16. Dimulai

907 101 5
                                    

JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK YA!

HARGAI PENULISNYA DONG!

.

VOTE DAN KOMEN SANGAT MEMBANTU AKU UNTUK SEMANGAT LAGI.

.

.

Ini sudah hari ketiga setelah kematian kak Gemy. Mamah masih membenciku. Aku belum mulai bekerja karena papah Angga belum menyetujui. Semoga saja papah Angga berbaik hati memberikanku pekerjaan ini.

Aku baru saja selesai mencatat materi yang diberikan Bu Dewi. Bu Dewi suka menyuruh anak muridnya mencatat terlebih dahulu baru menjelaskan. Katanya agar lebih focus mendengarkan penjelasan. Aku setuju dengan hal itu.

"Permisi bu." Audy yang selesai buang air kecil di toilet masuk kelas. Anehnya, ia mengucapkan permisi padahal ini juga kelasnya. Sesopan itu kan gadis berpipi chubby itu?

"Ada apa Audy?" tanya Bu Dewi yang baru saja ingin menjelaskan materi. Aku tahu Bu Dewi cukup kesal karena Audy memotong ucapannya yang ingin segera menyampaikan materi.

"Tadi Bu Sisi manggil Atha. Katanya di suruh ke ruang guru." kata Audy. Aku yang merasa terpanggil langsung heran. Ada apa bu Sisi memanggilku?

"Baiklah. Agatha silahkan! Yang lainnya dengarkan penjelasan saya tentang materi baru ini." ujar Bu Dewi. Aku segera bergegas menuju ruang guru dan berharap tidak akan terjadi apapun.

"Dengerin penjelasannya ya Ris! Nanti lo jelasin ulang ke gue!" ujarku lalu pergi meninggalkan kelas setelah sebelumnya berpamitan kepada Bu Dewi.

Aku berjalan menuju ruang guru dengan hati risau. Apakah aku membuat masalah dengan guru seni itu? Aku rasa aku belum pernah membuat masalah dengan guru manapun kecuali Bu Tata selaku guru BK yang menghukumku karena aku terlambat.

Aku sudah sampai di depan ruang guru. Untungnya Risa pernah memberitahuku letak semua tempat yang ada di sekolah ini. Meski aku sulit mengingat semuanya, tapi tentu saja aku mengingat ruang guru. Sebelum aku masuk ke kelas 11 IPA 2, aku dan kak Gemy memasuki ruang guru.

Akhirnya aku masuk ke ruang guru. Tidak ramai guru yang ada di sana. Aku rasa sebagian besar sedang mengajar di beberapa kelas. Aku menatap sekeliling dan menemukan guru seni itu. Ia sedang berada di meja yang paling pojok bersama dengan seorang siswa.

Tunggu, itu Angga.

"Permisi, ibu memanggil saya?" tanyaku kepada guru seni itu. Aku akhirnya tahu maksud bu Sisi memanggilku. Tapi aku harus bertanya supaya ia tidak curiga dan mengetahui kalau aku punya kutukan bisa membaca pikiran orang lain.

Bu Sisi tersenyum padauk, "Akhirnya putri salju nya datang."

Aku terdiam dan memandang ke arah Angga.

"Ibu manggil kalian berdua supaya kalian bisa berlatih untuk pentas seni nanti. Memang sih masih cukup lama. Masih sekitar 3 bulan lagi. Tapi, kalian kan pemeran utamanya, jadi harus melakukan persiapan yang matang!" kata Bu Sisi sambil tersenyum.

"Kalian tahu cerita putri salju kan? Bisa search di google kok. Cari naskah yang panjang ya! Nanti kalian kasih ke ibu dulu, ibu revisi baru deh kalian bisa latihan." lanjut bu Sisi.

Aku hanya bisa mengangguk mengerti. Ternyata memerankan tokoh Utama tidak mudah. Harus punya persiapan yang benar-benar mantap. Ribet.

"Oke kalian ngerti kan? Ya sudah malam ini kalian cari naskahnya dan besok pagi ibu revisi. Jadinya lusa kalian bisa langsung latihan!" kata bu Sisi.

"Oke Bu." kataku dan Angga bersamaan. Namun aku merasa ada yang aneh dengan Angga, dia menjawab dengan wajah tidak senang. Apa dia tidak senang mengikuti drama dan menjadi lawan mainku? Harus aku pertanyakan akan hal ini!

"Ya sudah kalian bisa langsung menuju kelas masing-masing." kata Bu Sisi mempersilahkan. Aku dan Angga segera keluar dari ruang guru.

"Angga, kok lo jawabnya kayak ngga ikhlas gitu?" akhirnya aku bisa langsung menanyakan pertanyaan itu kepada Angga.

"Bukannya ngga ikhlas. Tapi---"

"Tapi apa sih? Kok gantung gitu?" tanyaku dengan penasaran.

"Bokap setuju lo kerja di café sebagai pramusaji. Lo bisa kerja mulai besok." kata Angga dengan wajah yang masih seperti tidak ikhlas.

"Lho bagus dong? Kok lo malah ngga ikhlas gitu mukanya?" tanyaku yang benar-benar bingung.

"Lo nggak mikir ya? Kalo misalkan kita harus latihan mulai lusa. Lo kan harus kerja. Gimana kita latihannya?" pertanyaan Angga membuatku berfikir cukup lama. Benar juga.

"Kita bisa latihan pas istirahat kedua atau kalau ada jam kosong. Nah waktu pulangnya gue bakal kerja." jawabku dengan senyuman. Aku tahu dari wajahnya Angga mengkhawatirkan diriku.

"Lo ngga cape?" tanya Angga yang terlihat sangat khawatir. Aduh Mengapa aku jadi geer gini ya?

"Nggak kok lo tenang aja."

Angga terlihat sedang berfikir, "Gimana kalo kita latihan lagi pas lo kerja gimana?"

Aku bingung, "Ngga bisa lah. Gue kan di sana mau kerja bukan mau latihan drama."

"Oh Yaudah ngga apa-apa sih. Tapi pasti kita susah buat cepet biasanya." jawab Angga enteng membuatku semakin bingung. Aku harus gimana?

"Masalahnya ntar gue bisa dipecat kalo kayak gitu." jawabku lirih.

"Lo tenang aja. Gue bakal cerita ke bokap. Gue yakin bokap gue pasti ngerti sama keadaan kita." kata Angga dan aku hanya bisa mengangguk-angguk.

Ya Tuhan tolong kuatkanlah aku. Jangan sampai aku cape dan lelah dalam menjalani skanerio penulis ini. Ya Tuhan aku tahu engkau maha adil. Aku tahu kau sudah mempersiapkan kebahagiaan untukku.

.

.

.

TBC?

Apa kabar semuanya?

Baik? Baik aja? Baik banget?

Ada yang bisa nebak alurnya? Wih keren deh! Aku aja gatau nantinya kek mana jadinya.

ILoveYouReadersImNormal♡

I'm Normal [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang