Note : Akan up lagi ketika vote mencapai 20 dan komen 10. Yang kemarin kebanyakan ya? Semangat. Selamat membaca.
>>><<<
"Denger ya, Desca! Karena lo udah mulai sekolah, ubah cara ngomong lo itu," celoteh Elka. Saat ini ia duduk di meja makan bersama Desca dan tentunya Ledrik yang setia berdiri di samping pemuda itu. "Jangan terlalu formal. Di dunia manusia itu nggak wajar banget untuk anak seumuran kita. Lo paham?"
Desca hanya mengerutkan kening, dan menoleh bingung pada Ledrik. Ledrik akhirnya berdeham, bermaksud memperjelas pemaparan Elka yang terbilang rada sewot itu.
"Maksud Nona, Tuan jangan menggunakan sapaan 'kau' lagi, apalagi membahas soal manusia dan ras kita. Cukup posisikan diri Tuan sebagai manusia dan berbaurlah sewajarnya."
"Kau pikir aku bodoh?" ujar Desca sengit, menatap Elka tajam. "Aku tahu!"
Elka mencibir. "Kalau tahu, ayo coba! Ngomong jangan kaku. Boleh pakai 'aku-kamu' aja deh. Kata 'tidak diganti 'nggak'. Pokonya hal-hal remeh gini harus lo perhatikan, jangan bikin malu gue."
"Pelayan ink benar-benar," desis Desca sebal. Di sampingnya, Ledrik tersenyum saja. "Ya, aku bisa mengingatnya, pelayan angkuh!"
"Awas lo! Ah, dan satu lagi gue lupa. Lo harus pakai lensa untuk menutupi warna mata lo. Lagian gue heran kenapa mata lo kemerahan sementara Ledrik nggak, kalian sebangsa, kan?" Elka mengambil kotak lensa dari dalam tasnya, lalu berpindah lebih dekat dari posisi duduk Desca yang segera bersandar kaget melihat respon cepat gadis itu.
"Warna mata kemerahan hanya dimiliki keturunan ras murni dan terkuat, seperti Tuanku."
Elka mengangguk-angguk, mulai mengeluarkan lensa yang akan menyamarkan warna merah itu menjadi kecokelatan.
"Semacam keturunan kerajaan doang, ya?"
Ledrik tersenyum kecil. "Ya, Nona."
"Buka mata lo!" titah Elka dengan berani menyentuh wajah Desca. Pemuda itu terbelalak, apalagi melihat wajah Elka yang dengan cepat berada di dekat wajahnya. "Santai aja, ini nggak bakalan sakit kok. Ini berfungsi menyamarkan warna mata lo, ayo buka yang lebar jangan kaku!"
Desca menurut dalam hening. Dia berpegangan pada sisi meja, sementara Elka sudah berdiri dekat dengannya, menyentuh sisi wajahnya tanpa canggung. Bahkan, Desca bisa merasakan embusan napas gadis itu di permukaan wajahnya, membuatnya tergoda untuk memejamkan mata. Rasanya hangat. Ledrik yang melihat itu tersenyum geli.
"Nah, selesai!" seru Elka masih belum menjauhkan wajahnya. Gadis itu melihat iris kecokelatan Desca yang sudah berubah. Ia tersenyum puas. "Emang pilihan gue tepat banget. Itu gue belinya mahal, jadi jangan takut mata lo bakal rusak."
Desca mengalihkan perhatian matanya dari wajah itu, kemudian berdeham saja. Suaranya tercekat, terdengar lebih berat dari biasanya.
"Lo kenapa?" tanya Elka, gadis itu perlahan menjauh, lalu kembali duduk di bangkunya. Desca hanya balas menggeleng saja. "Oh iya, kita berangkat bareng dengan Ledrik yang jadi sopirnya. Nah, lo bakalan sekelas sama Rimba dan lainnya, mereka juga bisa bantuin lo."
"Baik." Bukan Desca yang menjawab, melainkan Ledrik.
"Yaudah, ayo berangkat!"
Elka memapah tas ranselnya, sementara Desca berjalan santai dengan Ledrik di sampingnya yang membawa tas ransel kulit berwarna hitam itu. Di perjalanan menuju mobil, Elka memperhatikan lagi penampilan Desca yang memakai seragam sekolahnya itu. Elka mengangguk-angguk kagum, sempurna. Desca akan menjadi idola baru di sekolahnya. Berdoa saja agar orang ini tidak bertingkah bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]
Mystery / Thriller[END] Fantasi-misteri [Disarankan membaca dua buku sebelumnya : AOS dan ASD Ada banyak misteri di dunia ini tentang makhluk yang tidak bisa dinalar oleh otak. Tetapi sesungguhnya, mereka ada. Terkadang bahkan berbaur di antara kita. Untuk menjaga ke...