Bagian 32

2.1K 301 26
                                    


Sam hanya memperhatikan pemandangan di rumah besar bergaya kuno itu dari kejauhan. Dengan topi hitam yang berhasil menutupi sebagian wajahnya itu, Sam bersidekap di balik sebuah pohon yang besar.

"Andra." Sam menggumam. "Apa yang sudah lo tahu?"

Sam bisa melihat Tomi dan Melody tampak sedang membicarakan sesuatu bersama Elka, Rimba, Andra dan ... Annisa. Gadis yang sebentar lagi akan menjadi sanderanya. Memikirkan hal itu, Sam langsung memejamkan mata.

Mata Sam tak lepas dari Annisa, gadis yang malam ini mengenakan kemeja cokelat dan celana panjang bahan hitam lalu dipadukan sepatu kets putih. Annisa selalu tampil sederhana dan terkesan santai dengan hijab yang membalut kepalanya itu.

Annisa berjongkok di posisi yang sama persis seperti beberapa hari lalu saat mereka menanamkan penyadap di pekarangan rumah kuno itu. "Aku yakin alatnya ada di sini!"

Tomi mendekat dan ikut meraba permukaan tanah. Lelaki itu mengarahkan sekop mininya kemudian mulai menggali.

"Apa kita perlu masuk dan mengambil semua alat yang ada di dalam rumah, Nis?" tanya Elka menatap rumah itu.

"Nggak perlu." Annisa menggumam. "Sepertinya Sam sudah mengamankan alat-alat itu."

"Baik."

"Kalian benar-benar nggak tahu satu pun soal temen kalian ini?" tanya Melody sungguh penasaran. "Kalian bahkan tampak sangat percaya ke dia. Dan ...."

"Karena kami terlalu percaya makanya tidak sekalipun kami mempermasalahkan latar belakangnya," sahut Rimba memotong perkataan Melody.

Perempuan berambut pendek itu menyeringai ke arah Rimba. "Justru jika ingin mempercayai seseorang, kalian harus mengenalnya dengan baik. Jadikan pelajaran ya anak-anak!"

Tomi yang masih pada posisi menggali itu mendecakkan lidah, jengkel mendengar nada suara Melody yang sok menjadi orang bijak.

"Kenapa?" tanya Melody sadar akan sikap Tomi.

"Tidak. Lupakan."

Melody mendengus. "Dasar sialan!"

"Oh, astaga!" Tomi menghentikan galiannya. "Berapa kali aku memperingatkanmu bahwa aku ini seniormu, Mel!" Wajah Tomi tampak putus asa. Melody hanya memutar matanya dan mencibir.

"Apa itu sekarang penting?" timpal Elka jengah. "Ayolah, kita bahkan nggak lagi dalam situasi santai!"

Melody semakin menyeringai.

Andra menggerang dan menggaruk kepalanya yang tak gatal, hanya sebagai pelampiasan rasa frustasinya. "Ayolah astaga!"

Merasa ditekan, Tomi akhirnya kembali menggali.

"Gue yakin kita sedang diperhatikan," kata Elka dengan suara kecil. Semua mata meliriknya. "Entahlah, hanya perasaan gue aja atau mungkin emang bener."

Andra kemudian mengusap tekuknya yang mendadak seperti diterpa angin sejuk. "Kok merinding, ya?"

"Aduh udah deh, jangan nambah-nambahin, Ndra." Annisa berginsut ke dekat Melody. "Ini gelap tahu!"

"Yeu, jangan mepet ke gue juga dong!" Melody mendorongnya pelan. "Jauhan dikit, justru bahaya kalau deket gue. Refleks dikit, gue suka nojok orang."

"Nggak usah lebay!" cibir Tomi yang sekarang menggunakan tangannya untuk membersihkan alat penyadap dari dalam tanah. "Alatnya sudah dibongkar." Lelaki itu menyodorkan pada Annisa.

"Tentu saja. Nggak mungkin Sam sebodoh itu meninggalkan barang bukti," kata Annisa menyabut alat penyadap tersebut.

"Lah, terus sekarang bagaimana?" tanya Rimba bingung.

Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang