Bagian 40

1.5K 287 78
                                    

Note: Terlambat update karena kuota habis dan aku nggak sadar ^^

Selamat hari ulang tahunku, wkwk. Kalau aku senang otomatis kalian akan dapat update-an, kan? Jadi kalian juga bakalan senang makanya aku ucapkan selamat juga, wkwk.

Selamat ultah juga buat Nessa, salah satu pembaca setia yang always meninggalkan komen-komen gokilnya. Ultah kami nyaris samaan. Dia tanggal 20, aku tanggal 21 kemarin. Sama-sama mendoakan yang terbaik saja, ya.

Selamat membaca :*

***

Rimba sampai pada belokan yang akan membawanya ke corong perapian. Sesuai dengan intruksi dari Sam. Terdapat dua belokan di sana, yaitu belokan menuju ke atas dan ke bawah. Jika mengambil jalan atas, artinya ia akan segera keluar, namun jika mengambil jalan bawah artinya ia akan sampai pada ruang tengah tempat perapian.

Menentang intruksi Sam, Rimba akhirnya mengambil jalan menuju bawah. Pelan-pelan Rimba keluar dari sana, memeriksa situasi yang sepi di rumah itu.

"Biar bagaimanapun gue nggak bisa biarin Annisa dan lainnya. Gue harus tahu di mana jalan menuju neraka itu, selain dari perapian ini. Gue yakin pasti ada jalan menuju ke bawah."

Rimba berjalan mengendap-endap dalam kegelapan. Matanya jeli melihat ke berbagai arah dari tiap sudut ruangan. Suasana sepi ini membuatnya harus ekstra hati-hati.

Seseorang menepuk sebelah pundaknya kemudian cepat menutup mulutnya.

Elka.

Rimba melotot kaget, namun napasnya terembus lega.

"Ini gue," bisik Elka. Rimba mengangguk paham, kemudian akhirnya Elka melepaskan bekapannya di mulut lelaki itu.

"Kenapa kalian bisa di sini?" tanya Rimba. Pasalnya, ia melihat Desca dan Ledrik yang sudah beberapa hari tanpa kabar itu ikut muncul malam ini.

"Awalnya kami ingin melewati perapian, tapi terlalu beresiko," kata Ledrik menjelaskan. "Kami ingin mengeceknya ke dalam."

"Nggak perlu. Gue udah dari dalam sana."

Elka dan Desca menatapnya serius.

"Corong perapian ini menghubungkan pada satu ruangan?" tanya Desca.

"Bukan hanya satu ruangan. Seperti kastil bawah tanah, tempat itu luas," jawab Rimba.

Elka menoleh ke perapian yang tak jauh letaknya dari jarak mereka berdiri sekarang.

"Jangan coba-coba untuk pergi ke dalam sana dengan cara Rimba keluar," ujar Desca dapat membaca dengan jelas arah pikiran gadis itu. Elka mendengus. "Pasti ada satu jalan yang menghubungkannya selain perapian."

"Gue setuju," timpal Rimba.

"Ya, sudah. Kalau begitu artinya kita bakalan memeriksa rumah ini?" tanya Elka menatap wajah semua orang. "Ayo!"

Sesuai titah Elka itu, mereka akhirnya berjalan beriringan dengan masing-masing menjaga diri agar tak mengeluarkan suara. Dengan senter mini, Elka sesekali mengarahkan cahayanya ke dinding di sekitar ruangan. Tiap ruangan yang mereka lewati cenderung polos dengan cat cream yang sudah agak lapuk dan mengelupas.

Sampai dengan satu ruangan, ada sebuah potret berukuran raksasa terpampang di dinding itu. Potret tersebut mampu membuat Elka dan Rimba mematung. Tak jauh dari perapian, ruang ini hanyalah sekat yang memisahkan dapur dan teras belakang, ada sebuah dinding bercat putih gading, semacam ruang santai karena bersebelahan langsung dengan rumput hijau di bagian belakang rumah itu, serta pintu kaca yang bersih, mempercantik pemandangan. Ada sebuah sofa tanpa sandaran di sana, panjangnya sekitar satu meter, lalu ada sebuah meja mini berbentuk lingkaran.

Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang