Elka termenung memikirkan perkataan Desca malam itu. Setelah melontarkan kata-kata yang masih sulit dinalar oleh Elka, semua kembali seperti sedia kala. Teman-temannya tersadar dengan ingatan bahwa mereka sudah terselamatkan oleh keberadaan Desca. Teman-temannya bersikap seperti biasa, sementara Elka sering kali merenung penuh tanya.Siapa Elka?
Bahkan pertanyaan itu sering muncul di benaknya. Bukankah ini lucu? Pernahkah kamu meragukan dirimu sendiri? Pernah merasa seakan kamu tidak mengenal dirimu sendiri?
Sungguh anomali. Bagi Elka, kehidupannya selama ini memang cenderung tanpa rencana. Elka bertindak impusif, tidak terlalu ingin ambil pusing. Elka bukan tipe yang ribet, karenanya sering kali Elka tak minat bersusah payah mengingat masa lalunya.
Hal yang Elka tahu, dia mengalami trauma pasca tewasnya sang bunda dalam sebuah kecelakaan yang terungkap kebenarannya pada kasus yang pernah Elka selidiki. Trauma yang cukup berat itu membuat sebuah sugessti yang salah pada dirinya, hingga sebagian ingatan bersama bundanya terlupakan. Hal ini dikarenakan sisi lain dari diri manusia mempunyai sistem pertahanan, Elka nyaris mengalami yang namanya alter ego.
Untung saja, sebelum depresi tak berujung, Elka segera ditangani oleh psikiater andal. Dari sana juga Elka banyak belajar tentang membaca ekspresi wajah manusia.
Elka kira, setelah depresinya berangsur hilang berarti hidupnya bisa kembali normal. Nyatanya tidak sepenuhnya demikian.
Memang benar, terkadang kenyataan sangat berbeda dari ekspetasi kita.
Elka masih punya ketakutan tersendiri dengan ruang tertutup, gelap, dan sempit, walau masih bisa diatasi. Elka juga belum sepenuhnya bisa mengingat tentang masa kecilnya.
Tetapi, melihat bagaimana mudahnya Desca dan Ledrik menghapus ingatan teman-temannya malam itu, membuat otak Elka kembali bekerja.
Apakah yang dialaminya sekarang adalah trauma, atau ... ada seseorang yang sengaja menghapus ingatannya?
Astaga!
Elka mengusap wajah dengan kasar. Pemikiran macam apa ini?
"Elka?" Panggilan itu menarik Elka sepenuhnya dari dunia khayal. Gadis itu menoleh cepat, mendapati Rimba yang duduk merapat padanya. "Lo kenapa?"
"Hah, apanya?"
"Dari tadi gue lihat lo ngelamun." Pemuda itu menjulurkan tangan, mengusap jidat Elka yang mengerut dalam. "Jangan keseringan berpikir berat gini, nanti lo sakit."
Elka melirik cowok itu lagi. "Omong-omong, lo ngapain di sini? Kenapa nggak bareng yang lain? Dan sejak kapan lo di sini?"
Rimba menurunkan tangan dari jidat Elka, namun tangan tersebut terulur di sandaran sofa, sehingga jika hanya sekilas kelihatannya Rimba sedang merangkul Elka. Kedekatan itu tak membuat keduanya canggung lagi.
Hell, setelah semua yang pernah terjadi, apakah pantas jika masih canggung?
"Gue sengaja dateng lebih dulu. Sejak malam itu lo jadi lebih banyak diam. Gue takut, ada yang terlewatkan dari pandangan gue. Apa yang ada di otak lo, El? Sesekali jangan jadi perempuan keras kepala. Lo bisa sepenuhnya membagi itu dengan gue." Suara Rimba lembut, tatapannya memaku Elka agar terus mendongkak padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]
Mystery / Thriller[END] Fantasi-misteri [Disarankan membaca dua buku sebelumnya : AOS dan ASD Ada banyak misteri di dunia ini tentang makhluk yang tidak bisa dinalar oleh otak. Tetapi sesungguhnya, mereka ada. Terkadang bahkan berbaur di antara kita. Untuk menjaga ke...