13. Peran

980 125 3
                                    

Jangan Lupa vote dan Komen!

.

.

Follow ig author ya wkwk:v

@rahma_rohilatul

.

.

Aku turun dari motor kak Gemy dengan sangat hati-hati. Ini kali pertama aku di antar ke sekolah oleh kak Gemy. Biasanya aku berangkat naik angkutan umum atau ojek online. Aku selalu berangkat seorang diri. Tapi kali ini, aku sangat senang karena Kak Gemy mau mengantarku sebelum dia berangkat ke restaurant.

Aku tau apa yang ada difikiran kak Gemy saat mengantar diriku. Dia ingin menabung amal seblum ajal menjemputnya. Ia ingin membuatku bahagia sebelum dia benar-benar tiada. Dia berusaha sebaik mungkin untuk melakukan apa yang dari dulu ingin ia lakukan. Satu hal yang tidak aku suka dari fikirannya. Dia berfikir hidupnya tidak lama lagi. Aku tau, itu adalah prediksiku. Sejauh ini, memang belum pernah ada yang salah dari prediksiku. Tapi, harusnya dia optimis kalau prediksiku kali ini salah. Karena aku sendiri tidak mau hal itu terjadi begitu cepat.

"Makasih ya kak." kataku tak henti-hentinya tersenyum.

Kak Gemy ikut tersenyum, "Iya. Yaudah kakak duluan ya. Kamu sekolah yang rajin ya. Belajarnya yang bener. Bikin kakak sama mamah bangga sama kamu."

"Siyap kak! Semoga aku bisa banggain kakak sama mamah." kataku dengan antusias. Padahal aku ingin menangis jika prediksiku benar. Aku tidak sanggup jika membayangkan hal itu.

"Amin. Yaudah kakak berangkat dulu. Takutnya nanti terlambat. Kamu nggak mau kan gaji kakak dipotong? Nanti kakak bayar sekolah kamu gimana?" kata Kak Gemy seolah-olah bercanda. Tapi, aku justru membayangkan jika nanti kaka benar-benar sudah meninggalkan diriku, Siapa yang akan membayar sekolahku? Siapa yang akan membiayai hidupku dan mamah? Mamah memang belum tua, tapi ia tidak memiliki pengalaman bekerja. Sementara diriku, aku baru kelas 11 SMA, belum lulus sekolah, pasti sulit untuk mendapatkan pekerjaan.

"Tha. Kamu ngelamunin apa?" tanya kak Gemy mengejutkan diriku.

Aku menggeleng. "Ngga kok kak. Kakak berangkat aja. Aku juga mau ke kelas. Hati-hati ya kak."

Setelah itu, kak Gemy benar-benar pergi menuju tempatnya dia bekerja. Ya Tuhan! Semoga kak Gemy tidak apa-apa. Tolong jangan dulu ambil nyawa kak Gemy, aku sayang kepada nya. Dia segalanya buat diriku.

"WOI!"

Aku sangat terkejut melihat Angga yang mengejutkan diriku. "apaan sih Ngga."

Aku langsung berjalan menuju kelas tanpa mempedulikan Angga yang sedari tadi mengikutiku sambil memanggil-manggil namaku. Jujur aku senang Angga memanggil namaku dan terlihat sedikit perhatian kepadaku. Tapi, aku teringat Risa, aku tidak mau di cap sebagai teman suka nikung.

"Tha, lo kenapa sih?" aku tidak bisa menghindari Angga saat lelaki itu menggengam lenganku. Bukan kotak-kotak hitam berisi tanggal kematian seseorang melainkan desiran hangat di hatiku. Ya ampun, apa aku benar-benar jatuh cinta kepada sosok Angga?

"Tha? Lo sakit?" Oh Tuhan! Kini jantungku seakan-akan berhenti berdetak. Angga menyentuh keningku. Aku tidak tahu semerah apa wajahku sekarang.

"Atha?" Risa mendadak datang dan mengejutkanku. Aduh! Risa ganggu suasana saja! Eh tapi, kasihan juga Risa. Fikiran Risa sudah kemana-mana. Masa ia berfikiran kalau Angga menyukaiku. Astaga! itu tidak mungkin.

"Eh Ris. Hmm ini... Ini si Angga nyariin lo." kataku berusaha menghindari sosok Angga. Bagaimanapun, aku tidak mau menyakiti hati teman dekatku, Risa.

"Lha, kenapa Ngga?" tanya Risa dengan pipi merona. Ya ampun aku tidak dapat membayangkan Bagaimana wajahku tadii? Apakah semerah pipi Risa yang merona?

"Eh gue ngga---"

Sebelum Angga mengatakan hal yang tidak-tidak, aku segera memotong ucapannya, "Katanya gimana surat yang kemarin. Lo suka ngga? Maklum Angga tuh malu-malu kalo nanya ke lo langsung."

Angga menatapku sambil mengerutkan kening. Meskipun aku tidak bisa mendengar suara hatinya, tapi aku tahu kalau Angga tidak menangkap maksudku. Namun, dia tidak bisa menghindar saat aku katakan sebuah surat. Memang benar kan? Surat cinta yang diterima Risa itu dari Angga?

"Oh itu. Gue suka banget Ngga. Gue bakal kasih lo senyuman gue yang paling manis deh." kata Risa sambil memberikan senyumannya yang terindah. Aku tahu, Risa senang. Itu membuatku lega.

"Bentar deh." kata Angga, "Surat? Surat apaan? Emang gue pernah ngasih lo surat ya?"

Aku bingung sama dengan Risa. Hah? Bagaimana sih? Kalo memang itu bukan dari Angga, lalu dari Siapa?"

"Surat yang ini. Emang ini bukan dari lo?" tanya Risa sambil menunjukkan surat yang waktu itu katanya diberikan oleh Angga. Sumpah, aku bingung. Apa yang sebenarnya terjadi?

Angga menggelengkan kepalanya. "Itu bukan dari gue."

Aku tahu, Risa sangat kecewa. Tapi, mau bagaimana lagi dia harus menerima kenyataan. "Tapi, tulisannya mirip tulisan lo."

"Coba gue liat." Angga melihat isi surat itu lalu ia terkekeh. Ya ampun, kenapa sih? Apa yang terjadi? Jika bukan Angga, lalu siapa?

"Ini emang tulisan gue. Tapi, bukan dari gue. Ini dari pengagum lo. Dia minta tolong ke gue supaya tulisin isi suratnya. Yaudah." jelas Angga yang entah kenapa melegakan hatiku. Tapi, kasihan juga Risa, dia sangat kecewa dan sedih. Ia pasti sangat berharap kalau surat itu dari Angga. Tapi siapa pengagum Risa? Apakah Arsena? Aku rasa tidak. Karena Arsena tidak mungkin mengirim surat-suratan kayak anak SD. Cara orang dingin tidak mungkin sekuno itu kan?

"Oh Yaudah. Makasih atas penjelasannya. Jadi, siapa pengagum rahasia gue?" tanya Risa. Aku ikut menyimak agar aku tahu siapa yang jadi pengagum rahasianya Risa.

"Masa gue yang kasih tau sih? Lo aja cari tau sendiri." Kata Angga seraya tertawa. Tunggu! Ia tertawa? Apa dia menganggap ini lelucon? Astaga! Manusia macam apa Angga ini?

"Cari tahunya gimana?" tanyaku yang mulai penasaran.

"Bukan lo, tapi dia. Dia yang harus cari tau." kata Angga menunjuk kepada RIsa. Risa bingung, sama sepertiku. Apa maksudnya sih? Tinggal bilang nama orangnya aja ribet banget.

"EH GILA SIH MASA GUE DAPET PERAN KURCACI?" teriak seseorang dari arah madding. Itu membuat diriku, Angga dan Risa menoleh dengan sangat penasaran.

"Itu ada apa?" tanya Angga kepada seorang lelaki yang melintas di koridor.

"Oh itu. Di madding udah ditempel pembagian peran untuk yang acting buat pentas seni bulan depan." jawab lelaki itu membuatku penasaran. Aku dapat peran apa ya?

"Eh liat yuk!" Ajakku kepada Risa. Risa menganggukkan kepalanya lalu kami berlari melihat madding yang kini penuh oleh para siswa siswa kepo. Eh tunggu, aku juga termasuk siswa kepo dong?

Akhirnya setelah melalui beberapa desakan, aku dan Risa bisa sampai di depan dan melihat isi madding sambil mencari namaku. Ya ampun, kok aku deg deg an gini ya? Kayak lagi liat hasil undian aja.

Agatha Qwertyra kelas 11 IPA 2 : Putri salju.

What? Itu namaku. Namun, peran sebagai putri salju, itu sangat tidak mungkin. Itu pemeran Utama kan? Kenapa harus diriku? Aku saja tidak percaya kalau aku bisa acting. Ini gila!

"Tha, lo liat deh!" Risa menuntunku untuk melihat apa yang ia lihat.

Angga Saputra kelas 11 IPA 1 : Pangeran.

Astaga! Ini menjadi semakin gila!

TBC?

Hai semuanya. Ini adalah bagian 13 dari cerita AGATHA.

Makin seru atau justru ngebosenin?

Terima kasih bagi yang sudah bersedia dan setia membaca ceritaku sampai di part ini. Aku usahakan, aku tidak akan mengecewakan kalian.

Maaf kalo banyak kata yang salah, typo, atau justru alurnya kurang menarik. Aku ini masih pemula;v Apalagi, ini cerita pertamaku yang genrenya Fantasy. Aneh ya? Baru belajar hehe.

Ada saran atau kritik? Silahkan komentar!

Terima kasih.

I'm Normal [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang