Bagian 22

2.2K 314 23
                                    

Sudah cukup puas dengan sweet momen Sam-Annisa? Walau hubungan mereka tetap jalan di tempat, setidaknya ada 'hal' yang membuat mereka jadi lebih dekat. Sekarang, ayo kita fokus ke hal-hal berat lagi.

Maaf bacod. Selamat membaca.

****

Elka termenung memikirkan percakapan ayahnya dan Desca. Tak ia sangka ayahnya ternyata jauh lebih tahu tentang bangsa vampir. Bukankah ini ironis? Bayangkan jika suatu waktu kau dihadapkan dengan fakta bahwa kau bukanlah manusia. Kira-kira bagaimana perasaanmu? Kacau? Ya, begitulah Elka sekarang. Perasaannya kacau!

Kepala Elka tertadah ke langit malam, ia ingin meresapi dinginnya suasana malam ini.

"Sedang memikirkan sesuatu?" Mungkin karena terlalu terbiasa dengan hal-hal mengejutkan, Elka tak kaget lagi mendengar suara asing ini. Anehnya, kali ini bukan Desca. Melainkan lelaki yang sempat mereka temui di rumah milik Karin. "Wow, kau bahkan tak kaget lagi, Nona. Jangan bilang kau sudah bisa mendeteksi kedatanganku?"

Elka menatapnya datar, setengah was-was. Makhluk di depannya ini adalah bangsa werewolf, tidak menutup kemungkinan dia akan menyerang Elka.

"Tenanglah, walau nyatanya kita saling memburu kedatanganku ini bukan untuk memburumu." Zato menarik seringai menyebalkannya. Pakaian seba hitam yang ia kenakan, seakan menyamarkan keberadaannya di samping Elka. Kaus putih yang Elka kenakan, malah terlihat kontraks dengan pria itu. "Aku hanya ingin ikut menikmati cahaya bulan malam ini."

Sejauh yang ia ketahui dari Desca, Zato adalah spesies yang mengacau. Dan ya ... seharusnya Elka menjauhi makhluk ini. Tetapi sejujurnya Elka terlalu capek mendebat, sehingga akhirnya ia membiarkan saja ketika Zato dengan lincah menaiki pembatas balkon, duduk dengan kaki menggantung. Jika Elka mau, dia bisa mendorong Zato sekarang. Jatuh dari lantai dua sepertinya tidaj buruk juga. Paling ada pergelangan yang geser atau retak.

"Tidak ingin duduk sepertiku? Ayo, posisi ini paling bagus. Bulan bersinar sangat terang malam ini."

Elka memutar matanya. "Sebenarnya ada perlu apa lo ke sini? Desca nggak di rumah ini lagi."

"Aku tahu." Zato terkekeh, kemudian mengulurkan tangannya ke hadapan Elka. "Mau ikut duduk? Dan akan aku ceritakan satu kisah yang menarik."

"Duduk dan didorong sama lo dari sini? Sorry, nggak minat."

Zato tertawa lagi. "Kalau aku ingin membunuh kamu, mendorong dari balkon rendah ini bukan pilihan yang tepat. Percayalah, itu tidak cukup untuk membuatmu kehilangan nyawa."

"Tapi cukup membuat gue nggak sadar beberapa waktu."

"Sulit mempercayaiku, Nona?" Zato menyeringai lagi, kali ini lebih mirip seringai jahil. "Ikutlah. Aku berjanji tidak akan melakukan apa pun."

Elka mengangkat sebelah keningnya, masih tidak percaya.

Zato menggerakan tangannya lebih dekat, kepalanya menyentak pelan sebagai isyarat agar Elka menyambut ulurannya itu. Beberapa saat terdiam, akhirnya Elka memberanikan diri menyambut uluran itu.

Zato tersenyum kemudian melepaskan genggaman tangan mereka ketika Elka telah duduk nyaman di sampingnya.

"Aku tidak menyangka responmu bisa sesantai ini. Mengingat pertemuan kita yang buruk dan kau pasti tahu siapa aku. Si pengacau Lazaron yang sedang diburu bangsa vampir."

"Dan bangsa manusia juga," sambung Elka sinis. "Tinggal nunggu waktu, gue akan ngumpulin bukti dan menangkap lo biar jeblos ke penjara!"

Zato terkekeh pelan. "Akan kutunggu. Setidaknya ...." Pemuda itu menoleh. "Sebelum seseorang akan melenyapkanku sebagai bentuk hukuman Lazaron."

Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang