Bagian 15

2.1K 307 46
                                    

Koreksi typo, ya. Maaf berantakan soalnya dibuat ngebut hanya dalam 30 menit. Baca note di bawah, itu lumayan membutuhkan komen kalian.

****

Elka sangat bersyukur karena malam ini tidak perlu bertemu Desca. Entah kemana lagi dua makhluk non manusia itu, yang jelas mereka pasti sedang melacak keberadaan ras werewolf yang sudah menyusahkan dunia mereka dan juga mengacaukan dunia manusia, tentu saja.

Elka, Rimba, Adira dan Andra melongo saat melihat peralatan asing di pandangan mereka. Sementara, Sam dan Annisa adalah orang yang paling antusias membongkar alat-alat itu. Elka mengatupkan rahangnya yang terbuka sejak tadi, kemudian berpindah duduk di samping Annisa. Mereka telah berpindah dari rumah pohon menuju ruang tamu rumah Elka.

"Ini semua apaan?"

Annisa tersenyum kalem. "Alat penyadap!" Gadis itu mengangkat alat berwarna silver dengan bagian tengah yang transparan menampilkan warna keunguan di dalamnya. Seperti jam pasir, versi kecil. "Ini bisa kita tanamkan di depan rumah Karin, fungsinya menyadap seluruh aktifitas yang berhubungan dengan jaringan internet atau listrik. Canggih kan? Ini semacam kotak hitam di pesawat."

"Wahh, lo dapet ini semua dari mana?" sahut Andra penasaran.

Menjawab hal itu, Annisa menghentikan gerakan tangan lalu saling bertukar pandangan dengan Sam. Keduanya tersenyum denga maksud yang sama. Diam-diam, Rimba merasa merinding. Dua orang ini kalau mau jadi stalker profesional pasti akan sukses besar. Ah, apalagi kalau jadi agen penyelidikan. Rimba segera menggeleng untuk mengusir pikiran konyol itu.

"Seperti biasa, masing-masing pakai alat komunikasi. Kali ini lebih kecil," jelas Sam, kemudian membagikan sebuah alat yang bisa menempel pada kulit. Begitu kecil dan tipis. "Tempelkan di belakang telinga, dia akan menempel dan mengikuti warna kulit. Tekan untuk mengaktifkan."

Semua orang di sana menuruti intruksi tersebut.

"Tes ... tes!" Andra berujar dengan sengaja berteriak.

Rimba meringis. "BEGO! PELAN-PELAN!"

Andra nyengir konyol menanggapi itu. Dia kan hanya mengetes doang, Rimba ini sensitif.

"Ayo berangkat!" seru Sam saat selesai menyiapkan peralatan yang dibutuhkan. "Sesuai rencana, Andra dan Adira tetap di pos penjagaan di luar rumah. Gue, Annisa, Rimba dan Elka akan masuk dan pasang semua alat pengintai. Rumah ini kosong, seharusnya mustahil ada orang di sana. Mungkin, itu hanya diguakan sebagai basecamp oleh komplotan pembunuh ini."

"Siap!" sahut mereka kompak.

>>><<<

Kedengarannya saat mengatur rencana kegiatan ini akan seru-seru saja, kenyataannya tidak. Menyeramkan rasanya berada di rumah kosong berukuran besar dengan furniture yang sudah tua seperti ini. Kalian tahu? Rasanya seperti sedang berlakon untuk film horor.

Enam remaja itu berhenti di pekarangan depan rumah tersebut. Sam mengarahkan senter kecilnya ke arah pintu utama rumah itu yang berdiri kokoh dan tinggi, berwarna cokelat dengan ukiran-ukiran kuno. Kotak yang menyerupai tas kantoran diletakan Sam di atas rerumputan, dia membukanya sembari menggigit senter kecil untuk menerangi alat-alat yang akan diambilnya.

"Rimba dan Elka, sebaiknya lo berdua pasang kamera kecil ini di sekitar tempat ini, lumayan luas juga ternyata halamannya."

Elka dan Rimba mengangguk dan menerima alat tersebut.

"Andra dan Adira, sebaiknya kembali ke depan dan awasi keadaannya. Rumah ini terkonfirmasi kosong, tetapi bisa saja ada yang datang."

"Siap!" Kakak beradik itu segera beranjak keluar.

Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang