Rimba dan Elka perlahan menyembulkan kepala dari sebuah vas bunga berukuran besar, tempat yang menjadi pilihan mereka menyembunyikan diri.
Gerombolan bertopeng yang kini berdiri di depan pintu rumah ini, rupnya jawaban dari suara langkah kaki yang mereka dengar tadi.
"Itu jelas bukan Sam, terlalu banyak." Rimba berbisik. Sangat lirih. "Terlalu beresiko kalau kita maju sekarang."
"Apa yang harus kita lakuin, Rim?"
Rimba diam. Mungkin lelaki itu juga sedang bingung memikirkan hal yang sama dengan pertanyaan Elka.
"Sepertinya mereka sudah masuk ke dalam rumah." Suara seseorang terdengar dari salah satu gerombolan itu.
"Apa kita harus masuk juga?" sahut yang satunya lagi.
"Sebagian tetap di sini, sebagian lagi masuk ke dalam!" jawab yang lainnya.
Elka dan Rimba berpandangan. Mungkin keduanya sama-sama terkejut sekarang. Suara orang-orang itu terdengar sama. Seperti suara robot usang, serak dan cempreng di satu waktu sekaligus. Jelas mereka menggunakan sebuah alat agar tak dikenali.
Tak lama kemudian, sebagian dari gerombolan itu masuk ke dalam rumah, sementara sebagiannya lagi tetap berjaga.
Rimba membalikkan tubuhnya bersandar ke vas bunga yang menjadi pelindung mereka.
"Kita harus pergi dari sini!"
"Jumlah mereka terlalu banyak," lanjut Elka.
"Di luar dugaan." Rimba melirik tembok rendah yang menjadi teras rumah itu. "El, gue akan mengalihkan perhatian mereka sementara lo kabur dari sini."
"Lo gila? Nggak. Gue nggak mau, kita harus pergi sama-sama."
"Salah satu dari kita harus ada yang selamat!" Rimba menatapnya lurus-lurus. "Kemungkinan besar mereka bawa senjata jadi ...."
"Gue tetap nggak setuju!" tegas Elka. Gadis itu menatap Rimba tajam. "Kita kabur sama-sama atau nggak sama sekali!"
"Fine!" cetus Rimba tak ingin memperpanjang perdebatan.
Keduanya kembali mengintip ke arah gerombolan yang kini berlalu-lalang di kegelapan. Topeng kulit yang mereka pakai memang sangat berhasil menyembunyikan wajah mereka.
"Kita bisa melawan mereka sementara, sebelum kabur," kata Rimba. Pemuda itu melirik Elka, kemudian kompak mengangguk.
Sejurus kemudian Elka dan Rimba keluar dari persembunyian, langsung saja menjerjang satu persatu orang-orang bertopeng itu.
Rimba dengan cepat memiting kepala orang bertopeng itu kemudian memutarnya hingga terdengar bunyi 'krekk' dan orang itu pingsan. Sementara Elka dengan gesit menendang tulang kering salah satu orang bertopeng, setelah orang itu tumbang, Elka lekas memberikan satu pukulan di dada. Hanya terbatuk singkat, orang itu tak sadarkan diri.
"SIAPA DI SANA?!" Teriakan itu membuat Elka dan Rimba waspada.
Di kegelapan, mereka tak bisa menebak dari mana musuh berada.
"El, kita ke arah gerbang."
Elka mengangguk paham. Keduanya berdiri saling membelakangi. Masing-masing memasang tatapan tajam, bersiaga kalau-kalau ada musuh yang datang dari berbagai arah.
"Satu orang di arah jam tiga," bisik Elka. Rimba mendengarnya dengan baik karena jarak mereka yang sangat dekat. "Menunduk!"
Rimba langsung menunduk, sebuah samurai mendarat di atas kepala mereka, Elka menendang perut orang itu, kemudian Rimba berputar, bertukar posisi dengan Elka. Satu gerakan cepat dibuat oleh Elka saat Rimba sengaja membungkuk, Elka memutar tubuhnya hingga punggungnya dan punggung Rimba bersentuhan, lalu dengan kuat kaki Elka menendang pundak orang itu hingga tertunduk tak berdaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aliansi Rahasia [Sequel Ke-2 AOS]
Mystery / Thriller[END] Fantasi-misteri [Disarankan membaca dua buku sebelumnya : AOS dan ASD Ada banyak misteri di dunia ini tentang makhluk yang tidak bisa dinalar oleh otak. Tetapi sesungguhnya, mereka ada. Terkadang bahkan berbaur di antara kita. Untuk menjaga ke...