lantai 3 ini.

Baru saja aku ingin pergi keluar kamar, mataku tak sengaja melihat mamah yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Matanya tertutup, ia sedang beristirahat.

"Gue ngga tega ngeliat mamah sendirian Ngga." Kataku dengan lesu.

"Mamah lo juga ngga tega liat lo dirumah sakit terus." Jawaban Angga membuatku bertanya-tanya. Apakah mamah tidak akan tega? Bukankah mamah tidak peduli kepadaku?

"Ayo Tha. Udah mau telat nih."

"I-iya. Gue turun." Aku mengakhiri sambungan telepon.  Menatap mamah tanpa bisa menyentuhnya. Kalian tau kan, kalau tanganku bersentuhan dengan tangan mamah, aku bisa melihat tanggal kematian mamah. Dan aku tidak mau hal itu terjadi.

"Mah, Atha berangkat dulu ya. Mamah disini sendiri dulu ya. Ditemenin suster yang ada. Maaf ya mah, Atha jadi ninggalin mamah sendiri deh. Mamah yang kuat ya. Ada Atha di sini." Kataku sebelum pergi. Air mataku tentu saja sudah menetes. Menatap keadaan mamah yang sudah kacau itu.

Aku turun meninggalkan mamah. Aku melihat Angga sedang duduk diatas jok motornya. Aku tidak mau menjadi orang yang munafik. Tapi Angga benar-benar tampan saat ini. Entahlah mungkin karena akhir-akhir ini aku jarang bertemu dengannya.

"Tha, udah siap?" Tanya Angga.

"Iya udah. Ayo langsung berangkat." Jawabku.

"Tha sebelumnya ada yang mau gue omongin sama lo." Kata Angga membuatku penasaran. Yaiyalah aku kan ngga bisa dengar kata hatinya.

"Apa?"

"Bukannya apa apa ya Tha, bokap nanyain soal lo. Lo masih mau kerja apa engga?" Kata Angga membuatku berfikir. Benar juga. Aku sudah lama tidak bekerja ke Cafè. Apalagi semenjak mamah masuk rumah sakit. Aku juga tidak sadar kalau persediaan uangku menipis. Ya tuhan, bagaimana ini? Aku harus tetap bekerja untuk kelangsungan hidupku dan mamah. Tapi, aku jelas tidak tega kalau mamah harus sendirian.

"Gue tau Tha, nyokap lo lagi sakit dan lo ngga bisa ninggalin dia kerja. Tapi, lo juga kan butuh uang buat biaya rumah sakit. Gue ngga ada maksud apa-apa si Tha. Ya cuman menyampaikan apa yang bokap gue bilang." Kata Angga.

Aku berfikir sejenak, "gue masih mau kerja ko Ngga. Gue masih butuh uang. Ntar pulang sekolah gue ke Cafè. Bilang maaf ya ke bokap lo."

Angga tersenyum, "iya. Tapi kalo kerja di Cafè menjadi beban untuk lo, mendingan ngga usah ya Tha."

I'm Normal [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang