Bagian 9

2K 282 12
                                    

Elka dan Rimba bertemu dengan Andra dan Tomi di depan toserba. Mereka tak saling bicara, hanya melempar tatapan dan senyum tipis. Tak ingin terlihat mencolok, bahkan Tomi hanya mengenakan celana jeans hitam, kaus hitam dan jaket kulit warna cokelat dengan rambut acak-acakan. Di sampingnya, Andra pun sama, memakai jeans abu-abu, kaus putih dan mantel sepaha warna hitam. Keduanya harus tampil tidak mencolok.

"Dengan adanya Pak Tomi, seharusnya mereka bisa dapetin bukti pembayaran itu."

Elka mengangguk sembari terus berjalan. Mereka memasuki sebuah gang. "Seharusnya begitu." Elka langsung menghentikan langkah begitu sampai ke bagian dalam gang. Tanahnya lembab, bahkan ada beberapa genangan air hujan, sisa guyuran semalam.

"Kenapa, El?" Rimba kemudian memerhatikan sekitar. Ya, Elka sedikit punya pengalaman buruk dengan suasana gelap di ruang yang menyempit. Gang ini terbilang kecil, karena diapit oleh dua bangunan, sementara beberapa meter di depan sana mereka akan dihadapkan oleh dua jalur gang lagi yang menuju pemukiman warga. Rimba menarik Elka agar merapat padanya. "Kita jalan pelan-pelan."

"Gue nggak takut," ucapnya serius. "Tapi ... entah kenapa, g-gue hanya ngerasa aneh. Sedikit aneh."

Dalam jarak sedekat ini, Rimba bisa melihat wajah Elka yang menatap waspada ke depan sana. "Maksud lo?"

"Elka, Rimba, kalian ada apa? Kenapa masih belum bergerak?"

Belum sempat Elka menjawab, suara Sam terdengar dari alat komunikasi mereka. Jelas saja cowok itu bisa tahu di mana posisi mereka, karena alat tersebut mencakup sebagai GPS dan bisa diakses dengan mudah dari komputernya.

"Ada sesuatu yang terjadi?"

Kali ini, suara Annisa yang terdengar.

"Ah, nggak. Nggak ada apa-apa," jawab Elka.

"Fokus!" kata Sam lagi. "Ini adalah gang yang paling sepi di daerah Jl. Cempaka. Seharusnya tidak ada orang yang melewatinya, kecuali saat terdesak. Waspada, kalaupun ada orang di sana, hal itu patut dicurigai."

"Baik!" jawab Elka dan Rimba bersamaan.

Keduanya kembali meneruskan langkah secara pelan, agar tak menimbulkan suara. Tanah yang becek membuat keduaya harus lebih selektif memilih kemana kaki harus melangkah. Sepatu putih yang dikenakan Elka bahkan sudah bercampur dengan bercak kecokelatan, gang ini sangat kumuh.

Saat mendengar decakan-decakan besar dari kejauhan. Elka dan Rimba saling menatap penuh waspada.

Elka merapatkan dirinya pada Rimba hingga keduanya merapat berhadapan di dinding gang. Rimba melingkarkan tangannya di pinggang Elka, sementara gadis itu melingkarkan kedua tangannya secara sempurna di leher Rimba.

Rimba mengeratkan pelukannya sebagai isayarat bahwa ujung matanya menangkap satu siulet.

Elka merespons dengan semakin mendekatkan kepalanya di wajah Rimba. "Ihh, sayang, jangan kuat-kuat. Nanti kita ketahuan," ucap Elka dengan suara semanja mungkin.

Rimba tersenyum miring. "Nggak ada orang di sini, tenang saja. Kita nggak akan ketahuan."

"Iih, sayang ...." Elka memukul manja dada Rimba hingga keduanya cekikikan seperti sepasang sejoli yang tengah dimabuk cinta.

Orang itu mendekat dengan menundukan kepala yang memakai topi. Elka buru-buru melepaskan diri dari pelukan Rimba, berakting seperti orang yang kaget setelah melakukan zina besar. Keduanya berakting canggung, benar-benar sangat alami.

"Om!" panggil Elka menghentikan langkah orang itu. Orang itu tidak berbalik, namun bersedia menunggu kalimat Elka. "J-jangan bilang ke siapa-siapa, tolong."

Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang